F0GAxlSUN0OEmaFkMbnca2nyh81gHBssC6AV9hGe
Bookmark

Audio ke-170 Ijaroh (Sewa Menyewa) Bag. 07

Audio ke-170 Ijaroh (Sewa Menyewa) Bag. 07
🌐 WAG Dirosah Islamiyah Dewan Fatwa Perhimpunan Al-Irsyad
🗓 RABU | 30 Shafar 1446H | 4 September 2024M
🎙 Oleh: Ustadz Dr. Muhammad Arifin Badri, Lc., M.A. حفظه الله تعالى
🔈 Audio ke-170
https://drive.google.com/file/d/1xCVh9S8aubkcaVB2OtrG6w-Dl55OcPQs/view?usp=sharing

Ijaroh (Sewa Menyewa) Bagian Ketujuh


بسم الله الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله، والصلاة والسلام على رسول الله أما بعد

Anggota grup Dirosah Islamiyah yang semoga senantiasa dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta’āla. Pada kesempatan yang berbahagia ini, kita sampai pada pembahasan tentang Ijaroh atau yang dikenal dengan sewa-menyewa.

Al-Muallif rahimahullāh ta'ala mengatakan:

ولا تَبْطُلُ الإجارة بموت أحد المُتَعَاقدين، وتَبطُلُ بتلف العين المستأجَرَة ولا ضَمَان على الأجير إلا بِعُدوان

Kata beliau: Akad sewa-menyewa karena itu adalah akad jual-beli yaitu jual-beli jasa ataupun kegunaan barang, maka itu adalah akad yang bersifat final (mengikat).

Alias ketika telah terjadi kesepakatan sewa-menyewa, maka keduanya berkewajiban secara mutlak untuk melaksanakan konsekuensi atau melaksanakan kesepakatan sewa-menyewa ini.

Alias penyewa harus melakukan pembayaran secara utuh sebagaimana pemilik barang berkewajiban untuk memberikan kesempatan kepada penyewa, memanfaatkan barang yang dia sewa untuk mendapatkan manfaat yang dia inginkan dalam batas waktu yang telah disepakati.

Dengan demikian karena sewa-menyewa adalah akad yang mengikat, maka kalau salah satu dari kedua belah pihak meninggal dunia, penyewa ataupun yang menyewakan. Satu dari keduanya meninggal dunia, maka akad Ijaroh (akad sewa-menyewa) ini tidak menjadi batal. Tetapi tetap harus dijalankan sampai batas akhir dari masa sewa.

Dengan demikian, ketika ada sewa-menyewa rumah misalnya, pemilik rumah meninggal dunia, ahli waris ingin segera membagi warisan maka penyewa berhak untuk mengatakan, "Tidak! Rumah tidak bisa segera dibagikan".

Kenapa? Karena penyewa masih memiliki hak untuk memanfaatkan rumah tersebut hingga masa akhir sewanya.

Sebagaimana bila penyewa meninggal dunia maka akad sewa-menyewa tidak menjadi batal, tetapi ahli waris penyewa berhak untuk melanjutkan memanfaatkan barang yang disewa oleh orang tua mereka sampai akhir masa sewa.

Ini sebagai penekanan dari muallif bahwa akad sewa-menyewa itu adalah akad yang bersifat mengikat mutlak atau final, tidak bisa batal hanya gara-gara kematian salah satu pihak.

Sebagaimana sewa-menyewa juga tidak bisa dibatalkan secara sepihak oleh satu orang, baik pemilik barang ataupun oleh penyewa. Kecuali bila ada kesepakatan di kedua belah pihak.

Selama keinginan untuk mengakhiri masa sewa itu muncul dari satu pihak saja maka tidak bisa. Akad sewa-menyewa tidak bisa menjadi batal bahkan tetap harus dijalankan hingga masa akhir sewa berlalu.

Karena itu kalau ternyata di tengah jalan misalnya A menyewa rumah B senilai 100 Juta selama 5 tahun. Setelah berlangsung masa sewa satu tahun ternyata si B ingin membatalkan akad sewa ini, atau ingin meminta kembali rumah tersebut untuk dia manfaatkan secara pribadi.

Maka si A berhak untuk mengatakan, "Saya tidak mau menyerahkan rumah ini, kecuali bila Anda mengganti rugi kepada Saya dengan nilai 200 Juta", lebih besar dibanding uang sewa yang dia bayarkan. Kalau Anda tidak mau memberi saya ganti rugi 200 Juta, saya tidak mau keluar dari rumah ini.

Maka itu sepenuhnya adalah hak si A, karena hak guna rumah selama masa sewa berlangsung itu mutlak milik si A dan si B karena telah menyewakannya kepada si A berkewajiban menghargai kesepakatan ini.

Sebaliknya pun demikian, bila si A ingin membatalkan akad sewa-menyewa sebelum berakhirnya akad sewa, kemudian dia meminta ganti rugi kepada pemilik rumah, kepada si B.

"Saya akan kembalikan rumah ini padahal masa sewa saya masih 4 tahun (misalnya) saya minta potongan, meminta uang saya dikembalikan sebagiannya. Karena nilai sewa rumah 20 juta pertahun, tolong kembalikan 80 juta, saya baru memanfaatkan satu tahun.

Kemudian si B ternyata mengatakan: "Saya tidak mau mengembalikan serupiah pun, kalau mau silakan huni rumah tersebut sampai selesai, kalau tidak kembalikan tanpa saya mengembalikan uang apapun".

Maka si B dalam ketentuan hukum syari'at boleh bersikap semacam itu dan itu tidak dikatakan dzhalim. Kenapa? Karena akad sewa menyewa bersifat final mengikat, sehingga harus dijalankan oleh kedua belah pihak secara benar dan tidak bisa dibatalkan secara sepihak.

Maka kalau si A ternyata ingin mengakhiri masa sewa sebelum waktunya, dia bisa sewakan kepada orang lain, atau dia kembalikan begitu saja (gratis) tanpa meminta ganti rugi, atau kalau memang pemilik rumah rela untuk memberikan ganti rugi dengan lebih kecil misalnya, maka itu sepenuhnya kembali kepada kesepakatan mereka berdua tidak ada yang dzhalim ataupun didzhalimi dalam hal ini.

Demikain yang bisa Kami sampaikan pada kesempatan yang berbahagia ini, kurang dan lebihnya saya mohon maaf.

وبالله التوفيق و الهداية
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته

•┈┈•⊰✿✿⊱•┈┈•
Post a Comment

Post a Comment

Aturan berkomentar:
- Afwan, komentar yang mengandung link hidup dan spam akan kami remove.
- Silahkan ikuti blog ini untuk update info terbaru kami, dengan cara klik Follow+