F0GAxlSUN0OEmaFkMbnca2nyh81gHBssC6AV9hGe
Bookmark

Audio ke-71 Maskawin Dalam Pernikahan Bag. 05

Audio ke-71 Maskawin Dalam Pernikahan Bagian Kelima - Fiqih Nikah / Baiti Jannati
🌐 WAG Dirosah Islamiyah Dewan Fatwa Perhimpunan Al-Irsyad
🗓 RABU| 5 Muharram 1444H | 3 Agustus 2022M
🎙 Oleh: Ustadz Dr. Muhammad Arifin Badri, Lc., M.A. حفظه الله تعالى
🔈 Audio ke-071
https://drive.google.com/file/d/15ZgsRzVpz-XtM7kyDSOCi0x9bycGfvW3/view?usp=sharing

Maskawin Dalam Pernikahan Bagian Kelima


بسم اللّه الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
الحمد لله، والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه ومن والاه أما بعد

Kaum muslimin peserta grup Dirosah Islamiyah yang semoga senantiasa dirahmati Allāh Subhānahu wa Ta’āla.

Pada sesi sebelumnya kita berbincang-bincang tentang maskawin, menurut penjelasan al-Imam Abu Syuja, bahwa dalam urusan maskawin tidak ada batasan minimal ataupun batasan maksimal.

Berapa pun nilai dan nominal maskawin yang Anda berikan, selama itu adalah sesuatu harta yang bernilai maka boleh Anda jadikan maskawin.

Bahkan dalam sejarah di zaman Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam ketika ada seorang wanita yang menawarkan dirinya untuk dinikahi oleh Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam.

Namun (ternyata) Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam kala itu tidak berminat untuk menikahinya, maka datanglah seorang laki-laki yang mengatakan kepada Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam.

يَا رَسُولَ اللَّهِ زَوِّجْنِيهَا إِنْ لَمْ تَكُنْ لَكَ فِيهَا حَاجَةٌ
"Ya Rasūlullāh, nikahkan aku dengan dia bila engkau memang tidak berkenan untuk menikahinya."

Maka Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam mengabulkan permintaan lelaki tersebut, kemudian sebagai bentuk dan tindak lanjut atas restu untuk menikahkan wanita itu dengan laki-laki ini.

Beliau bertanya,

هَلْ عِنْدَكَ مِنْ شَيْءٍ تُصْدِقُهَا؟
"Kalau aku akan menikahkan kamu dengan dia, apa yang akan engkau berikan kepadanya sebagai maskawin untuk membuktikan akan ketulusan dan kesetiaan hati Anda?"

Maka lelaki itu mengatakan dengan jujur,

مَا عِنْدِي إِلَّا إِزَارِي هَذَا
"Ya Rasūlullāh, aku tidak mempunyai harta apapun kecuali kain sarung yang aku kenakan ini."

Kemudian Nabi menimpali dan mengatakan,

إِنْ أَعْطَيْتَهَا إِزَارَكَ جَلَسْتَ لَا إِزَارَ
"Kalau engkau memberikan kain sarung itu kepadanya sebagai maskawin, engkau tidak akan lagi mempunyai kain yang menutup dirimu (menutupi auratmu)."

Maka Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam, kemudian memberikan arahan kepada lelaki itu,

فَالْتَمِسْ وَلَوْ خَاتَمًا مِنْ حَدِيدٍ
"Silakan engkau cari di rumahmu apa yang bisa engkau berikan kepadanya sebagai maskawin"
Kemudian lelaki itu kembali dan mengatakan,

فَلَمْ يَجِدْ شَيْئًا
"Aku tidak memiliki apapun yang bisa aku berikan kepadanya sebagai maskawin."

Kemudian Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam menyatakan kepadanya,

هَلْ مَعَكَ مِنَ الْقُرْآنِ شَيْءٌ
"Kalau engkau tidak mempunyai apapun, apakah kamu hapal beberapa surat dalam Al-Qur'an?"

Lelaki itu mengatakan,

قَالَ نَعَمْ سُورَةُ كَذَا وَسُورَةُ كَذَا
"Betul aku menghapal beberapa surat dalam Al-Qur'an."

Maka Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam menikahkan lelaki itu dengan wanita yang menawarkan dirinya tadi kepada Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam.

انْطَلِقْ فَقَدْ زَوَّجْتُكَهَا فَعَلِّمْهَا مِنَ الْقُرْآنِ»
"Kalau begitu silakan engkau bawa pulang istrimu ini karena aku telah menikahkan engkau dengannya, dengan maskawin beberapa surat yang harus engkau ajarkan kepadanya."

Dalam kasus ini Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam dengan jelas mengatakan:

الْتَمِسْ وَلَوْ خَاتَمًا مِنْ حَدِيدٍ
Carilah harta yang bisa engkau jadikan sebagai maskawin untuk wanita ini walau itu berupa cincin besi, kata Nabi. [HR Bukhari dan Muslim]
Para ulama mengatakan, kata-kata وَلَوْ خَاتَمًا مِنْ حَدِيدٍ itu mencerminkan akan taqlid sebagai satu ungkapan yang menggambarkan bahwa sekecil apapun, selama itu adalah harta, boleh engkau jadikan sebagai maskawin. Karena kata-kata lau (لَوْ) ini untuk يُفِيْضُ تقليل menggambarkan tentang minimal. Harta apapun, walaupun itu sangat kecil nilainya.

Sehingga berdasarkan hadits ini para ulama madzhab Syafi'i serta yang lainnya menyatakan bahwa, tidak ada batasan minimal dalam urusan maskawin selama itu adalah harta yang bernilai, maka boleh. Dan selama itu diterima (disepakati) oleh kedua belah pihak maka boleh dijadikan sebagai maskawin.

Sebaliknya pun demikian, tidak ada batasan maksimal karena Allāh Subhānahu wa Ta'āla menyatakan:

وَإِنْ أَرَدتُّمُ ٱسْتِبْدَالَ زَوْجٍۢ مَّكَانَ زَوْجٍۢ وَءَاتَيْتُمْ إِحْدَىٰهُنَّ قِنطَارًۭا فَلَا تَأْخُذُوا۟ مِنْهُ شَيْـًٔا
"Kalau engkau ingin menceraikan istrimu dan kemudian menikahi wanita lain padahal engkau telah memberi istrimu itu harta yang sangat banyak, maka engkau wahai kaum suami yang menceraikan istri, tidak halal untuk menarik kembali, walau sedikit dari maskawin yang telah engkau berikan." [QS An-Nissā: 20]

Walaupun maskawin itu sangat besar nilainya.

Qinthaar (قِنطَار) dalam bahasa Arab adalah ungkapan untuk menggambarkan harta yang sangat banyak. Sehingga berdasarkan penjelasan ini dan dalil-dalil di atas para fuqaha, para ahli fiqih dalam madzhab Syafi'i menyatakan bahwa tidak ada batasan minimal ataupun maksimal dalam urusan maskawin.

Ini yang bisa kami sampaikan pada kesempatan yang berbahagia ini, kurang dan lebihnya mohon maaf.

وبالله التوفيق و الهداية

Sampai jumpa di lain kesempatan.

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

•┈┈•⊰✿✿⊱•┈┈•
Post a Comment

Post a Comment

Aturan berkomentar:
- Afwan, komentar yang mengandung link hidup dan spam akan kami remove.
- Silahkan ikuti blog ini untuk update info terbaru kami, dengan cara klik Follow+