🌐 WAG Dirosah Islamiyah Dewan Fatwa Perhimpunan Al-Irsyad
🗓 SELASA | 15 Shafar 1446 H | 20 Agustus 2024 M
🎙 Oleh: Ustadz Dr. Anas Burhanuddin, Lc., M.A. حفظه الله تعالى
🔈 Audio ke-82
https://drive.google.com/file/d/1kacElsSK6LFNsLAGJ-oTtwkP2d2jjVOz/view?usp=sharingBab Perbedaan Shalat Wanita dan Laki-laki (Bag. 1)
بسم الله الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمدلله رب العالمين والصلاة والسلام على أشرف الأنبياء والمرسلين سيدنا محمد وعلى آله وأصحابه أجمعين
أما بعد
Anggota grup WhatsApp Dirosah Islamiyah yang semoga senantiasa dirahmati oleh Allāh subhānahu wa ta’ālā.
Masih bersama kajian kitab Matnul Ghāyah wat Taqrīb (متن الغاية والتقريب) karya Abu Syuja’ Al-Ashfahani rahimahullāhu ta’ālā.
Abu Syuja Al-Ashfahani rahimahullāhu ta’ālā membuat sebuah pasal,
Pasal lima perkara dimana wanita menyelisihi laki-laki dalam shalat
فَصْلٌ: وَالمَرْأَةُ تَخَالِفُ الرَّجُلَ فِي خَمْسَةِ أَشْيَاءَ
Dan wanita menyelisihi pria dalam lima perkara.
Jadi ada 5 perkara di mana hukumnya berbeda antara pria dengan wanita. Pada dasarnya pria dan wanita itu hukumnya sama, tapi beliau menyebutkan ada 5 hukum di mana wanita menyelisihi pria dalam shalat.
Apa saja itu? Beliau mengatakan,
فَالرَّجُلُ يُجَافِي مِرْفَقَيْهِ عَنْ جَنْبَيْهِ
Pria menjauhkan kedua sikunya dari pinggangnya.
Jadi saat sujud sunnahnya bagi pria adalah merenggangkan kedua tangannya, kedua sikunya dijauhkan dari samping badan (dari pinggang) sedemikian rupa.
Tangan sejajar dengan pundak seperti saat takbiratul ihram, tapi tangannya dijauhkan sedemikian rupa.
Laki-laki menjauhkan perut dari kedua pahanya dalam ruku’ dan sujud.
وَيُقِلُّ بَطْنَهُ عَنْ فَخِذَيْهِ فِي الرُّكُوعِ وَالسُّجُودِ
Juga pria itu merenggangkan perutnya dari pahanya dalam ruku’ dan sujud.
Ini sunnahnya pria, adapun para wanita seperti yang akan dibahas nanti, sunnah mereka adalah menelungkup (menggabungkan antara satu anggota dengan anggota yang lain) merapatkannya. Kalau pria sunnahnya adalah menjauhkan.
Jadi kedua siku direnggangkan (dijauhkan) dari pinggang kita sebagaimana dijelaskan dalam hadits Abdullah bin Buhainah radhiyallāhu ‘anhu yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim,
أنَّ النبيَّ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ كانَ إذَا صَلَّى فَرَّجَ بيْنَ يَدَيْهِ حتَّى يَبْدُوَ بَيَاضُ إبْطَيْهِ
Nabi Muhammad shallallāhu ‘alaihi wa sallam jika beliau shalat, beliau merenggangkan kedua tangan beliau sampai-sampai putihnya ketiak beliau kelihatan.
Bagaimana ketiak seseorang bisa kelihatan dari belakang? Yaitu kalau kita merenggangkan kedua tangan kita sedemikian rupa. Adapun kalau kita menelungkup demikian maka putihnya ketiak tidak akan kelihatan. Dan Nabi Muhammad shallallāhu ‘alaihi wa sallam merenggangkan kedua tangan beliau sehingga putihnya ketiak beliau kelihatan oleh para sahabat.
Kemudian dalam hadits yang lain, hadits Abu Humaid As-Saidi radhiyallāhu ‘anhu beliau mengatakan,
إِذَا سَجَدَ فَرَّجَ بَيْنَ فَخِذَيْهِ
Nabi Muhammad shallallāhu ‘alaihi wa sallam itu kalau beliau sedang sujud beliau merenggangkan antara kedua paha beliau.
Jadi kedua paha renggang tidak menelungkup demikian. Kedua paha direnggangkan.
غَيْرَ حَامِلٍ بَطْنَهُ عَلَى شَىْءٍ مِنْ فَخِذَيْهِ
Dengan tidak menempelkan perut beliau ke paha beliau.
Jadi yang pertama tadi kedua tangan merenggang (kedua tangan direnggangkan). kemudian kedua paha juga direnggangkan ditambah lagi antara perut dengan paha tidak lengket tapi direnggangkan. Ini sunnah Nabi Muhammad shallallāhu ‘alaihi wa sallam.
Juga disebutkan,
و نَحَّى يَدَيْهِ عَنْ جَنْبَيْهِ
Beliau menjauhkan kedua tangan beliau dari pinggang beliau.
وَضَعَ كَفَّيْهِ حَذْوَ مَنْكِبَيْهِ
Dan beliau meletakkan kedua telapak tangan beliau sejajar dengan pundak beliau. Ini posisi sujud.
Jadi dalam hadits Abu Humaid As-Saidi ini disebutkan beberapa sunnah saat sujud:
- Merenggang kedua paha (paha jangan lengket) tapi direnggangkan.
- Perut tidak lengket dengan paha. Jadi dipisahkan (direnggangkan) tidak lengket.
- Kedua tangan dijauhkan dari pinggang.
- Telapak tangan sejajar dengan pundak.
Ini empat poin dari hadits Abu Humaid As-Saidi radhiyallāhu ‘anhu tentang sujud Nabi Muhammad shallallāhu ‘alaihi wa sallam, hadits riwayat Abu Daud.
Dan Imam An-Nawawi rahimahullāhu ta’ālā mengatakan bahwasanya cara sujud seperti ini disepakati kesunnahannya. Beliau mengatakan, "Saya tidak mengetahui ada perbedaan pendapat di antara para ulama tentang sunnahnya sujud dengan cara demikian."
Jadi sunnah bagi pria menurut madzhab Syafi'I (bagi pria). Menurut sebagian madzhab lain yang akan kita jelaskan nanti, ini juga berlaku untuk wanita. Tapi nanti akan kita jelaskan seperti apa kedudukannya.
Yang jelas yang disepakati adalah untuk pria, untuk pria inilah cara sujud yang sunnah. Jadi dalilnya jelas bahkan Imam An-Nawawi rahimahullāhu ta’ālā mengatakan, "Inilah sunnah sujud yang disepakati oleh para ulama (semuanya) tidak ada khilaf di sini". Maka kita agak heran dengan sebagian orang yang mengingkari cara sujud yang seperti ini, padahal inilah yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad shallallāhu ‘alaihi wa sallam dan disepakati oleh para ulama tentang kesunnahannya.
Kemudian yang selanjutnya,
Laki-laki mengeraskan suara di tempat yang dianjurkan mengeraskan suara
وَيَجْهَرُ فِي مَوَاضِعِ الجَهْرِ
Kaum pria mengeraskan suara mereka di posisi-posisi jahr yaitu di shalat-shalat yang disunnahkan untuk jahr seperti shalat subuh kemudian dua raka'at pertama shalat maghrib, dua raka'at pertama shalat isya, maka sunnahnya adalah kita mengeraskan bacaan kita.
Dan kesunnahan dalil ini disepakati oleh para ulama (semuanya), para ulama sepakat bahwasanya kita disunnahkan untuk mengeraskan bacaan di tempat-tempat jahr dan memelankan bacaan di tempat-tempat sirr. Ini disepakati oleh para ulama semuanya.
Artinya kalau untuk sebuah keperluan, kita memelankan suara kita di tempat yang seharusnya jahr maka shalat kita sah, atau sebaliknya untuk sebuah keperluan kita mengeraskan bacaan kita di tempat yang seharusnya sirr.
Misalnya mengeraskan bacaan kita di shalat Zhuhur. Kenapa? Karena kita mengimani ibu kita yang sudah pikun agar beliau bisa menyimak bacaan. Maka shalatnya sah karena mengeraskan bacaan diposisi jahr dan memelankan bacaan di tempat atau posisi sirr itu hukumnya adalah sunnah saja dan tidak wajib.
Demikian, wallāhu ta’ālā a’lam.
وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم
وآخر دعوانا أن الحمد لله رب العالمين
•┈┈•⊰✿✿⊱•┈┈•
Post a Comment