F0GAxlSUN0OEmaFkMbnca2nyh81gHBssC6AV9hGe
Bookmark

Audio ke-179 Muzaroah - Kerjasama Pengelolaan Ladang Bag. 02

Audio ke-179 Muzaroah - Kerjasama Pengelolaan Ladang Bag. 02
🌐 WAG Dirosah Islamiyah Dewan Fatwa Perhimpunan Al-Irsyad
🗓 SELASA | 13 Rabi’ul Awwal 1446H | 17 September 2024M
🎙 Oleh: Ustadz Dr. Muhammad Arifin Badri, Lc., M.A. حفظه الله تعالى
🔈 Audio ke-179
https://drive.google.com/file/d/1FnxEC_j_3zeJTbYHTZD2woyB_egTt93o/view?usp=sharing

Muzaroah - Kerjasama Pengelolaan Ladang Bagian Kedua


بسم الله الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله، والصلاة والسلام على رسول الله أما بعد

Anggota grup Dirosah Islamiyah yang semoga senantiasa dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta’āla.

Pada kesempatan yang berbahagia ini saya mengajak Anda untuk berbincang-bincang perihal akad muzaroah yaitu kerjasama dalam pengelolaan ladang

Akad muzaroah ini dalam literasi Fiqih Syafi'i memiliki persyaratan-persyaratan yang cukup berat untuk diterapkan, walaupun secara tinjauannya itu boleh tetapi ada persyaratan yang membatasi aplikasi dari akad muzaroah ini.

Contohnya adalah ketika terjadi kesepakatan muzaroah pemilik lahan menyerahkan lahannya (sawahnya) kepada pengelola, maka mereka bersyarat semua yang dibutuhkan untuk mengelola ladang termasuk benih, pupuk, alat untuk bercocok tanam, semua harus disediakan oleh pemilik ladang.

Sedangkan pengelola dia hanya betul-betul datang dengan tenaganya saja, tidak boleh dipersyaratkan dia harus membawa pupuknya atau benihnya, karena kalau sampai pengelola dia yang mendatangkan benihnya, dia yang menanggung pupuknya, dia yang menanggung pestisida untuk membasmi hamanya.

Maka keluar dari akad muzaroah dan menjadi akad musyarakah, akan menjadi serikat dagang, tidak lagi menjadi akad muzaroah. Karena kedua belah pihak katanya sama-sama mendatangkan modal, sama-sama setor modal sehingga ini lebih relevan dengan akad musyarakah.

Kemudian kriteria kedua bahwa dalam akad Muzaroah para fuqaha Syafi'i dalam banyak literasi fiqih Syafi'i dipersyaratkan tidak boleh diterapkan pada lahan yang betul-betul lahan kosong.

Seperti kebanyakan lahan pertanian yang ada di negeri kita, tetapi akad Muzaroah hanya boleh diterapkan bila akad ini bersifat tabi’ yaitu mengikuti akad lain, menjadi akad sekunder, ada akad primernya yaitu apa?

Akad Musaqoh yaitu itu bila Anda memiliki lahan perkebunan di tengah atau disebagian sudut lahan perkebunan tersebut ada tanah kosong yang hendak ditanami, maka Anda boleh menjalin kerjasama dengan pengelola kebun Anda agar dia juga menanam tanaman di lahan kosong di salah satu sudut perkebunan Anda.

Adapun memang bila dari semula tanah tersebut tanah terbuka tidak ada tanaman apapun kemudian anda menginginkan kerjasama sebagaimana yang sewajarnya di masyarakat kita. Penggarapan sawah, maka dalam literasi fiqih Syafi'i itu terlarang.

Kenapa? Karena ada beberapa dalil dari Nabi Shallallahu alaihi wasallam yang melarangnya. Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda,

مَنْ كَانَتْ لَهُ أَرْض فَلْيَزْرَعْهَا أَوْ لِيُزْرِعهَا أَخَاهُ

Siapapun yang memiliki tanah pertanian, maka hendaknya dia tanami sendiri atau dia berikan kepada saudaranya agar ditanami oleh saudaranya.

وَلاَ يُكَارِيهَا

Dalam riwayat lain

وَلَا يُؤَاجِرهَا

Jangan sampai dia menyewakannya, jangan sampai dia menyewakan lahan tersebut

بِثُلُثٍ وَلاَ رُبُعٍ

Jangan disewakan dengan nilai sewa sepertiga atau seperempat dari hasil panen lahan tersebut.

وَلاَ طَعَامٍ مُسَمًّى

Dan juga tidak boleh disewakan dengan bahan makanan dalam nominal tertentu, dalam kadar tertentu. [HR Sunan an-Nasa’i: 3897]

Rafi' bin Khadij salah seorang sahabat Anshar yang dia adalah seorang petani. Beliau meriwayatkan:

كُنَّا نُحَاقِلُ بِالْأَرْضِ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَنُكْرِيهَا بِالثُّلُثِ وَالرُّبُعِ وَالطَّعَامِ الْمُسَمَّى

Dahulu kami biasa menyewakan lahan pertanian di zaman Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam dengan nilai sewa sepertiga, atau seperempat, atau dengan bahan makanan dalam kadar tertentu kepada seseorang, disewakan nilai sewanya sepertiga atau seperempat dari hasil panen lahan tersebut.

فَجَاءَ ذَاتَ يَوْمٍ رَجُلٌ مِنْ عُمُومَتِي

Namun katanya di suatu hari salah seorang pamanku datang dan mengatakan.

نَهَانِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ أَمْرٍ كَانَ لَنَا نَافِعًا

Saat ini Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam telah melarang kita dari suatu transaksi, satu kesepakatan akad yang sebetulnya itu sangat bermanfaat bagi kita.

وَطَوَاعِيَةُ اللَّهِ وَرَسُولِهِ أَنْفَعُ لَنَا

Dan tentunya untuk tetap tunduk dan patuh kepada Allah dan Rasul-Nya itu lebih bermanfaat dibanding meneruskan akad yang terlarang tersebut.

نَهَانَا أَنْ نُحَاقِلَ بِالْأَرْضِ وَنُكْرِيَهَا بِالثُّلُثِ وَالرُّبُعِ وَالطَّعَامِ الْمُسَمَّى

Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam melarang kita untuk menjalin kesepakatan penggarapan sawah, penggarapan lahan (ladang) pertanian dengan pembagian sepertiga atau seperempat atau dalam imbalan, dengan imbalan

الطَّعَامِ الْمُسَمَّى

Bahan makanan yang telah disepakati kadarnya.

وَأَمَرَ رَبَّ الْأَرْضِ

Kemudian Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam memerintahkan para pemilik tanah.

أَنْ يَزْرَعَهَا
Agar dia menggarapnya sendiri.

أَوْ يُزْرِعَهَا

Atau kalau memang dia tidak siap menggarap sendiri dia serahkan agar digarap oleh orang lain untuk diambil hasil panennya.

وَكَرِهَ كِرَاءَهَا وَمَا سِوَى ذَلِكَ

Dan Nabi membenci, tidak suka bila kita tetap menyewakannya dengan nilai sewa sepertiga dari hasil panen lahan tersebut. [HR Sunan an-Nasa’i: 3835]

Dalam riwayat lain Nabi dengan lebih tegas, dalam riwayat Bukhari, dalam hadits riwayat Jabir,

مَنْ كَانَتْ لَهُ أَرْضٌ فَلْيَزْرَعْهَا

Siapapun yang punya tanah, lahan pertanian silahkan dia tanami.

أَوْ لِيَمْنَحْهَا

Kalau dia tidak mampu menanami sendiri berikan kepada saudaranya.

فَإِنْ لَمْ يَفْعَلْ فَلْيُمْسِكْ أَرْضَهُ

Kalau dia tidak mau menanami sendiri, tidak mau juga menyerahkan kepada saudaranya agar ditanami dan diambil hasil panennya maka hendaknya dia tahan, jangan disewakan. [HR Bukhari: 2172]

Beberapa riwayat ini kemudian menjadi dasar para fuqaha Syafi'i melarang akad muzaroah (penggarapan sawah) dengan alasan yaitu adanya unsur gharar.

Ini yang bisa kami sampaikan pada kesempatan yang berbahagia ini, kurang dan lebihnya saya mohon maaf

بالله توفيق والهدية
و السلام عليكم ورحمه الله وبركاته

•┈┈•⊰✿✿⊱•┈┈•
Post a Comment

Post a Comment

Aturan berkomentar:
- Afwan, komentar yang mengandung link hidup dan spam akan kami remove.
- Silahkan ikuti blog ini untuk update info terbaru kami, dengan cara klik Follow+