F0GAxlSUN0OEmaFkMbnca2nyh81gHBssC6AV9hGe
Bookmark

Audio ke-143: Bolehkah Menggabungkan Lebih dari Satu Redaksi dalam Satu Tasyahud ?

Audio ke-143: Pembahasan tentang Redaksi Bacaan Tasyahud ~ Bolehkah Menggabungkan Lebih dari Satu Redaksi dalam Satu Tasyahud ?
📖 Whatsapp Grup Islam Sunnah | GiS
☛ Pertemuan ke-176
🌏 https://grupislamsunnah.com/
🗓 RABU, 08 Jumadil Awwal 1445 H / 22 November 2023 M
👤 Oleh: Ustadz Dr. Musyaffa Ad Dariny, M.A. حفظه الله تعالى
📚 Kitab Shifatu Shalatin Nabiyyi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam Minattakbiri Ilattaslim Ka-annaka Taraha (Sifat Shalat Nabi mulai dari Takbir sampai Salamnya Seakan-akan Anda Melihatnya) karya Asy Syekh Al-Albani Rahimahullah

💽 Audio ke-143: Pembahasan tentang Redaksi Bacaan Tasyahud ~ Bolehkah Menggabungkan Lebih dari Satu Redaksi dalam Satu Tasyahud?

السَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللّٰهِ وَبَرَكَاتُهُ.
الْحَمْدُ لِلَّهِ وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى رَسُوْلِ اللّٰهِ، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَ هُدَاهُ.

Kaum muslimin dan kaum muslimat yang saya cintai karena Allah, khususnya anggota GiS -Grup Islam Sunnah- yang semoga dirahmati dan diberkahi oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala.

Pada kesempatan yang berbahagia ini kita akan bersama-sama mengkaji sebuah kitab yang sangat bagus kitab yang ditulis oleh Asy Syekh Muhammad Nashiruddin Al-Albani rahimahullahu Ta'ala. Kitab tersebut adalah kitab Sifat Shalat Nabi atau sebagaimana judul aslinya Shifatu Shalatin Nabiyyi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam Minattakbiri Ilattaslim Ka-annaka Taraha (Sifat Shalat Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam mulai dari Takbir sampai Salamnya Seakan-akan Anda Melihatnya).

Kita sudah sampai pada tasyahud.

Ustadz, kalau digabung boleh tidak, redaksi-redaksi tasyahud?
Kita katakan, tidak boleh. Kenapa?
Karena maknanya hampir sama. Tidak boleh misalnya, dalam satu tasyahud kita membaca lebih dari dua redaksi. Misalnya, kita pertama membaca redaksinya tasyahud Ibnu Mas’ud.

[ اَلتَّحِيَّاتُ لِله وَالصَّلَوَاتُ وَالطَّيِّباَتُ، اَلسَّلاَمُ عَلَيْكَ أَيُّهاَ النَّبِيُّ وَرَحْمَةُ اللّٰهِ وَبَرَكاَتُهُ. ( السَّلَامُ عَلَى النَّبِيِّ وَرَحْمَةُ اللّٰهِ وَبَرَكاَتُهُ) اَلسَّلاَمُ عَلَيْناَ وَعَلَى عِباَدِاللّٰهِ الصَّالِحِيْنَ . أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ ]

At-tahiyyaatu lillaah, wash-shalawaatu wath-thayyibaat. As-salaamu 'alaika ayyuhan-nabiyyu wa rahmatullaahi wa barakaatuh. (assalaamu 'alannabiyyi wa rahmatullaahi wa barakaatuh) As-salaamu 'alainaa wa 'alaa 'ibaadillaahish-shaalihiin. Asyhadu al-laa ilaaha illallaah, wa asyhadu anna muhammadan 'abduhu wa rasuuluh

Kemudian kita balik lagi, kita pakai tasyahudnya sahabat Ibnu ‘Abbas radhiyallahu Ta’ala ‘anhuma dengan membaca,

[ التَّحِيَّاتُ الْمُبَارَكَاتُ الصَّلَوَاتُ الطَّيِّبَاتُ لِله .السَّلاَمُ عَلَيْكَ أَيُّهَا النَّبِىُّ وَرَحْمَةُ اللّٰهِ وَبَرَكَاتُهُ، السَّلاَمُ عَلَيْنَا وَعَلَى عِبَادِ اللّٰهِ الصَّالِحِينَ ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللّٰهِ ]

At-tahiyyaatul mubaarakaatush- shalawaatuth-thayyibaatu lillaah. As-salaamu 'alaika ayyuhan-nabiyyu wa rahmatullaahi wa barakaatuh. As-salaamu 'alainaa wa 'alaa 'ibaadillaahish-shaalihiin. Asyhadu al-laa ilaaha illallaah, wa asyhadu anna muhammadar-rasuulullaah

Atau dalam riwayat lain,

[ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ ]

Wa asyhadu anna muhammadan 'abduhu wa rasuuluh

Tidak boleh seperti ini, karena sebenarnya para sahabat tersebut meriwayatkan tasyahud yang diinginkan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam, dan perbedaannya sedikit sekali. Tujuannya sama, membaca tasyahud untuk duduk tasyahudnya. Sehingga tidak boleh kita gabung.

Berbeda, kalau bacaannya memang berbeda jauh. Seperti misalnya bacaan rukuk. Bacaan rukuk ada lebih dari satu, tapi bacaannya beda jauh.

Ada bacaan,

[ سُبْحَانَ رَبِّيَ الْعَظِيْمِ ] 3x
Subhaana rabbiyal 'adzhiim

(Maha Suci Tuhanku Yang Maha Agung, dan dengan pujian untuk-Nya, -ed)
Kemudian ada bacaan

[ سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ رَبَّنَا وَبِحَمْدِكَ، اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِيْ ]
Subhaanakallaahumma rabbanaa wa bihamdika, allaahummagh-fir lii

(Maha Suci Engkau ya Allah Tuhan kami, dan dengan pujian untuk-Mu. Ya Allah, ampunilah aku, -ed)
Ada bacaan yang itu. Tapi dua bacaan ini sangat beda isi kandungannya. Maka menurut Imam Nawawi rahimahullahu Ta’ala boleh digabung. Dan itu yang ana (saya) lihat lebih kuat ya, pendapat yang mengatakan boleh menggabung bacaan-bacaan yang memang isi kandungannya tidak sama, ya.. jauh berbeda.

Bacaan sujud juga demikian. Ada banyak bacaan sujud dan isi kandungannya berbeda-beda. Maka yang seperti ini, ana melihat yang lebih kuat adalah pendapat yang mengatakan "boleh untuk menggabungnya", daripada pendapat yang mengatakan: harus satu, diulang-ulang silakan; diulang-ulang sampai seribu kali silakan, kalau ingin, misalnya, sujudnya lama sekali. Ada pendapat yang mengatakan demikian: sudah, satu saja.

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam mengajarinya satu-satu. Maka kita bisa katakan bahwa, apa bedanya kita mengulang-ulang dan pengulangan tersebut mungkin juga kita tidak mendapatkan riwayat dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam sampai mengulangnya seribu kali. Kalau itu dibolehkan, kenapa yang seperti ini tidak dibolehkan? (menggabung bacaan-bacaan yang isi kandungannya tidak sama, -ed) Kan sama-sama ada riwayatnya dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam.

Seperti misalnya bacaan I’tidal. Ada beberapa bacaan yang isi kandungannya sangat berbeda. Maka yang seperti itu, kalau kita ingin I’tidal dalam waktu yang lama sebagaimana dahulu juga dicontohkan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam, maka ana melihat, boleh diulang-ulang. Satu bacaan diulang-ulang. Boleh juga digabungkan dengan redaksi yang memang isi kandungannya jauh berbeda.

Begitu pula dengan doa iftitah ketika kita shalat malam. Kadang-kadang kita ingin shalat malam berdirinya dalam waktu yang lama. Dan kita ingin doa iftitahnya juga panjang. Maka ketika keadaannya seperti ini, saya melihat tidak ada masalah ketika kita menggabung doa iftitah yang bermacam-macam tersebut dalam satu pembukaan shalat kita setelah takbiratul ihram.

Berbeda ketika kita menjadi imam. Ketika kita menjadi imam, di situ ada dalil yang menunjukkan bahwa dahulu Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam saat membaca doa iftitah ketika Beliau menjadi imam, Beliau membacanya dalam waktu yang singkat. Maka ya lebih baiknya seperti itu, kita singkat doa iftitah kita ketika menjadi imam. Adapun ketika shalat sendiri, maka kita bebas melamakan doa iftitah tersebut.

Wallahu Ta’ala a’lam.

Demikianlah yang bisa kita kaji pada kesempatan kali ini. Semoga menjadi ilmu yang bermanfaat dan diberkahi oleh Allah Jalla wa 'Alaa.

InsyaaAllah kita akan lanjutkan pada kesempatan yang akan datang.

وَالسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللّٰهِ وَبَرَكَاتُهُ.

══════ ∴ |GiS| ∴ ══════
Post a Comment

Post a Comment

Aturan berkomentar:
- Afwan, komentar yang mengandung link hidup dan spam akan kami remove.
- Silahkan ikuti blog ini untuk update info terbaru kami, dengan cara klik Follow+