🌐 WAG Dirosah Islamiyah Dewan Fatwa Perhimpunan Al-Irsyad
🗓 JUM’AT| 18 Shafar 1446 H| 23 Agustus 2024 M
🎙 Oleh: Ustadz Dr. Anas Burhanuddin, Lc., M.A. حفظه الله تعالى
🔈 Audio ke-85
https://drive.google.com/file/d/1nXDGuaVJC7WMhGU9Tqqgml9lYe234prQ/view?usp=sharingBab Pembatal-Pembatal Shalat (Bag. 1)
بسم الله الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمدلله رب العالمين والصلاة والسلام على أشرف الأنبياء والمرسلين سيدنا محمد وعلى آله وأصحابه أجمعين
أما بعد
Anggota grup WhatsApp Dirosah Islamiyah yang semoga senantiasa dirahmati oleh Allāh subhānahu wa ta’ālā.
Kita lanjutkan kajian kita dari kitab Matnul Ghāyah wat Taqrīb (متن الغاية والتقريب) karya Abu Syuja’ Al-Ashfahani rahimahullāhu ta’ālā.
Masih pada bab shalat, kita akan membahas tentang pembatal-pembatal shalat. Abu Syuja Al-Ashfahani rahimahullāhu ta’ālā mengatakan,
فَصْلٌ: وَالَّذِي يُبْطِلُ الصَّلَاةَ أَحَدُ عَشَرَ شَيْئاً
Pasal dan yang membatalkan shalat itu ada 11 perkara.
Dalam pasal ini kita akan membahas bersama perkara apa saja yang bisa membatalkan shalat kita. Dan Beliau merangkum dengan mengatakan bahwasanya pembatal-pembatal shalat itu ada 11 perkara.
1. Berbicara dengan sengaja, الكَلاَمُ العَمْدُ
Perkataan beliau ini menunjukkan bahwasanya ada kondisi berbicara yang dimaafkan yaitu kondisi berbicara tanpa sengaja (kelepasan). Maka ini tidak membatalkan shalat. Begitu juga dengan orang yang berbicara karena tidak tahu hukumnya. Karena misalnya baru saja masuk Islam, kemudian ketika shalat dia berbicara dalam shalat.
Dan hukum ini berdasarkan hadits-hadits shahih dari Rasūlullāh shallallāhu ‘alaihi wa sallam di antaranya hadits Zaid bin Arqam radhiyallāhu ‘anhu yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim. Zaid bin Arqam mengatakan,
إنْ كُنَّا لَنَتَكَلَّمُ فِي الصَّلاَةِ عَلَى عَهْدِ النَّبِيِّ صلّى الله عليه وسلّم
Sungguh kami berbicara dalam shalat di zaman Nabi Muhammad shallallāhu ‘alaihi wa sallam,
يُكلِّمُ أَحَدُنَا صَاحِبَهُ بِحَاجَتِهِ
Seorang di antara kami berbicara dengan temannya tentang kebutuhannya,
حَتَّى نَزَلَ: {حَافِظُوا عَلَى الصَّلَوَاتِ وَالصَّلاَةِ الْوُسْطَى وَقُومُوا لِلَّهِ قَانِتِينَ}
Sampai kemudian turun firman Allāh subhānahu wa ta’ālā yang artinya: “Jagalah semua shalat dan shalat yang tengah yaitu shalat Ashar. Dan berdirilah untuk Allāh dengan khusyu’”.[QS Al-Baqarah: 238]
فَأُمِرْنَا بِالسُّكُوتِ
Maka kami pun diperintahkan untuk diam.
(Muttafaqun ‘alaih)
Hadits ini menunjukkan bahwasanya pada awal Islam para sahabat dibolehkan untuk berbicara dalam shalat mereka. Pada awal Islam berbicara masih boleh dalam shalat. Berbicara dalam shalat masih boleh. Maka para sahabat berbicara dalam shalat mereka, mereka ngobrol dalam shalat mereka.
Dan kemudian hukum ini dihapuskan oleh Allāh subhānahu wa ta’ālā dengan firman-Nya dalam surat Al-Baqarah ayat 238 yang saya sebutkan tadi.
Maka mereka pun diperintahkan untuk diam. Maka setelah itu kita tidak boleh berbicara dalam shalat. Dan ini yang membedakan antara shalat dengan thawaf. Thawaf adalah shalat tapi kita diperbolehkan berbicara di dalamnya. Sedangkan shalat maka pada awalnya kita boleh berbicara di situ, kemudian hukum ini dihapus. Maka umat Islam tidak lagi boleh untuk berbicara dalam shalat mereka.
Juga sebuah hadits riwayat Muslim dari Mu’awiyah bin Al-Hakam As-Sulami radhiyallāhu ‘anhu disebutkan dalam hadits ini bahwasanya beliau mengucapkan,
يَرْحَمُكَ اللَّهُ
Ketika ada orang yang bersin dalam shalat. Beliau tidak mengetahui ada perubahan hukum. Maka beliau seperti biasa berbicara, ngobrol, mengucapkan,
يَرْحَمُكَ اللَّهُ
Ketika ada sahabat lain yang bersin.
Maka para sahabat yang sudah mengetahui perubahan hukum ini memelototkan mata mereka, sebagian memukul-mukul paha mereka untuk memberikan isyarat kepada Mu'awiyah bin Al-Hakam karena mereka tidak bisa berbicara lagi. Maka sebagian memelototkan mata mereka sebagai bentuk pengingkaran kepada Mu'awiyah bin Al-Hakam. Dan sebagian lagi memukul-mukul paha mereka untuk memberikan isyarat tersebut.
Tapi Mu'awiyah bin Al-Hakam tidak paham karena beliau tidak mengetahui perubahan hukum ini. Yang beliau tahu dalam shalat orang boleh berbicara, maka beliau berbicara.
Maka selepas shalat Nabi Muhammad shallallāhu ‘alaihi wa sallam menasehati beliau dengan lemah lembut. Dengan mengatakan wahai Mu'awiyah bin Al-Hakam,
إِنَّ هَذِهِ الصَّلاَةَ لاَ يَصْلُحُ فِيهَا شَىْءٌ مِنْ كَلاَمِ النَّاسِ
Shalat ini tidak diperbolehkan di dalamnya sesuatu pun dari obrolan manusia.
إِنَّمَا هُوَ التَّسْبِيحُ وَالتَّكْبِيرُ وَقِرَاءَةُ الْقُرْآنِ
Shalat itu isinya hanyalah tasbih, takbir dan membaca Al-Qur'an.
(HR Muslim)
Maka berdasarkan dua hadits ini dan yang lain, para ulama menjelaskan bahwasanya berbicara dalam shalat dengan sengaja itu membatalkan shalat kita. Ini adalah pembatal yang pertama.
Demikianlah yang bisa kita kaji pada kesempatan kali ini. Semoga Allāh subhānahu wa ta’ālā memberikan keberkahan ilmu dan memudahkan kita untuk mengamalkannya.
إنه ولي ذلك و القادر عليه
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته
•┈┈•⊰✿✿⊱•┈┈•
Post a Comment