🌐 WAG Dirosah Islamiyah Dewan Fatwa Perhimpunan Al-Irsyad
🗓 KAMIS | 24 Shafar 1446H | 29 Agustus 2024M
🎙 Oleh: Ustadz Dr. Muhammad Arifin Badri, Lc., M.A. حفظه الله تعالى
🔈 Audio ke-166
https://drive.google.com/file/d/1sf1r4BfH1D0eyHZt5I8mVaZAptJm9u9l/view?usp=sharingIjaroh (Sewa Menyewa) Bagian Ketiga
بسم الله الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله، والصلاة والسلام على رسول الله أما بعد
Anggota grup Dirosah Islamiyah yang semoga senantiasa dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta’āla.
Pada kesempatan yang berbahagia ini, kita sampai pada pembahasan tentang Ijaroh atau yang dikenal dengan sewa menyewa.
Al-Muallif mengatakan:
وَكُلُّ مَا أَمْكَنَ الْاِنْتِفَاعُ بِهِ
"Semua benda, semua hal yang bisa dimanfaatkan."
Di sini Al-Muallif menggunakan kata-kata أَمْكَنَ memungkinkan untuk dimanfaatkan, baik memungkinkan secara natural, secara de facto memang barang itu bisa dimanfaatkan karena memang memiliki hak manfaat (memiliki kegunaan) atau memungkinkan untuk dimanfaatkan secara aturan syari'at maka boleh disewakan.
Tetapi ketika suatu barang itu tidak mungkin dimanfaatkan secara hukum alam, karena barangnya misalnya tidak ada manfaatnya, barang sudah rusak, barang sudah rapuh, rumah sudah sesaat lagi roboh, maka tidak mungkin dimanfaatkan.
Ketika Anda paksakan, Anda sewakan. Maka ini bisa masuk dalam kategori gharar, memakan harta orang lain dengan cara-cara yang bathil. Kenapa? Karena itu barang, ketika Anda sewakan akan mencelakakan penyewanya,
Anda harus sampaikan bahwa rumah ini tidak layak huni bahkan mengancam siapapun yang berada di dalamnya. Anda tidak boleh sewakan atau barang tersebut secara aturan syari'at tidak boleh dimanfaatkan secara sewa-menyewa. Namun itu harus diberikan begitu saja secara cuma-cuma.
Misalnya Anda memiliki hewan jantan. Anda tidak boleh menyewakan hewan jantan tersebut (pejantan Anda) untuk kemudian diambil manfaatnya dengan cara apa? Digunakan untuk mengawini betina (hewan ternak betina) milik tetangga Anda atau kawan Anda, tidak boleh!
Kenapa? Karena manfaat mengawinkan ini termasuk manfaat yang tidak boleh diperjualbelikan. Karena:
Pertama, selain itu sesuatu yang tidak bisa dipastikan. Tidak ada jaminan bahwa betina yang dikawinkan itu akan bunting.
Kedua, itu sesuatu yang sangat hina-dina, Allāh Subhānahu wa Ta'āla mensifati air mani manusia dengan kata-kata مِّن مَّآءٍۢ مَّهِينٍۢ sebagai cairan yang sangat hina-dina.
Apalagi air mani hewan, tentu lebih sangat hina, karena itu sangat tercela. Mencerminkan akan moralitas yang sangat rendah, sangat hina, kalau sampai Anda mengambil upah dari proses kawin binatang ini.
Karena itu secara syari'at tidak boleh Anda menyewakan pejantan untuk digunakan mengawini betina milik tetangga Anda atau milik orang lain. Sehingga di sini pernyataan Al-Muallif مَا أَمْكَنَ sesuatu yang memungkinkan untuk dimanfaatkan maksudnya ada dua dimensi.
Mungkin secara de facto secara natural, memang betul-betul bisa dimanfaatkan dan yang kedua mungkin bisa dimanfaatkan secara aturan syari'at.
Adapun sesuatu yang tidak mungkin dimanfaatkan baik secara natural ataupun secara aturan syari’at, maka tidak boleh disewakan.
Baik. Ini penjelasan dari pernyataan Al-Muallif rahimahullahu ta'ala:
وَكُلُّ مَا أَمْكَنَ الْاِنْتِفَاعُ بِهِ مَعَ بَقَاءِ عَيْنِهِ صحتْ إجارته
Di zaman modern tatkala telah terjadi perubahan perkembangan dalam pola hidup masyarakat. Maka di zaman kita ternyata didapatkan barang-barang yang bersifat abstrak, tidak kasat mata, tidak bisa diraba, tetapi nyata manfaatnya.
Seperti aplikasi, ini menjadi satu faedah tersendiri bagi kita, bahwa kesepakatan para ulama yang mengakomodir, mengakui adanya kekayaan intelektual الأموال المعنوية harta yang bersifat abstrak mencerminkan dan ini sebagai bukti bahwa syari'at Islam adalah syari'at yang betul-betul relevan.
Relevan dengan perkembangan zaman, karena itu para fuqaha sendiri ketika menjelaskan tentang hukum sewa-menyewa. Mereka tidak membatasi dengan benda yang bersifat real. Dengan mengatakan كُلُّ عَيْن setiap benda, tidak!
Para fuqaha mengatakan كُلُّ مَا أَمْكَنَ segala sesuatu yang bisa dimanfaatkan tanpa harus merusakkan fisik sesuatu tersebut, bisa diambil manfaatnya sedangkan fisik harta tersebut tidak hilang, tidak rusak. Sehingga definisi (penjelasan) ini dapat diterapkan pada benda-benda yang real ataupun benda-benda yang bersifat abstrak.
Ini bukti bahwa ternyata subhanallāh, Al-Qur'an betul-betul seperti kata Allāh Subhānahu wa Ta'āla تِبْيَـٰنًۭا لِّكُلِّ شَىْءٍۢ betul-betul dalam Al-Qur'an telah dijelaskan segala sesuatu, baik yang klasik ataupun yang kontemporer.
Dan dalam Al-Qur'an serta dalam Sunnah (hadits Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam) telah ditemukan banyak dalil yang membuktikan bahwa sewa-menyewa itu adalah satu transaksi, satu akad yang dibenarkan bahkan sudah pernah dijalankan oleh seorang nabi.
Nabi Musa alayhissallām dia menyewakan dirinya untuk apa? Menggembala kambing. Menggembala kambing dan imbalannya apa? Imbalannya adalah pernikahan.
Nabi Muhammad dulu pernah menyewakan dirinya untuk menggembala kambing pula, dan imbalannya adalah beberapa kepeng uang yang dengannya beliau membantu pamannya untuk mencukupi kebutuhan.
Dan dalam Al-Qur'an, Subanallāh. Allāh Subhānahu wa Ta'āla juga telah menceritakan kisah nabi Musa alayhissallām bersama Khidir alayhimāssallām ketika keduanya berjalan sampai pada kebun, didapatkan pagarnya miring (hendak roboh), kemudian Khidir menegakkan pagar tersebut, kemudian nabi Musa berkata Khidir (memberikan saran):
لَوْ شِئْتَ لَاتَّخَذْتَ عَلَيْهِ أَجْرًا
"Wahai Khidir kalau engkau mau atas jasa yang engkau lakukan ini (menegakkan pagar yang hendak roboh) tadi, engkau bisa mendapatkan upah darinya." [QS Al-Khafi: 77]
Ini semua adalah dalil nyata tentang diakuinya akad sewa-menyewa, jual-beli hak guna barang atau jual-beli skill (tenaga manusia) manfaat fisik atau manfaat tenaga dan keahlian manusia.
Ini yang bisa Kami sampaikan pada kesempatan yang berbahagia ini, kurang dan lebihnya mohon maaf.
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
•┈┈•⊰✿✿⊱•┈┈•
Post a Comment