F0GAxlSUN0OEmaFkMbnca2nyh81gHBssC6AV9hGe
Bookmark

Audio ke-145: Pembahasan tentang Redaksi Shalawat dan Waktu Membacanya Bag 02 - Tambahan Sayyidinaa

Audio ke-145: Pembahasan tentang Redaksi Shalawat dan Waktu Membacanya Bag 02 - Tambahan Sayyidinaa - Kitab Shifatu Shalatin Nabiyyi
📖 Whatsapp Grup Islam Sunnah | GiS
☛ Pertemuan ke-178
🌏 https://grupislamsunnah.com/
🗓 JUM'AT, 10 Jumadil Awwal 1445 H / 24 November 2023 M
👤 Oleh: Ustadz Dr. Musyaffa Ad Dariny, M.A. حفظه الله تعالى
📚 Kitab Shifatu Shalatin Nabiyyi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam Minattakbiri Ilattaslim Ka-annaka Taraha (Sifat Shalat Nabi mulai dari Takbir sampai Salamnya Seakan-akan Anda Melihatnya) karya Asy Syekh Al-Albani Rahimahullah

💽 Audio ke-145: Pembahasan tentang Redaksi Shalawat dan Waktu Membacanya Bag 02

السَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللّٰهِ وَبَرَكَاتُهُ.
الْحَمْدُ لِلَّهِ وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى رَسُوْلِ اللّٰهِ، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَ هُدَاهُ.

Kaum muslimin dan kaum muslimat yang saya cintai karena Allah, khususnya anggota GiS -Grup Islam Sunnah- yang semoga dirahmati dan diberkahi oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala.

Pada kesempatan yang berbahagia ini kita akan bersama-sama mengkaji sebuah kitab yang sangat bagus kitab yang ditulis oleh Asy Syekh Muhammad Nashiruddin Al-Albani rahimahullahu Ta'ala. Kitab tersebut adalah kitab Sifat Shalat Nabi atau sebagaimana judul aslinya Shifatu Shalatin Nabiyyi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam Minattakbiri Ilattaslim Ka-annaka Taraha (Sifat Shalat Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam mulai dari Takbir sampai Salamnya Seakan-akan Anda Melihatnya).

Pembahasan tentang:
"Bershalawat kepada Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wasallam; di mana tempat membaca shalawat ini (kapan, maksudnya) dan macam-macam redaksinya"
Semua redaksi, tujuh redaksi yang riwayatnya sahih yang kita baca ini, tidak ada satu pun yang ada tambahannya [ سَيِّدِنَا ] sayyidinaa. Semuanya langsung dengan menyebutkan nama. Maka, inilah yang harusnya kita baca, kita terapkan dalam shalat kita. Tidak usah kita berimprovisasi di sini atau kita hiasi dengan logika kita.

Misalnya ya, dengan mengatakan, harusnya kita ketika menyebut nama Nabi Muhammad, harusnya ada tambahan "sayyidinaa"-nya karena dengan begitulah kita lebih menghormati Beliau. Kemudian akhirnya kita tambah. Kemudian ketika kita lihat, ohh..ternyata yang disebut bukan nama Nabi Muhammad saja, ada nama Nabi Ibrahim. Akhirnya penyebutan nama Nabi Ibrahim juga ditambahi "sayyidinaa". Akhirnya banyak tambahan-tambahan yang datangnya bukan dari Nabi kita Muhammad Shallallahu 'alaihi wasallam .

Maka alangkah baiknya kita tetap menjaga apa yang diajarkan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam kepada para sahabatnya. Dan bukan berarti kita tidak sopan kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam ketika membaca shalawat ini dengan redaksi yang demikian. Kenapa? Kalau itu tindakan yang tidak sopan, harusnya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam mengajarkannya tidak demikian.

Kalau kita katakan, Wiih, ini kok tidak ada "sayyidinaa"-nya, ini kurang beradab, maka secara tidak langsung, orang yang mengatakan demikian, dia mengatakan bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam mengajarkan sesuatu yang tidak baik, sesuatu yang tidak beradab. Karena memang kenyataannya, seperti inilah yang diajarkan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam.

[ اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ ]

Allaahumma shalli 'alaa Muhammad

tidak

[ اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ ]

Allaahumma shalli 'alaa sayyidinaa Muhammad

Coba kita lihat semua riwayat tentang shalawat Ibrahimiyyah, kita tidak akan mendapatkan satu pun riwayat yang memberikan tambahan "sayyidinaa". Itu bukti yang sangat kuat bahwa memang tambahan "sayyidinaa" itu bukan dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam, tapi dari orang-orang yang mutaakhiriin, datangnya belakangan.

Bahkan silakan dilihat, misalnya kitab-kitab fiqih yang di zaman para Imam, seperti misalnya Imam Syafi’i. Silahkan lihat tasyahud yang diajarkan oleh Imam Syafi’i dalam kitabnya Al-Umm. Tidak akan kita dapati ada penyebutan "sayyidinaa". Itu kitab fiqih, yang beliau sampaikan (adalah) yang sesuai dengan riwayat.

Coba kita buka kitab Al-Mukhtashar, Kitab Mukhtashar-nya Imam Al-Muzani. Tidak ada penyebutan "sayyidinaa". Kitab-kitab yang mutaqaddimin seperti ini, tidak akan kita dapatkan ada tambahan "sayyidinaa". Karena memang semua riwayat tidak ada yang mengatakan "sayyidinaa".

Maka harusnya kita membawa sunah ini dan kita terapkan dalam kehidupan kita. Dan kita bisa bawa perkataan yang demikian, atau redaksi yang demikian, kepada nilai yang baik. Seperti misalnya, Oohh, ini menunjukkan ketawadu’an Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam sehingga tidak mau disebut dengan "sayyidinaa". Walaupun sebenarnya Beliau memang "sayyid".

Beliau katakan,

❲ أَنَا سَيِّدُ وَلَدِ آدَمَ وَلَا فَخْرِ ❳
“Aku adalah pimpinannya anak Adam dan aku tidak sombong ketika mengabarkan ini."
"Aku tidak sombong ketika mengabarkan ini." Tapi ketika mengajarkan tentang shalawat Ibrahimiyyah, Beliau tidak menyebut "sayyidina" sama sekali. Maka dalam shalat kita, yang masih membaca "sayyidinaa", maka harusnya dihilangkan. Silakan dihilangkan, silakan diubah. Kita sesuaikan dengan riwayat yang benar-benar datang dari Nabi kita Muhammad Shallallahu 'alaihi wasallam .

[ وَخَيْرُ الْهُدَى هُدَى مُحَمَّدٍ ﷺ ]
"Sebaik-baik petunjuk adalah petunjuknya Nabi kita Muhammad Shallallahu 'alaihi wasallam."
Kalau ada yang bertanya, "Ustadz, apakah tambahan "sayyidinaa" juga tidak boleh di luar shalat?

Maka jawabannya, patokannya bukan di luar shalat atau di dalam shalat. Standarnya yang lebih pas adalah: bacaan tersebut merupakan bacaan yang sudah ditentukan oleh syariat; ataukah bacaan yang belum ditentukan oleh syariat.
Kalau itu bacaan yang sudah ditentukan oleh syariat, maka bacalah sesuai dengan ketentuan syariat. Walaupun di luar shalat.

Contohnya seperti azan. Azan itu bacaan di luar shalat. Tapi apakah ada orang yang azan, kemudian ketika mengatakan,

[ أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللّٰه ]

Asyhadu anna muhammadar-rasuulullaah

dia menggantinya dengan,

[ أَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللّٰه ]

Asyhadu anna sayyidanaa muhammadar-rasuulullaah

Tidak. Karena bacaan itu sudah ada ketentuannya.
  • Yang sudah ada ketentuannya dari syariat seperti ini, jagalah sebagaimana ditentukan oleh syariat.

  • Yang tidak ada ketentuannya dalam syariat, kita boleh menambahinya. Bahkan, ketika dalam shalat pun, kita boleh menambahinya.
Audio ke-145: Pembahasan tentang Redaksi Shalawat dan Waktu Membacanya Bag 02 - Tambahan Sayyidinaa - Kitab Shifatu Shalatin Nabiyyi
"Ustadz, bagaimana dalam shalat kita bisa membaca sayyidinaa?"

Iya, bisa. Seperti misalnya ketika kita berdoa. Ketika kita doa di dalam sujud, kemudian kita ingin membaca shalawat untuk mengawali doa kita, tidak ada masalah di situ. Dan ketika membaca shalawat, kita tambahi dengan "sayyidinaa", tidak ada masalah. Karena memang tidak ditentukan di situ redaksinya oleh syariat.

Syariat membebaskan redaksi untuk bershalawat dengan tujuan untuk membuka doa kita. Tidak ada redaksi tertentu di situ. Maka silakan membaca "sayyidinaa" untuk mengagungkan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam ketika itu. Mudah-mudahan bisa dipahami dengan baik ya.

Jadi standarnya, bacaan tersebut sudah ditentukan oleh syariat ataukah belum?
  • Kalau sudah ditentukan oleh syariat, bacalah sesuai dengan tuntunan syariat.
  • Kalau kita diberikan kebebasan karena tidak ada ketentuan dalam syariat dalam masalah bacaan itu, maka kita menambahi "sayyidinaa" tidak ada masalah.
Wallahu Ta’ala A’lam.

Demikianlah yang bisa kita kaji pada kesempatan kali ini. Semoga menjadi ilmu yang bermanfaat dan diberkahi oleh Allah Jalla wa 'Alaa.

InsyaaAllah kita akan lanjutkan pada kesempatan yang akan datang.

وَالسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللّٰهِ وَبَرَكَاتُهُ.

══════ ∴ |GiS| ∴ ══════
Post a Comment

Post a Comment

Aturan berkomentar:
- Afwan, komentar yang mengandung link hidup dan spam akan kami remove.
- Silahkan ikuti blog ini untuk update info terbaru kami, dengan cara klik Follow+