Segala puji hanya milik Allah Subhanahu Wata’ala Rabb semesta alam, yang menurunkan al-Qur’an al-Karim sebagai petunjuk dan peringatan bagi seluruh makhluk dari kalangan Jin dan manusia. Semoga shalawat dan Salam tetap tercurah kepada Nabi Muhammad Shallallohu ‘Alaihi Wasalam, sebagai utusan Allah Subhanahu Wata’ala dan menjadi manusia sempurna rohani dan akalnya, tinggi kedudukannya, dan luhur budi pekertinya dan mulia akhlaknya, sehingga ucapan dan tindakan beliau menjadi panutan dan suri tauladan.
Dengan dalih islamisasi dan dakwah lewat media, akhir-akhir ini banyak bermunculan kesenian bernuasa Islam hingga para pengamen jalananpun ikut-ikutan menyajikan lagu-lagu bernafaskan Islam. Bahkan dangdut, ketoprak dan wayang kulit bercorakkan Islam tumbuh subur dimana-mana, sampai pentas kesenian lawak yang berbau Islampun merebak, hingga semakin sulit dibedakan antara kesenian Islam dengan kesenian jahiliyah. Adakah kesenian dalam Islam? Benarkah mereka sedang memainkan peran Islam atau malah mereka sedang mempermainkan peranan Islam? Waspadalah jangan gampang silau dan tertipu dengan segala pentas seni dan musik yang bernuansa religi atau bernafaskan Islam
Adakah Hiburan dan Kesenian Dalam Islam?
Jenuhnya suasana dan penatnya pikiran, akibat dari kesibukan harian memunculkan banyak gagasan dan inovasi untuk merilis kreasi hiburan, dari mulai kelas bergensi hingga tingkat ecek-ecek. Bahkan peluang ini banyak dilirik para investor media, baik asing maupun lokal. Tidak bisa ditampik, saat-saat tertentu hidup memang butuh suasana rilek dan santai untuk mengendurkan urat saraf, untuk memulihkan gairah dan semangat baru, mengusir gundah dan gelisah, menghasung kondisi penat dan letih, dan menghilangkan rasa pegal dan capek. Sehingga badan kembali segar, mental menjadi stabil, gairah kerja tumbuh lestari, dan produktifitas usaha semakin bagus, serta kehidupan manusia semakin maju dan sejahtera. Tetapi semuanya harus seirama dengan Islam dan dalam rangka beribadah kepada Allah Subhanahu Wata’ala , bukan hanya sekedar mencari kepuasan syahwat.
Allah Subhanahu Wata’ala berfirman (yang artinya) :
Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain, (QS. 94:7)
Imam Mujahid berkata: Jika kamu telah selesai dari urusan duniamu, maka kerjakanlah dengan sungguh-sungguh ibadah kepada Allah Subhanahu Wata’ala dan shalatlah.[1]
Dunia kesenian dan panggung hiburan zaman sekarang sangat bervariasi, dari mulai tayangan senetron religi, pentas dangdut, konser nasyid marawis, pertunjukan ketoprak, film komedi, festival gambus hingga manggungnya para pelawak. Semuanya bertujuan untuk menghibur para pemersa atau penonton yang sedang mengalami letih batin, capek pikiran dan lelah badan. Bahkan maraknya tayangan entertaiment di layar televisi bertujuan menghibur para pemirsa, akhirnya para ustadz setengah artis dengan tampilan nyentrik dan ganteng, rame-rame ambil bagian dan berebut kue manis bisnis media bernuansa religi, dalam rangka meramaikan dunia hiburan.
Muatan hiburan jarang ditakar dengan norma Islam, hingga hiburan yang disebut islamipun banyak yang melenceng dari aturan agama, bahkan lebih cenderung bebas dan bias jauh dari kendali syareat. Apalagi kepentingan materi menjadi dominan, target keuntungan menjadi pertimbangan utama dan kepuasan penonton sebagai prioritas, maka bisa dipastikan hiburan macam apapun tidak sepi dari kebatilan dan kemungkran. Sementara penonton rata-rata tertarik dengan segala yang berbau syahwat, semua yang bersifat hura-hura dan tayangan beraroma pornografi.
Selingan hidup untuk mengusir bosan dan capek dengan canda dan tawa merupakan sifat bawaan manusia, sebagai bumbu pergaulan dan garam kehidupan, karena semua orang kurang betah dengan suasana tegang dan hidup tanpa sisipan humoris. Bercanda dan tertawa boleh-boleh saja, asal masih dalam bingkai syareat, tidak mengandung muatan dusta, memuat pelecehan dan pamer penghinaan. Karena Nabipun kadang bercanda dengan sebagian shahabatnya.
Dari Anas bin Malik berkata bahwa ada seorang laki-laki berasal dari daerah pedalaman bernama Zahir bin Haram, sering memberi hadiah kepada Nabi barang-barang dari pedalaman. Nabi selalu memberi bekal saat ia ingin kembali ke kampungnya. Beliau bersabda: Zahir adalah orang pedalaman kita dan kita orang perkotaannya. Nabi sangat mencintainya meskipun orang ini bermuka sangat buruk. Pernah suatu hari beliau menghampirinya sementara ia sedang berjualan, maka beliau memeluknya dari arah belakang, sehingga orang tersebut tidak bisa melihatnya. Maka ia berkata: Lepaskan aku. Siapakah ini? Maka Rasulullah Shallallohu ‘Alaihi Wasalam berkata: Siapa yang mau membeli budak ini? Zahir berkata: Engkau akan mendapati aku tidak mungkin laku dijual, wahai Rasulullah Shallallohu ‘Alaihi Wasalam. Maka beliau bersabda:
Tetapi engkau disisi Allah Subhanahu Wata’ala bukan barang tidak laku atau beliau bersabda: Tetapi engkau di sisi Allah Subhanahu Wata’ala sangat mahal. [2]
Demikianlah gaya canda beliau, berkelakar tapi serius, bercanda bersih dari kedustaan, tertawa tapi jauh dari kehinaan, berhumor ria namun tidak sampai menghilangkan muru’ah dan wibawa. Bahkan canda dan humor beliau berbalas surga dan menebar keutamaan. Bukankah dengan canda beliau Zahir bin Haram menunai keutamaan dan kemuliaan di sisi Allah Subhanahu Wata’ala dengan ucapan beliau: “Tetapi Engkau di sisi Allah Subhanahu Wata’ala sangat mahal”.
Pentas Kesenian Lawak Dalam Prespektif Islam
Kecenderungan ingin menjadi orang tenar dan populer merupakan watak dasar manusia, sehingga peluang apapun yang mampu menghasung gelombang popularitas dikejar dan menjadi rebutan. Tidak perduli, untuk meraihnya harus menabrak norma agama dan melanggar aturan sosial. Joga-jago panggung dan pahlawan hiburan bermunculan. Maka bakat seni lawakpun digali dan dunia aktingpun digeluti, orang-orang gedongan hingga orang-orang gelandangan berpacu dalam melodi seni untuk berlaga di dunia lawakan, bahkan terkadang sebagian orang-orang terhormat ikut-ikutan menjadi pelawak. Padahal kalau mereka tahu resiko dan ancamannya pasti mereka akan lebih banyak menangis daripada tertawa.
Dari Abu Hurairah berkata bahwa Rasulullah Shallallohu ‘Alaihi Wasalam bersabda: Sesungguhnya ada seorang hamba, berbicara dengan suatu kalimat, tidak diucapkan kecauli untuk membuat orang lain tertawa, maka ia terhempas ke dalam jurang Jahannam sedalam antara langit dan bumi. Dan sungguh terpelesetnya lisan lebih berat daripada seseorang terpeleset kakinya.[3]
Di antara acara hiburan dan pentas kesenian yang paling banyak diminati para penonton adalah dunia lawak, sehingga para pelawak menjadi manusia idola, bintang layar yang paling banyak mendapat sorotan mata pablik, tontonan yang banyak menyedot pemersa dan tayangan yang banyak menarik perhatian. Acara apapun selalu dibumbui dengan lawakan hingga para kyai dan ustadzpun pada pinter melawak dan mencari sensasi dengan bergaya seperti pelawak. Orang awam mana yang tidak tertarik menjadi pelawak, dengan imbalan jutaan rupiah dalam setiap aktingnya, menjadi bintang iklan dengan bayaran mahal, dan menyandang gelar dan populer yang dikenal oleh semua kalangan dari anak-anak hingga para pejabat negara.
Inilah yang membuat para seniman berbondong-bondong hijrah ke dunia pentas lawakan. Setiap acara hiburan dan kesenian selalu diselingi dengan acara lawakan. Bahkan ustadz yang digemari umat adalah mereka yang pintar meniru gaya para pelawak. Memang hampir setiap orang suka bercanda dan senang dengan suasana humoris, sedangkan Islam tidak melarang hal tersebut karena Nabipun kadang bercanda dan menghidupkan suasana humoris ketika bergaul sama shahabatnya namun Islam juga membenci kedustaan dan kemunafikan dalam bergaya. Maka siapa saja yang memancing suasana agar semua tertawa walaupun dengan cara berdusta maka terkena ancaman Rasulullah Shallallohu ‘Alaihi Wasalam.
Dari Bahaz bin Hakim dari bapaknya dari kakeknya berkata bahwa Rasulullah Shallallohu ‘Alaihi Wasalam bersabda:
Celakalah bagi seseorang yang bercerita dengan suatu cerita, agar orang lain tertawa maka ia berdusta, maka kecelakaan baginya, kecelakaan baginya. [4]
Dampak Dunia Lawak
Kebanyakan tema obrolan dan rubrik ocehan yang diangkat para pelawak seputar masalah yang kosong dari alam realita, cenderung bombastis dan tidak mendidik, yang penting target opini dari para pemirsa tercapai dan rating acara menanjak serta dukungan dari kalangan umum melonjak. Dan kadang antara pelawak saling lepar hinaan, ledekan dan ejekan untuk menciptakan suasana segar, kadang bentuk tubuh dan raut muka pelawak yang kurang sempurna dibuat bahan bayolan untuk menciptakan suasana humoris. Bahkan kondisi cacat dan kelainan orang menjadi bumbu dan komoditi lawakan, sehingga kadang sebagian mereka meniru gaya bicara, cara berjalan, dan prilaku aneh seseorang untuk menggelitik tawa penonton. Lebih parah, kadang simbol agama menjadi sasaran empuk pelecehan para pelawak hanya ingin populer. Padahal setiap kalimat yang meluncur dari lisan kita pasti akan dihisap Allah Subhanahu Wata’ala dengan mudah dan tercatat secara akurat dalam catatan malaikat, seperti firman Allah Subhanahu Wata’ala :
Ketika dua orang malaikat mencatat amal perbuatannya, seorang duduk di sebelah kanan dan yang lain duduk di sebelah kiri. Tiada suatu ucapanpun yang diucapkan melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir. (QS. 50: 17-18)
Imam Ibnu Rajab berkata: Para ulama salaf sepakat bahwa malaikat yang sebelah kanannya mencatat semua kebaikan dan malaikat yang sebelah kirinya mencatat semua keburukan. [5]
Lisan adalah anggota tubuh sangat mungil tapi paling menentukan surga dan nerakanya seseorang. Bahkan kepribadian siapapun bisa ditangkap dari mimik lisannya, maka lisan lebih tajam dari pisau dan lebih bahaya ketimbang semua aksi kejahatan, karena kebanyakan aksi kejahatan bermuara dari mulut, atau kurang kontrol terhadap mulut, sehingga Islam sangat perhatian terhadap bahaya mulut dan menyuruh untuk menjaga lisan.
Dari Sahl bin Saad berkata bahwa Rasulullah Shallallohu ‘Alaihi Wasalam bersabda:
Barangsiapa yang menjaminku mampu menjaga dua bibirnya dan di antara kakinya maka aku akan jamin surga.[6]
Dari Abu Hurairah dari Nabi bersabda:
Sesungguhnya seorang hamba berbicara dengan satu kalimat tentang sesuatu yang diridhai Allah Subhanahu Wata’ala , yang tidak ia sadari, maka Allah Subhanahu Wata’ala mengangkat dengannya beberapa derajat. Dan sesungguhnya seorang hamba berbicara dengan satu kalimat tentang suatu yang dimurka Allah Subhanahu Wata’ala , yang ia tidak sadari ternyata menghempaskan dirinya dengannya ke dalam Jahannam.[7]
Ketika seorang muslim berbicara hanya punya dua pilihan, berbicara tentang suatu kebaikan yang mendatangkan ridha Allah Subhanahu Wata’ala atau diam karena takut terhadap murka Allah Subhanahu Wata’ala , sebab berbicara tentang apapun harus berdasarkan ilmu, karena setiap kalimat yang keluar dari mulut kita pasti dimintai tanggung jawab seperti firman Allah Subhanahu Wata’ala : Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya akan diminta pertanggunganjawabnya. (QS. 17:36)
Dari Abu Hurairah berkata bahwa Rasulullah Shallallohu ‘Alaihi Wasalam bersabda:
Barangsiapa yang beriman kepada Allah Subhanahu Wata’ala dan hari akhir, maka hendaklah ia berkata baik atau hendaklah ia diam.[8]
Penghinaan Simbol Islam Dalam Pentas Lawak
Tema obrolan para pelawak pada umumnya kurang berfaedah dan sia-sia belaka, padahal tanda kebaikan Islam seseorang adalah meninggalkan suatu yang kurang berguna dan tidak bermanfaat, sebagaimana sabda Nabi: Di antara pertanda kebaikan Islam seseorang ialah, meninggalkan apa yang tidak penting baginya.[9]
Apalagi berbicara dusta dan bohong untuk mengundang gelak tawa para penonton, maka demikian itu suatu perkataan yang melebihi kesia-siaan bahkan kalau seandainya mereka mengetahui akibatnya, sungguh mereka akan banyak menangis daripada tertawa.
Dari Abu Hurairah berkata bahwa Rasulullah Shallallohu ‘Alaihi Wasalam bersabda:
Jika kalian mengetahui apa yang aku ketahui maka kalian akan sedikit tertawa dan banyak menangis. [10]
Adakalanya para pelawak dengan seenaknya, membuat guyonan dengan cara melecehkan simbol dan syiar Islam, bahkan pernah ada seorang pelawak dengan enteng membuat lelucon dengan ucapan “Syukur al-Hamdulillah” tukang cukur botak sebelah. Padahal mengolok-olok agama dan menggunakan ayat-ayat al-Qur’an untuk bercanda berhukum haram, karena mengolok-olok Allah Subhanahu Wata’ala atau asul-Nya atau Sunnah adalah suatu kekufuran dan riddah(keluar dari Islam) mengeluarkan pelakunya dari keislaman sebagaimana firman Allah Subhanahu Wata’ala : Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu), tentu mereka akan menjawab:”Sesungguhnya kami hanya bersenda gurau dan bermain-main saja”. Katakanlah:”Apakah dengan Allah Subhanahu Wata’ala , ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?”Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu kafir sesudah beriman. Jika Kami mema’afkan segolongan dari kamu (lantaran mereka taubat), niscaya Kami akan mengazab golongan (yang lain) di sebabkan mereka adalah orang-orang yang selalu berbuat dosa. (QS. 9:65-66)
Dan Allah Subhanahu Wata’ala menjelaskan bahwa Dia bisa memaafkan segolongan di antara mereka hanya dengan bertaubat kepada Allah Subhanahu Wata’ala dari kekufuran mereka yang disebabkan oleh sikap mengolok-olok mereka terhadap Allah Subhanahu Wata’ala , ayatNya dan Rasul-Nya.
Hukum Mengolok-olok Simbol Agama Untuk Membuat Orang Lain Tertawa
Syaikh Ustaimin ditanya: Ada sebagian orang yang bercanda dengan perkataan yang mengandung ejekan dan hinaan terhadap Allah Subhanahu Wata’ala atau RasulNya atau AgamaNya.
Jawaban: Perbuatan mengolok-ngolok Allah Subhanahu Wata’ala , Rasul-Nya dan agama Islam untuk membuat orang lain tertawa walaupun hanya sekedar bercanda, merupakan kekufuran dan kemunafikan. Perbuatan ini seperti pernah terjadi pada jaman Rasulullah Shallallohu ‘Alaihi Wasalam, mereka yang mengatakan,”Kami belum penah melihat seperti para pembaca (Al Qur’an) di antara kami, yang lebih buncit perutnya, lebih berdusta lisannya dan pengecut saat berhadapan dengan musuh. Maksudnya adalah Rasulullah Shallallohu ‘Alaihi Wasalam dan para sahabatnya. Lalu turunlah ayat tentang mereka: Jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu), tentu mereka akan menjawab:”Sesungguhnya kami hanya bersenda gurau dan bermain-main saja”.( At Taubah 65)
Lantas mereka datang kepada nabi dan berkata: Sesungguhnya kami berbicara tentang hal itu ketika kami dalam perjalanan, hanya bertujuan untuk menghilangkan jenuhnya perjalanan. Namun Rasulullah Shallallohu ‘Alaihi Wasalam berkata kepada mereka sebagaimana yang diperintahkan Allah Subhanahu Wata’ala , Katakanlah:”Apakah dengan Allah Subhanahu Wata’ala , ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?”Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu kafir sesudah beriman. (QS. 9:65-66)
Jadi, bahasan materi Rububiyah, kerasulan, wahyu dan agama adalah materi agama yang terhormat, tidak boleh seorangpun bermain-main dengan itu, tidak menjadikan sebagai bahan ejekan dan bayolan, agar membuat orang lain tertawa ataupun menghina. Barangsiapa bertindak demikian maka ia telah kafir, karena tindakan tersebut sebagai bukti penghinaan terhadap Allah Subhanahu Wata’ala , para Rasul-Nya, kitab-kitab-Nya dan syariat-syariat-Nya. Maka barangsiapa melakukan perbuatan tersebut, hendaknya bertaubat kepada Allah Subhanahu Wata’ala , karena perbuaan itu termasuk kemunafikan dan hendaknya harus bertaubat kepada Allah Subhanahu Wata’ala , memohon ampunan dan memperbaiki perbuatannya serta menumbuhkan di dalam hatinya rasa takut, pengagungan dan cinta terhadap-Nya. Hanya Allah Subhanahu Wata’ala lah yang kuasa memberi taufik.[11]
Penghinaan Terhadap Orang Shalih Dalam Pentas Lawak
Terkadang para pelawak berekting menjadi sosok seorang tokoh agama atau ustadz, namun sosok tersebut menjadi bahan ledekan dan guyonan, bahkan mereka menirukan gaya, gerakan dan mimik sang ustadz, tetapi muatan bicara dan perkataannya jauh dari norma kepantasan sehingga menjatuhkan kredibiltas sosok dan figur agama.
Syaikh Utsaimin ditanya: Apa hukum mengolok-olok orang-orang yang konsisten dalam menjalankan perintah-perintah Allah Subhanahu Wata’ala .
Jawaban: Mengolok-olok orang-orang yang konsisten dan istiqamah dalam menjalankan perintah Allah Subhanahu Wata’ala dan Rasul-Nya, dikarenakan konsistensi mereka merupakan perbuatan haram dan sangat membahayakan pelakunya, karena dikhawatirkan ejekan tersebut berangkat dari sikap ketidaksukaannya terhadap keistiqamahan mereka dalam menjalankan agama Allah Subhanahu Wata’ala , maka ia serupa dengan yang disebutkan Allah Subhanahu Wata’ala dalam firanNya: Jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu), tentu mereka akan menjawab:”Sesungguhnya kami hanya bersenda gurau dan bermain-main saja”. Katakanlah:”Apakah dengan Allah Subhanahu Wata’ala , ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?”Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu kafir sesudah beriman. (QS. 9:65-66)
Kami belum penah melihat seperti para pembaca (Al Qur’an) di antara kami, yang lebih buncit perutnya, lebih berdusta lisannya dan pengecut saat berhadapan dengan musuh. Maksudnya adalah Rasulullah Shallallohu ‘Alaihi Wasalam dan para sahabatnya. Lalu turunlah ayat tentang mereka: Jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu), tentu mereka akan menjawab:”Sesungguhnya kami hanya bersenda gurau dan bermain-main saja”.( At Taubah 65)
Oleh karena itu, hendaklah berhati-hati orang yang suka mengolok-olok komunitas atau kelompok yang menebarkan kebenaran, karena mereka yang diejek dan diolok-olok adalah termasuk para ahli agama yang dimaksudkan dalam firman Allah Subhanahu Wata’ala : Sesungguhnya orang-orang yang berdosa, adalah mereka yang dahulunya (di dunia) menertawakan orang-orang yang beriman.) Dan apabila orang-orang beriman lalu di hadapan mereka, mereka saling mengedip-ngedipkan matanya. Dan apabila orang-orang berdosa itu kembali kepada kaumnya, mereka kembali dengan gembira. Dan apabila mereka melihat orang-orang mu’min, mereka mengatakan: “Sesungguhnya mereka itu benar-benar orang-orang yang sesat”, padahal orang-orang yang berdosa itu tidak dikirim untuk penjaga bagi orang-orang mu’min. Maka pada hari ini, orang-orang yang beriman menertawakan orang-orang kafir, mereka (duduk) di atas dipan-dipan sambil memandang. Sesungguhnya orang-orang kafir telah diberi ganjaran terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan. (QS. 83:29-36)[12]
[2] . Shahih diriwayatkan Imam Ahmad dalam Musnadnya dan lihat al-Fathur Rabbani, Ahmad Abdurrahman al-Bana, 22/ 239 dan Imam Muhammad at-Tibrizi dalam Miskatul Masabih, bab Mizah (4889), 3/ 1370. dishahihkan Syaikh al-Bani.
[3] . Shahih diriwayatkan Imam Muhammad at-Tibrizi dalam Miskatul Masabih, bab Mizah (4835), 3/ 1360.
[4] . Shahih diriwayatkan Imam at-Tirmdzi dalam Sunannya (2315) dan Imam at-Tibrizi dalam Miskatul Mashabih, bab Hifzul Lisan (4834) dan disahihkan Syaikh al-Bani.
[5] . Lihat Jamiul Ulum wal Hikam, Ibnu Rajab, 1/336
[6] . Shahih diriwayatkan Imam Bukhari dalam Shahihnya (6474) dan Imam Muhammad at-Tibrizi dalam Miskatul Masabih, bab Mizah (4889), 3/ 1370.
[7] . Shahih diriwayatkan Imam Bukhari dalam Shahihnya (6478) dan Imam Ibnu Majah dalam Sunannya (3970)
[8] . Shahih diriwayatian Imam Ahmad dalam Musnadnya, 2/ 267, Imam Bukhari dalam Shahihnya (6018), (6136) dan (6475), Imam Muslim dalam Shahihnya ((47), Abu Daud dalam Sunannya (5154) dan Imam Tirmidzi dalam Sunannya (2500) serta Ibnu Hibban dalam Shahihnya (506)
[9] . Shahih diriwayatkan Imam at-Timrmidzi dalam Sunannya (2317) dan Imam Ibnu Majah dalam Sunannya (3976) dan Ibnu Hibban dalam Shahihnya (229).
[10] . Shahih diriwayatkan Imam at-Tirmidzi dalam Sunannya (2313) dan dishahihkan Syaikh al-Albani.
[11] . Majmu’ Fatawa wa Rasail Syaikh Utsaimin, 2/ 156-157.
[12] . Majmu’ Fatawa wa Rasail Syaikh Utsaimin, 2/ 157-158.
sumber: http://www.zainalabidin.org
Dengan dalih islamisasi dan dakwah lewat media, akhir-akhir ini banyak bermunculan kesenian bernuasa Islam hingga para pengamen jalananpun ikut-ikutan menyajikan lagu-lagu bernafaskan Islam. Bahkan dangdut, ketoprak dan wayang kulit bercorakkan Islam tumbuh subur dimana-mana, sampai pentas kesenian lawak yang berbau Islampun merebak, hingga semakin sulit dibedakan antara kesenian Islam dengan kesenian jahiliyah. Adakah kesenian dalam Islam? Benarkah mereka sedang memainkan peran Islam atau malah mereka sedang mempermainkan peranan Islam? Waspadalah jangan gampang silau dan tertipu dengan segala pentas seni dan musik yang bernuansa religi atau bernafaskan Islam
Adakah Hiburan dan Kesenian Dalam Islam?
Jenuhnya suasana dan penatnya pikiran, akibat dari kesibukan harian memunculkan banyak gagasan dan inovasi untuk merilis kreasi hiburan, dari mulai kelas bergensi hingga tingkat ecek-ecek. Bahkan peluang ini banyak dilirik para investor media, baik asing maupun lokal. Tidak bisa ditampik, saat-saat tertentu hidup memang butuh suasana rilek dan santai untuk mengendurkan urat saraf, untuk memulihkan gairah dan semangat baru, mengusir gundah dan gelisah, menghasung kondisi penat dan letih, dan menghilangkan rasa pegal dan capek. Sehingga badan kembali segar, mental menjadi stabil, gairah kerja tumbuh lestari, dan produktifitas usaha semakin bagus, serta kehidupan manusia semakin maju dan sejahtera. Tetapi semuanya harus seirama dengan Islam dan dalam rangka beribadah kepada Allah Subhanahu Wata’ala , bukan hanya sekedar mencari kepuasan syahwat.
Allah Subhanahu Wata’ala berfirman (yang artinya) :
Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain, (QS. 94:7)
Imam Mujahid berkata: Jika kamu telah selesai dari urusan duniamu, maka kerjakanlah dengan sungguh-sungguh ibadah kepada Allah Subhanahu Wata’ala dan shalatlah.[1]
Dunia kesenian dan panggung hiburan zaman sekarang sangat bervariasi, dari mulai tayangan senetron religi, pentas dangdut, konser nasyid marawis, pertunjukan ketoprak, film komedi, festival gambus hingga manggungnya para pelawak. Semuanya bertujuan untuk menghibur para pemersa atau penonton yang sedang mengalami letih batin, capek pikiran dan lelah badan. Bahkan maraknya tayangan entertaiment di layar televisi bertujuan menghibur para pemirsa, akhirnya para ustadz setengah artis dengan tampilan nyentrik dan ganteng, rame-rame ambil bagian dan berebut kue manis bisnis media bernuansa religi, dalam rangka meramaikan dunia hiburan.
Muatan hiburan jarang ditakar dengan norma Islam, hingga hiburan yang disebut islamipun banyak yang melenceng dari aturan agama, bahkan lebih cenderung bebas dan bias jauh dari kendali syareat. Apalagi kepentingan materi menjadi dominan, target keuntungan menjadi pertimbangan utama dan kepuasan penonton sebagai prioritas, maka bisa dipastikan hiburan macam apapun tidak sepi dari kebatilan dan kemungkran. Sementara penonton rata-rata tertarik dengan segala yang berbau syahwat, semua yang bersifat hura-hura dan tayangan beraroma pornografi.
Selingan hidup untuk mengusir bosan dan capek dengan canda dan tawa merupakan sifat bawaan manusia, sebagai bumbu pergaulan dan garam kehidupan, karena semua orang kurang betah dengan suasana tegang dan hidup tanpa sisipan humoris. Bercanda dan tertawa boleh-boleh saja, asal masih dalam bingkai syareat, tidak mengandung muatan dusta, memuat pelecehan dan pamer penghinaan. Karena Nabipun kadang bercanda dengan sebagian shahabatnya.
Dari Anas bin Malik berkata bahwa ada seorang laki-laki berasal dari daerah pedalaman bernama Zahir bin Haram, sering memberi hadiah kepada Nabi barang-barang dari pedalaman. Nabi selalu memberi bekal saat ia ingin kembali ke kampungnya. Beliau bersabda: Zahir adalah orang pedalaman kita dan kita orang perkotaannya. Nabi sangat mencintainya meskipun orang ini bermuka sangat buruk. Pernah suatu hari beliau menghampirinya sementara ia sedang berjualan, maka beliau memeluknya dari arah belakang, sehingga orang tersebut tidak bisa melihatnya. Maka ia berkata: Lepaskan aku. Siapakah ini? Maka Rasulullah Shallallohu ‘Alaihi Wasalam berkata: Siapa yang mau membeli budak ini? Zahir berkata: Engkau akan mendapati aku tidak mungkin laku dijual, wahai Rasulullah Shallallohu ‘Alaihi Wasalam. Maka beliau bersabda:
Tetapi engkau disisi Allah Subhanahu Wata’ala bukan barang tidak laku atau beliau bersabda: Tetapi engkau di sisi Allah Subhanahu Wata’ala sangat mahal. [2]
Demikianlah gaya canda beliau, berkelakar tapi serius, bercanda bersih dari kedustaan, tertawa tapi jauh dari kehinaan, berhumor ria namun tidak sampai menghilangkan muru’ah dan wibawa. Bahkan canda dan humor beliau berbalas surga dan menebar keutamaan. Bukankah dengan canda beliau Zahir bin Haram menunai keutamaan dan kemuliaan di sisi Allah Subhanahu Wata’ala dengan ucapan beliau: “Tetapi Engkau di sisi Allah Subhanahu Wata’ala sangat mahal”.
Pentas Kesenian Lawak Dalam Prespektif Islam
Kecenderungan ingin menjadi orang tenar dan populer merupakan watak dasar manusia, sehingga peluang apapun yang mampu menghasung gelombang popularitas dikejar dan menjadi rebutan. Tidak perduli, untuk meraihnya harus menabrak norma agama dan melanggar aturan sosial. Joga-jago panggung dan pahlawan hiburan bermunculan. Maka bakat seni lawakpun digali dan dunia aktingpun digeluti, orang-orang gedongan hingga orang-orang gelandangan berpacu dalam melodi seni untuk berlaga di dunia lawakan, bahkan terkadang sebagian orang-orang terhormat ikut-ikutan menjadi pelawak. Padahal kalau mereka tahu resiko dan ancamannya pasti mereka akan lebih banyak menangis daripada tertawa.
Dari Abu Hurairah berkata bahwa Rasulullah Shallallohu ‘Alaihi Wasalam bersabda: Sesungguhnya ada seorang hamba, berbicara dengan suatu kalimat, tidak diucapkan kecauli untuk membuat orang lain tertawa, maka ia terhempas ke dalam jurang Jahannam sedalam antara langit dan bumi. Dan sungguh terpelesetnya lisan lebih berat daripada seseorang terpeleset kakinya.[3]
Di antara acara hiburan dan pentas kesenian yang paling banyak diminati para penonton adalah dunia lawak, sehingga para pelawak menjadi manusia idola, bintang layar yang paling banyak mendapat sorotan mata pablik, tontonan yang banyak menyedot pemersa dan tayangan yang banyak menarik perhatian. Acara apapun selalu dibumbui dengan lawakan hingga para kyai dan ustadzpun pada pinter melawak dan mencari sensasi dengan bergaya seperti pelawak. Orang awam mana yang tidak tertarik menjadi pelawak, dengan imbalan jutaan rupiah dalam setiap aktingnya, menjadi bintang iklan dengan bayaran mahal, dan menyandang gelar dan populer yang dikenal oleh semua kalangan dari anak-anak hingga para pejabat negara.
Inilah yang membuat para seniman berbondong-bondong hijrah ke dunia pentas lawakan. Setiap acara hiburan dan kesenian selalu diselingi dengan acara lawakan. Bahkan ustadz yang digemari umat adalah mereka yang pintar meniru gaya para pelawak. Memang hampir setiap orang suka bercanda dan senang dengan suasana humoris, sedangkan Islam tidak melarang hal tersebut karena Nabipun kadang bercanda dan menghidupkan suasana humoris ketika bergaul sama shahabatnya namun Islam juga membenci kedustaan dan kemunafikan dalam bergaya. Maka siapa saja yang memancing suasana agar semua tertawa walaupun dengan cara berdusta maka terkena ancaman Rasulullah Shallallohu ‘Alaihi Wasalam.
Dari Bahaz bin Hakim dari bapaknya dari kakeknya berkata bahwa Rasulullah Shallallohu ‘Alaihi Wasalam bersabda:
Celakalah bagi seseorang yang bercerita dengan suatu cerita, agar orang lain tertawa maka ia berdusta, maka kecelakaan baginya, kecelakaan baginya. [4]
Dampak Dunia Lawak
Kebanyakan tema obrolan dan rubrik ocehan yang diangkat para pelawak seputar masalah yang kosong dari alam realita, cenderung bombastis dan tidak mendidik, yang penting target opini dari para pemirsa tercapai dan rating acara menanjak serta dukungan dari kalangan umum melonjak. Dan kadang antara pelawak saling lepar hinaan, ledekan dan ejekan untuk menciptakan suasana segar, kadang bentuk tubuh dan raut muka pelawak yang kurang sempurna dibuat bahan bayolan untuk menciptakan suasana humoris. Bahkan kondisi cacat dan kelainan orang menjadi bumbu dan komoditi lawakan, sehingga kadang sebagian mereka meniru gaya bicara, cara berjalan, dan prilaku aneh seseorang untuk menggelitik tawa penonton. Lebih parah, kadang simbol agama menjadi sasaran empuk pelecehan para pelawak hanya ingin populer. Padahal setiap kalimat yang meluncur dari lisan kita pasti akan dihisap Allah Subhanahu Wata’ala dengan mudah dan tercatat secara akurat dalam catatan malaikat, seperti firman Allah Subhanahu Wata’ala :
Ketika dua orang malaikat mencatat amal perbuatannya, seorang duduk di sebelah kanan dan yang lain duduk di sebelah kiri. Tiada suatu ucapanpun yang diucapkan melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir. (QS. 50: 17-18)
Imam Ibnu Rajab berkata: Para ulama salaf sepakat bahwa malaikat yang sebelah kanannya mencatat semua kebaikan dan malaikat yang sebelah kirinya mencatat semua keburukan. [5]
Lisan adalah anggota tubuh sangat mungil tapi paling menentukan surga dan nerakanya seseorang. Bahkan kepribadian siapapun bisa ditangkap dari mimik lisannya, maka lisan lebih tajam dari pisau dan lebih bahaya ketimbang semua aksi kejahatan, karena kebanyakan aksi kejahatan bermuara dari mulut, atau kurang kontrol terhadap mulut, sehingga Islam sangat perhatian terhadap bahaya mulut dan menyuruh untuk menjaga lisan.
Dari Sahl bin Saad berkata bahwa Rasulullah Shallallohu ‘Alaihi Wasalam bersabda:
Barangsiapa yang menjaminku mampu menjaga dua bibirnya dan di antara kakinya maka aku akan jamin surga.[6]
Dari Abu Hurairah dari Nabi bersabda:
Sesungguhnya seorang hamba berbicara dengan satu kalimat tentang sesuatu yang diridhai Allah Subhanahu Wata’ala , yang tidak ia sadari, maka Allah Subhanahu Wata’ala mengangkat dengannya beberapa derajat. Dan sesungguhnya seorang hamba berbicara dengan satu kalimat tentang suatu yang dimurka Allah Subhanahu Wata’ala , yang ia tidak sadari ternyata menghempaskan dirinya dengannya ke dalam Jahannam.[7]
Ketika seorang muslim berbicara hanya punya dua pilihan, berbicara tentang suatu kebaikan yang mendatangkan ridha Allah Subhanahu Wata’ala atau diam karena takut terhadap murka Allah Subhanahu Wata’ala , sebab berbicara tentang apapun harus berdasarkan ilmu, karena setiap kalimat yang keluar dari mulut kita pasti dimintai tanggung jawab seperti firman Allah Subhanahu Wata’ala : Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya akan diminta pertanggunganjawabnya. (QS. 17:36)
Dari Abu Hurairah berkata bahwa Rasulullah Shallallohu ‘Alaihi Wasalam bersabda:
Barangsiapa yang beriman kepada Allah Subhanahu Wata’ala dan hari akhir, maka hendaklah ia berkata baik atau hendaklah ia diam.[8]
Penghinaan Simbol Islam Dalam Pentas Lawak
Tema obrolan para pelawak pada umumnya kurang berfaedah dan sia-sia belaka, padahal tanda kebaikan Islam seseorang adalah meninggalkan suatu yang kurang berguna dan tidak bermanfaat, sebagaimana sabda Nabi: Di antara pertanda kebaikan Islam seseorang ialah, meninggalkan apa yang tidak penting baginya.[9]
Apalagi berbicara dusta dan bohong untuk mengundang gelak tawa para penonton, maka demikian itu suatu perkataan yang melebihi kesia-siaan bahkan kalau seandainya mereka mengetahui akibatnya, sungguh mereka akan banyak menangis daripada tertawa.
Dari Abu Hurairah berkata bahwa Rasulullah Shallallohu ‘Alaihi Wasalam bersabda:
Jika kalian mengetahui apa yang aku ketahui maka kalian akan sedikit tertawa dan banyak menangis. [10]
Adakalanya para pelawak dengan seenaknya, membuat guyonan dengan cara melecehkan simbol dan syiar Islam, bahkan pernah ada seorang pelawak dengan enteng membuat lelucon dengan ucapan “Syukur al-Hamdulillah” tukang cukur botak sebelah. Padahal mengolok-olok agama dan menggunakan ayat-ayat al-Qur’an untuk bercanda berhukum haram, karena mengolok-olok Allah Subhanahu Wata’ala atau asul-Nya atau Sunnah adalah suatu kekufuran dan riddah(keluar dari Islam) mengeluarkan pelakunya dari keislaman sebagaimana firman Allah Subhanahu Wata’ala : Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu), tentu mereka akan menjawab:”Sesungguhnya kami hanya bersenda gurau dan bermain-main saja”. Katakanlah:”Apakah dengan Allah Subhanahu Wata’ala , ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?”Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu kafir sesudah beriman. Jika Kami mema’afkan segolongan dari kamu (lantaran mereka taubat), niscaya Kami akan mengazab golongan (yang lain) di sebabkan mereka adalah orang-orang yang selalu berbuat dosa. (QS. 9:65-66)
Dan Allah Subhanahu Wata’ala menjelaskan bahwa Dia bisa memaafkan segolongan di antara mereka hanya dengan bertaubat kepada Allah Subhanahu Wata’ala dari kekufuran mereka yang disebabkan oleh sikap mengolok-olok mereka terhadap Allah Subhanahu Wata’ala , ayatNya dan Rasul-Nya.
Hukum Mengolok-olok Simbol Agama Untuk Membuat Orang Lain Tertawa
Syaikh Ustaimin ditanya: Ada sebagian orang yang bercanda dengan perkataan yang mengandung ejekan dan hinaan terhadap Allah Subhanahu Wata’ala atau RasulNya atau AgamaNya.
Jawaban: Perbuatan mengolok-ngolok Allah Subhanahu Wata’ala , Rasul-Nya dan agama Islam untuk membuat orang lain tertawa walaupun hanya sekedar bercanda, merupakan kekufuran dan kemunafikan. Perbuatan ini seperti pernah terjadi pada jaman Rasulullah Shallallohu ‘Alaihi Wasalam, mereka yang mengatakan,”Kami belum penah melihat seperti para pembaca (Al Qur’an) di antara kami, yang lebih buncit perutnya, lebih berdusta lisannya dan pengecut saat berhadapan dengan musuh. Maksudnya adalah Rasulullah Shallallohu ‘Alaihi Wasalam dan para sahabatnya. Lalu turunlah ayat tentang mereka: Jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu), tentu mereka akan menjawab:”Sesungguhnya kami hanya bersenda gurau dan bermain-main saja”.( At Taubah 65)
Lantas mereka datang kepada nabi dan berkata: Sesungguhnya kami berbicara tentang hal itu ketika kami dalam perjalanan, hanya bertujuan untuk menghilangkan jenuhnya perjalanan. Namun Rasulullah Shallallohu ‘Alaihi Wasalam berkata kepada mereka sebagaimana yang diperintahkan Allah Subhanahu Wata’ala , Katakanlah:”Apakah dengan Allah Subhanahu Wata’ala , ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?”Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu kafir sesudah beriman. (QS. 9:65-66)
Jadi, bahasan materi Rububiyah, kerasulan, wahyu dan agama adalah materi agama yang terhormat, tidak boleh seorangpun bermain-main dengan itu, tidak menjadikan sebagai bahan ejekan dan bayolan, agar membuat orang lain tertawa ataupun menghina. Barangsiapa bertindak demikian maka ia telah kafir, karena tindakan tersebut sebagai bukti penghinaan terhadap Allah Subhanahu Wata’ala , para Rasul-Nya, kitab-kitab-Nya dan syariat-syariat-Nya. Maka barangsiapa melakukan perbuatan tersebut, hendaknya bertaubat kepada Allah Subhanahu Wata’ala , karena perbuaan itu termasuk kemunafikan dan hendaknya harus bertaubat kepada Allah Subhanahu Wata’ala , memohon ampunan dan memperbaiki perbuatannya serta menumbuhkan di dalam hatinya rasa takut, pengagungan dan cinta terhadap-Nya. Hanya Allah Subhanahu Wata’ala lah yang kuasa memberi taufik.[11]
Penghinaan Terhadap Orang Shalih Dalam Pentas Lawak
Terkadang para pelawak berekting menjadi sosok seorang tokoh agama atau ustadz, namun sosok tersebut menjadi bahan ledekan dan guyonan, bahkan mereka menirukan gaya, gerakan dan mimik sang ustadz, tetapi muatan bicara dan perkataannya jauh dari norma kepantasan sehingga menjatuhkan kredibiltas sosok dan figur agama.
Syaikh Utsaimin ditanya: Apa hukum mengolok-olok orang-orang yang konsisten dalam menjalankan perintah-perintah Allah Subhanahu Wata’ala .
Jawaban: Mengolok-olok orang-orang yang konsisten dan istiqamah dalam menjalankan perintah Allah Subhanahu Wata’ala dan Rasul-Nya, dikarenakan konsistensi mereka merupakan perbuatan haram dan sangat membahayakan pelakunya, karena dikhawatirkan ejekan tersebut berangkat dari sikap ketidaksukaannya terhadap keistiqamahan mereka dalam menjalankan agama Allah Subhanahu Wata’ala , maka ia serupa dengan yang disebutkan Allah Subhanahu Wata’ala dalam firanNya: Jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu), tentu mereka akan menjawab:”Sesungguhnya kami hanya bersenda gurau dan bermain-main saja”. Katakanlah:”Apakah dengan Allah Subhanahu Wata’ala , ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?”Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu kafir sesudah beriman. (QS. 9:65-66)
Kami belum penah melihat seperti para pembaca (Al Qur’an) di antara kami, yang lebih buncit perutnya, lebih berdusta lisannya dan pengecut saat berhadapan dengan musuh. Maksudnya adalah Rasulullah Shallallohu ‘Alaihi Wasalam dan para sahabatnya. Lalu turunlah ayat tentang mereka: Jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu), tentu mereka akan menjawab:”Sesungguhnya kami hanya bersenda gurau dan bermain-main saja”.( At Taubah 65)
Oleh karena itu, hendaklah berhati-hati orang yang suka mengolok-olok komunitas atau kelompok yang menebarkan kebenaran, karena mereka yang diejek dan diolok-olok adalah termasuk para ahli agama yang dimaksudkan dalam firman Allah Subhanahu Wata’ala : Sesungguhnya orang-orang yang berdosa, adalah mereka yang dahulunya (di dunia) menertawakan orang-orang yang beriman.) Dan apabila orang-orang beriman lalu di hadapan mereka, mereka saling mengedip-ngedipkan matanya. Dan apabila orang-orang berdosa itu kembali kepada kaumnya, mereka kembali dengan gembira. Dan apabila mereka melihat orang-orang mu’min, mereka mengatakan: “Sesungguhnya mereka itu benar-benar orang-orang yang sesat”, padahal orang-orang yang berdosa itu tidak dikirim untuk penjaga bagi orang-orang mu’min. Maka pada hari ini, orang-orang yang beriman menertawakan orang-orang kafir, mereka (duduk) di atas dipan-dipan sambil memandang. Sesungguhnya orang-orang kafir telah diberi ganjaran terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan. (QS. 83:29-36)[12]
----------------000-----------------
[1]. Tafsir Ma’alimut Tanzil, al-Baghawi, 8/ 466.[2] . Shahih diriwayatkan Imam Ahmad dalam Musnadnya dan lihat al-Fathur Rabbani, Ahmad Abdurrahman al-Bana, 22/ 239 dan Imam Muhammad at-Tibrizi dalam Miskatul Masabih, bab Mizah (4889), 3/ 1370. dishahihkan Syaikh al-Bani.
[3] . Shahih diriwayatkan Imam Muhammad at-Tibrizi dalam Miskatul Masabih, bab Mizah (4835), 3/ 1360.
[4] . Shahih diriwayatkan Imam at-Tirmdzi dalam Sunannya (2315) dan Imam at-Tibrizi dalam Miskatul Mashabih, bab Hifzul Lisan (4834) dan disahihkan Syaikh al-Bani.
[5] . Lihat Jamiul Ulum wal Hikam, Ibnu Rajab, 1/336
[6] . Shahih diriwayatkan Imam Bukhari dalam Shahihnya (6474) dan Imam Muhammad at-Tibrizi dalam Miskatul Masabih, bab Mizah (4889), 3/ 1370.
[7] . Shahih diriwayatkan Imam Bukhari dalam Shahihnya (6478) dan Imam Ibnu Majah dalam Sunannya (3970)
[8] . Shahih diriwayatian Imam Ahmad dalam Musnadnya, 2/ 267, Imam Bukhari dalam Shahihnya (6018), (6136) dan (6475), Imam Muslim dalam Shahihnya ((47), Abu Daud dalam Sunannya (5154) dan Imam Tirmidzi dalam Sunannya (2500) serta Ibnu Hibban dalam Shahihnya (506)
[9] . Shahih diriwayatkan Imam at-Timrmidzi dalam Sunannya (2317) dan Imam Ibnu Majah dalam Sunannya (3976) dan Ibnu Hibban dalam Shahihnya (229).
[10] . Shahih diriwayatkan Imam at-Tirmidzi dalam Sunannya (2313) dan dishahihkan Syaikh al-Albani.
[11] . Majmu’ Fatawa wa Rasail Syaikh Utsaimin, 2/ 156-157.
[12] . Majmu’ Fatawa wa Rasail Syaikh Utsaimin, 2/ 157-158.
sumber: http://www.zainalabidin.org
Post a Comment