F0GAxlSUN0OEmaFkMbnca2nyh81gHBssC6AV9hGe
Bookmark

Audio ke-97 Bab Hukum Seputar Shalat Berjamaah Bag. 3

Audio ke-97 Bab Hukum Seputar Shalat Berjamaah Bag. 3
🌐 WAG Dirosah Islamiyah Dewan Fatwa Perhimpunan Al-Irsyad
🗓 SELASA | 6 Rabi’ul Awwal 1446 H | 10 September 2024 M
🎙 Oleh: Ustadz Dr. Anas Burhanuddin, Lc., M.A. حفظه الله تعالى
🔈 Audio ke-97
https://drive.google.com/file/d/15r0qqKCLW8Ysaj0s_fPvP4qEIn521W9I/view?usp=sharing

Bab Hukum Seputar Shalat Berjama’ah (Bag. 3)

بسم الله الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمدلله رب العالمين والصلاة والسلام على أشرف الأنبياء والمرسلين سيدنا محمد وعلى آله وأصحابه أجمعين
أما بعد
Anggota grup WhatsApp Dirosah Islamiyah yang semoga senantiasa dirahmati oleh Allāh subhānahu wa ta’ālā.

Kita lanjutkan kajian kita dari kitab Matnul Ghāyah wat Taqrīb (متن الغاية والتقريب) karya Abu Syuja’ Al-Ashfahani rahimahullāhu ta’ālā.

Masih pada bab shalat, kali ini kita akan meneruskan beberapa hukum tentang shalat jama’ah. Abu Syuja’ Al-Ashfahani rahimahullāhu ta’ālā mengatakan,

وَأَيَّ مَوْضِعٍ صَلَّى فِي المَسْجِدِ بِصَلاَةِ الإِمَامِ فِيهِ وَهُوَ عَالِمٌ بِصَلاَتِهِ أَجْزَئَهُ مَا لَمْ يَتَقَدَّمْ عَلَيْهِ

Dan di manapun, di bagian masjid manapun, seorang makmum shalat di belakang imam dan makmum tersebut mengetahui shalatnya imam, maka itu cukup baginya selagi dia tidak berada di depan imam.


وَإِنْ صَلَّى فِي المَسْجِدِ وَالمَأْمُومُ خَارِجَ المَسْجِدِ قَرِيباً مِنْهُ وَهُوَ عَالِمٌ بِصَلاَتِهِ وَلَا حَائِلَ هُنَاكَ جَازَ

Dan kalau seorang imam shalat di masjid sedangkan makmumnya shalat di luar masjid dekat dari imam dan si makmum mengetahui shalatnya imam serta tidak ada penghalang di sana, maka shalat tersebut juga boleh.

Dalam paragraf ini Abu Syuja’ Al-Ashfahani rahimahullāhu ta’ālā berbicara tentang posisi makmum dan imam. Beliau menjelaskan perbedaan syarat antara posisi ketika seorang imam dan makmum sama-sama berada di dalam masjid dan ketika keduanya berbeda tempat, imamnya di masjid sedangkan makmumnya di luar masjid.

Adapun ketika imam dan makmum sama-sama berada di masjid, maka di manapun makmum shalat maka shalatnya sah. Itu cukup baginya dengan dua syarat,

Yang pertama dia bisa mengetahui shalatnya imam, baik dengan melihat imam langsung, mendengarkan suaranya atau mendengarkan suara mubaligh yaitu orang yang mengulang suara imam atau dengan melihat shaf di depannya.

Kalau dia bisa mengetahui shalatnya imam, gerakan shalat imam atau bacaan shalat imam dengan salah satu dari cara-cara di atas maka shalatnya sah. Meskipun posisi dia jauh dari imam, meskipun barangkali imam di lantai satu makmum di lantai dua.

Bahkan para fuqaha menjelaskan bahkan kalau seandainya imamnya di menara sedangkan makmumnya di lantai dasar atau sebaliknya, imamnya di bagian paling bawah masjid, katakanlah sumur di masjid itu sedangkan makmum di menara masjid. Maka shalat makmum tersebut sah dengan syarat makmum ini posisinya tidak berada di depan imam.

Karena para sahabat yang shalat di belakang Rasūlullāh shallallāhu ‘alaihi wa sallam juga para jama'ah yang shalat di belakang para Khulafaur Rasyiddin (Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali bin Abi Thalib) tidak diriwayatkan bahwasanya seorang pun di antara mereka ada yang shalat di depan imam.

Dan kalau ada orang yang shalat di depan imam maka shalatnya tidak sah. Sebagian fuqaha mengqiyaskan hadits itu dengan mendahului gerakan imam, di mana kalau seorang makmum mendahului gerakan imam dengan sengaja maka shalatnya tidak sah.

Ini untuk makmum yang berada di dalam masjid dan imamnya juga berada di dalam masjid.

Adapun kalau imamnya berada di dalam masjid sedangkan makmumnya berada di luar masjid maka ada beberapa syarat tambahan yang harus dipenuhi agar shalatnya si makmum menjadi sah.
  1. Hendaknya posisi makmum tidak terlalu jauh dari imam. Para ulama menjelaskan jarak tersebut maksimal adalah 300 hasta (kurang lebih kira-kira 100 M) dari bagian akhir masjid. Jadi jaraknya tidak boleh terlalu jauh.
  2. Makmum harus bisa mengetahui shalatnya imam baik dengan mendengar suaranya, melihat imam langsung atau melihat shaf yang ada di depannya (shaf yang paling dekat).
  3. Tidak boleh ada penghalang di sana, jadi hendaknya pintu masjid tersebut terbuka, sehingga makmum bisa melihat ke bagian dalam atau juga tidak boleh ada penghalang yang menghalangi makmum dari melihat ke depan (tidak dibatasi oleh dinding dan semacamnya).

Jika tiga syarat tambahan ini terpenuhi, maka shalat makmum tersebut meskipun dia berada di luar masjid sedangkan imamnya berada di masjid menjadi sah. Adapun kalau salah satunya tidak terpenuhi maka shalatnya menjadi tidak sah.

Untuk memperjelas apa yang disampaikan oleh Abu Syuja’ Al-Ashfahani rahimahullāhu ta’ālā barangkali kita bisa memberikan sebuah contoh yang membantu memudahkan pemahaman.

Kita tahu bahwasanya di masjidil Haram atau di masjid Nabawi sering terjadi jama'ah yang meluber ke mana-mana, sehingga dalam kondisi tersebut sering terjadi imam di dalam masjid sementara makmumnya di luar masjid.

Kalau para makmum ini shalat di sekitar masjid tapi jaraknya tidak terlalu jauh dari masjid, mereka bisa mengetahui shalatnya imam kemudian tidak ada penghalang antara mereka dengan imam. Di mana masjidnya pintunya tidak tertutup maka shalat jama'ah mereka di belakang imam adalah shalat yang sah.

Tapi kalau salah satu syaratnya tidak terpenuhi misalnya jarak yang terlalu jauh, contohnya adalah saat kita melihat shalat di Masjidil Haram sementara posisi kita ada di Indonesia misalnya, di sini kita bisa mengetahui shalatnya imam tapi ada dua syarat lain yang tidak terpenuhi, di mana jarak kita terlalu jauh, kemudian juga ada penghalang yang menghalangi kita dari imam yang berada di Masjidil Haram.

Atau juga orang-orang yang shalat di sekitar Masjidil Haram tetapi dari kamar-kamar mereka (di hotel) atau dari mushala-mushala yang disediakan oleh hotel tersebut, ini menurut keterangan yang disampaikan oleh Abu Syuja’ Al-Ashfahani berdasarkan pendapat madzhab Syafi'i jama'ah tersebut tidak sah karena ada beberapa syarat yang tidak terpenuhi.

Bisa jadi karena jaraknya yang terlalu jauh atau karena ada penghalang, pintu masjid memang tidak tertutup tetapi ada penghalang berupa bangunan hotel, kamar-kamar mereka di dalam hotel yang membuat mereka tidak bisa melihat kepada imam atau melihat kepada shaf yang paling belakang.

Ini adalah tambahan penjelasan dalam pasal tentang shalat Jama'ah. Demikian wallāhu ta’ālā a’lam.


وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم.وآخر دعوانا أن الحمد لله رب العالمين


•┈┈•⊰✿✿⊱•┈┈•
Post a Comment

Post a Comment

Aturan berkomentar:
- Afwan, komentar yang mengandung link hidup dan spam akan kami remove.
- Silahkan ikuti blog ini untuk update info terbaru kami, dengan cara klik Follow+