F0GAxlSUN0OEmaFkMbnca2nyh81gHBssC6AV9hGe
Bookmark

Audio ke-183 Muzaroah - Kerjasama Pengelolaan Ladang Bag. 06

Audio ke-183 Muzaroah - Kerjasama Pengelolaan Ladang Bag. 06
🌐 WAG Dirosah Islamiyah Dewan Fatwa Perhimpunan Al-Irsyad
🗓 SENIN | 19 Rabi’ul Awwal 1446H | 23 September 2024M
🎙 Oleh: Ustadz Dr. Muhammad Arifin Badri, Lc., M.A. حفظه الله تعالى
🔈 Audio ke-183
https://drive.google.com/file/d/1Uq-FrB8BKua0U-caSjJ1Q3dpd2m3VC6u/view?usp=sharing

Muzaroah - Kerjasama Pengelolaan Ladang Bagian Keenam


بسم الله الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله، والصلاة والسلام على رسول الله أما بعد

Anggota grup Dirosah Islamiyah yang semoga senantiasa dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta’āla.

Masih bersama pembahasan tentang al-muzaroah (kerjasama dalam penggarapan lahan pertanian)

Al-Imam Syafi'i berusaha menganalisa dalil, beliau tidak murni mengikuti logika. Andai mengikuti logika tentu seperti yang tadi dikatakan oleh Al-Imam Ibnu Taimiyah.

Namun beliau berusaha mengedepankan dalil dan ternyata analisa dalil yang beliau lakukan, kajian terhadap dalil-dalil dari Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam yang beliau lakukan mengantarkan pada satu kesimpulan bahwa akad muzaroah terlarang.

Kenapa? karena ada hadits riwayat dari Abu Rofiq. Dan Imam Syafi'i dalam hal ini merasa bahwa hadist Abu Rofiq itu tidak dianulir, sehingga hadits itu merupakan larangan dan beliau tidak berani untuk melanggar larangan tersebut walaupun beliau paham, beliau memahami sepenuhnya seperti yang diutarakan oleh Imam Ibnu Taimiyah bahwa muzaroah itu lebih dekat kepada keadilan.

Tetapi beliau punya prinsip, dan itu seharusnya kita teladani semangat beliau ini. Prinsip beliau ini seharusnya diteladani oleh setiap muslim.

وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَّلَا مُؤْمِنَةٍ اِذَا قَضَى اللّٰهُ وَرَسُوْلُهٗٓ اَمْرًا اَنْ يَّكُوْنَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ اَمْرِهِمْ

Tidaklah pantas bagi seorang mukmin atau seorang mukminah bila Allah dan Rasul-Nya telah menentukan satu keputusan, kemudian mereka memiliki pilihan tersendiri atau keputusan alternatif lainnya. [QS Al-Ahjab: 36]

Dan ini yang diutarakan oleh Rafi' bin Khadij dan keluarganya ketika mereka mengatakan bahwa,

نَهَانِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ أَمْرٍ كَانَ لَنَا نَافِعًا

Nabi melarang kita dari melakukan suatu transaksi satu kerjasama yang itu terbukti bermanfaat bagi kami.

وَطَوَاعِيَةُ اللَّهِ وَرَسُولِهِ أَنْفَعُ لَنَا

Namun tetap taat kepada Allah dan Rasul-Nya itu lebih berguna, lebih bermanfaat bagi kami dibanding menuruti logika, menuruti tradisi, menuruti persepsi kita bawa itu bermanfaat. Akhirnya terwujudlah ketaatan dan kepatuhan kepada Allah dan Rasul-Nya.

Imam Syafi’i, belum sampai kepada-nya hadits-hadits yang menganulir larangan ini, sehingga beliau mempertahankan dan bersikap seperti yang ditunjukkan oleh para sahabat, Rafi’ bin Khadij, paman-pamannya dan yang lainnya, yaitu tetap patuh walaupun secara logika mereka mengatakan bahwa muzaroah itu sesuatu yang sangat berguna

Tetapi para ulama yang lainnya, karena mereka telah sampai kepadanya dalil-dalil yang menganulir riwayat tersebut, bahkan dari sahabat Rafi' bin Khadij sendiri.

Dari sahabat Rafi' bin Khadij sendiri bahwa yang dilarang oleh Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam itu ialah menjalin kerjasama muzaroah (penggarapan lahan), namun skema pembagian hasilnya tidak dengan prosentase tetapi berdasarkan letak lahan, sehingga terjadi atau memancing terjadinya sengketa karena pembagian dengan berdasarkan letak lahan.

Lahan yang dekat dengan sumber air hasil panennya dimiliki oleh pemilik ladang, yang jauh dari sumber air hasilnya dimiliki oleh pengelola. Ini potensi menimbulkan sengketa atau boleh dikata itu mengandung unsur gharar.

Karena bisa jadi yang dekat sumber air hasilnya bagus, yang jauh dari air hasilnya buruk, atau bahkan bisa jadi yang dekat dengan air gagal panen karena diterjang banjir yang jauh dari sumber air berhasil panen karena tidak terkena banjir, atau sebaliknya, sehingga ini ada unsur gharar, karena itulah dilarang

Dan seperti yang kami bacakan bahwa Abu Rafi' meriwayatkan dari Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bahwa,

فَأَمَّا شَيْءٌ مَعْلُومٌ مَضْمُونٌ فَلَا بَأْسَ بِهِ

Adapun menyewakan lahan pertanian dengan nilai sewa yang jelas maka tidak terlarang.

Secara logika kalau menyewakan saja boleh, tentu dengan skema kerjasama itu tentu boleh, karena praktek kerja sama yang dilarang oleh Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam adalah ketika pembagian hasilnya ternyata berdasarkan lokasi lahan pertanian, bukan dalam prosentase.

Dan praktek Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam kemudian para Khulafa' Rosyidin, ternyata Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam menerapkan skema muzaroah dan juga skema musaqoh (menggarap ladang) dengan Yahudi Khaibar.

Hingga Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam telah meninggal dunia kerjasama itu masih berlangsung, dilanjutkan oleh sahabat Abu Bakar, dan kemudian diteruskan oleh khalifah Umar bin Khattab pada awal pemerintahannya.

Dan kemudian sampai akhirnya Umar bin Khattab Radhiyallahu ta'ala 'Anhu memutuskan untuk mengakhiri bekerja sama dengan orang-orang Yahudi dalam penggarapan dan pengelolaan lahan pertanian yang ada di negeri Khaibar.

Ini membuktikan bahwa skema muzaroah yaitu kerjasama menggarap lahan pertanian itu suatu yang diterapkan Nabi dan akhirnya dibolehkan dan itu sebagaimana disebutkan dan dijelaskan Ibnu Taimiyah bahwa itu lebih dekat kepada keadilan dibanding akad sewa menyewa walaupun akad sewa menyewa itu boleh, sehingga siapapun yang membolehkan adanya sewa-menyewa lahan pertanian, logikanya dia harus membolehkan kerjasama muzaroah.

Dan Alhamdulillah secara de facto masyarakat kita walaupun masyarakat kita menganut madzhab Syafi'i tetapi secara de facto masyarakat kita telah sejak dahulu kala turun temurun menerapkan kerjasama muzaroah.

Muzaroah yaitu sebagian pemilik lahan mempercayakan, menyerahkan lahan pertaniannya untuk dikelola dan digarap oleh orang lain, ditanami ,dan dirawat dan ketika musim panen tiba mereka berbagi hasil dengan prosentase ataupun nisbah yang disepakati, bisa fifty-fifty, bisa paroh-paroh, bisa sepertiga berbanding duapertiga, atau yang lainnya

Kenapa? karena sekali lagi akad muzaroah lebih tepat untuk digolongkan, dikelompokkan bersama akad musyarakah, serikat dagang, kerjasama dalam pengelolaan modal dibanding dikelompokkan dengan akad ijarah.

Dan di antara akad yang serupa dan juga sering dilakukan oleh para petani para pemilik lahan adalah akad musaqah, yaitu kerja sama mengelola ladang, perkebunan.

Ketika anda memiliki ladang perkebunan kurma, atau kelapa, atau sawit, atau karet atau yang lainnya. Dan ternyata Anda merasa kewalahan untuk mengelola sendiri atau anda mungkin merasa kurang maksimal.

Kemudian Anda percayakan, Anda kerjasama dengan orang lain agar dia yang mengelola, dia yang menyiangi, dia yang memupuk, dia yang merawat. Dan ketika musim panen tiba Anda berbagi hasil dengannya. Ini disebut dengan musaqoh.

Bedanya dengan al-muzaroah, kalau al-muzaroah itu kerjasama menanam tanaman, kalau mutsaqoh itu mengelola tanaman yang sudah ada, dan biasanya tanaman yang berbatang keras seperti sawit, kurma, atau yang serupa

Dua model akad ini seperti diutarakan itu lebih tepat bila dikelompokkan bersama akad musyarakah atau mudharabah. Di mana salah satu pihak sebagai pemilik modal, pemilik harta baik berupa modal tunai ataupun berupa modal lahan pertanian, ataupun modal perkebunan, ataupun modal dalam bentuk yang lainnya.

Kemudian pihak kedua dia bekerja sama dengan skillnya, waktunya, tenaganya, pikirannya.

Dan dari hasil bekerja sama ini kemudian kedua belah pihak mendapatkan keuntungan dari hasil panen ataupun keuntungan yang didapat.

Ini yang bisa kami sampaikan pada kesempatan yang berbahagia ini, kurang dan lebihnya saya mohon maaf

بالله توفيق والهدية
و السلام عليكم ورحمه الله وبركاته

•┈┈•⊰✿✿⊱•┈┈•
Post a Comment

Post a Comment

Aturan berkomentar:
- Afwan, komentar yang mengandung link hidup dan spam akan kami remove.
- Silahkan ikuti blog ini untuk update info terbaru kami, dengan cara klik Follow+