Korban Cinta
Min-nah
... menit baca
Dengarkan
Cinta hadir dalam kehidupan, ketika manusia belum memintanya. Cinta memberi warna dalam kehidupan, ketika manusia belum lagi memahami makna hidup itu sendiri. Cinta memberi bekas dalam hidup, kadang tanpa manusia mengharapkannya. Manusia bisa menjadi digdaya, atau justru gila karena cinta, tanpa ia sadar telah memilih yang mana. Maka, bukankah hanya kepada Pencipta cinta, kita bisa memasrahkan jiwa?
Kenakalan’ Cinta
Cinta itu nakal. Ia membuat seorang bayi menangis menjerit-jerit, hanya mengejar cairan susu dari payudara ibunya.
Cinta itu nakal. Lihatkan, betapa banyak gadis kecil atau anak lelaki ingusan harus berlagak di hadapan lawan jenisnya, mengganti pakaian, memakai parfum, mengubah gaya berjalan, dan malu-malu dengan wajah bersemu merah, saat tiba-tiba bertemu dengan ‘dia’ yang ia cintai, di tengah jalan.
Anak-anak sekecil itu, sudah harus menjadi korban cinta.
Cinta itu sungguh nakal. Tak sedikit pria kaya memiskinkan diri demi mengejar cinta kekasihnya. Tak sedikit wanita menjadi nyaris tak bermalu, mengobral diri secara memilukan, demi berharap cinta pria yang dikasihinya.
Cinta itu pun terlihat nakal, ketika banyak bapak yang berkorban tak makan siang, demi jatah makan anak dan isterinya.
Cinta itu nakal, karena begitu banyak isteri berubah wujud saat sudah menjadi isteri seorang pria. Siapapun pria itu. Teroris sekalipun.
Aih. Karena kenakalan cinta, maka seorang suami kerap ‘berbohong’, menutupi jati dirinya, karena ia khawatir sang isteri akan kecewa. Kekecewaan isteri adalah rasa sakit di dadanya. Maka jangan kaget, bila seorang isteri baru tahu belakangan kalau suaminya adalah koruptor. Bahwa suami yang begitu baik, santun, penuh kasih itu, ternyata dengan berdarah dingin bisa membunuh ratusan orang sambil tersenyum.
Duhai, nakalnya cinta. Ia hadir, berbuat, berkreasi dalam jiwa, dan membuat letupan-letupan makna yang kerap mengejutkan, dan seringkali tak dikehendaki oleh manusia itu sendiri.
Terlalu banyak sudah, manusia yang menjadi korban kenakalan cinta. Buku novel-novel picisan, sering mengglomourkan kisah para korban cinta itu dalam aksi-aksi yang seolah-oleh heroik. Padahal, siapapun tahu kalau itu adalah kecelakaan yang menonjok jiwa.
“Diadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternakdan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga)…” (Ali Imraan : 14)
Cinta itu menghiasi jiwa. Tapi dengan nakalnya, ia kerap membuat sang jiwa merana. Meregang duka. Menanggung seribu derita.
‘Mengakali’ Cinta
Karena nakal, maka cinta harus diakali. Sang ibu, yang pertama mengakali cinta sang bayi. Puting susunya dibaluri balsem atau jejamuan yang pahit, sehingga si bayi kapok menyusuinya.
Nafsu dan cinta, juga ibarat bayi. Kecintaan kita kepada ragam makanan dan minuman, harus diakali dengan puasa Ramadhan dan sejenisnya. Sehingga tak lagi terlalu liar mengejar kenikmatan semaunya.
Nafsu syahwat juga harus diakali dengan menikah, dan bila belum mampu dengan puasa bujang (shaumul ‘uzzaab), agar sang nafsu melunak, dan tidak berlagak dan merusak.
Teori mengakali cinta itu diajarkan dalam agama kita. Islam ingin mengemas cinta menjadi anugerah. Karena itu, ia harus ditundukkan. Payahnya, ia tidak bisa tunduk dengan segala upaya kita. Bahkan kerap kali justru kita yang diakalinya. Dengan hanya kekuatan kita sebagai manusia, kita hanya senantiasa menjadi korban cinta. Ia akan mendikte kita, membuat kita begitu bodoh dan tak lagi mampu membedakan antara hitam dan putih. Cinta hanya bisa tunduk, bila kita membangun ketundukkan kepada Pencipta cinta itu sendiri. Allah, Yang Rahmaan dan Yang Rahiem.
Iyyaaka na’budu wa iyyaaka nasta’ien. Hanya kepada-Mu, ya Allah, kami beribadah. Dan hanya kepada-Mu, kami memohon pertolongan.
Ibnu Abbas menjelaskan, “Hanya kepada-Mu kami memohon pertolongan, untuk melaksanakan segala urusan kami, demi menaati-Mu.”[1]
Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda kepada Ibnu Abbas,
“Apabila engkau hendak meminta pertolongan, mintalah kepada Allah…”[2]
Syaikh Al-Alusi menjelaskan, “Kalimat iyyaka- nasta’iin menunjukkan bahwa ibadah itu hanya sempurna dengan pertolongan, taufiq dan izin Allah…”[3]
Dus, hanya dengan pertolongan Allah, kita bisa selamat dari jebakan cinta.
Agar Tak Binasa Karena Cinta
Agar tak menjadi korban cinta, amatilah beberapa hal berikut:
1. Tetaplah sadar, bahwa cinta itu hanya berfungsi menghiasi jiwa, bukan menguasai jiwa. Maka, jadikan cinta sebagai alat membuat hidup lebih indah, jangan biarkan kita menjadi gila.
2. Hiasi hati dengan cinta sejati, yaitu cinta manusia kepada Rabbnya. Karena cinta itu akan menjadi raja. Segala bentuk cinta lain akan tunduk kepadanya.
3. Ubahlah paradigma cinta. Jangan menganggapnya sebagai sesuatu yang datang tiba-tiba. Tapi jadilah orang yang berusaha melahirkan cinta. Untuk itu, bereskan tauhid Anda. Karena hanya itu Anda mampu melahirkan cinta yang membuat Anda bahagia.
4. Selalu lah memohon pertolongan kepada Allah. Jangan bersikap jumawa. Sadarlah, bahwa hanya dengan pertolongan Allah kita bisa selamat dari jerat-jerat cinta yang menggilakan.
5. Maknai cinta dengan bulir-bulir iman yang mengendap pada rasa suka, dan menjadikan rasa itu sebagai pelecut mengejar kebahagiaan hakiki. Cintai siapapun, selama cinta itu bermakna. Selama cinta itu berguna untuk kehidupan abadi Anda………….
أَوْثَقُ عُرَى اْلإِيْمَانِ: أَنْ تُحِبَّ فِيْ اللهِ، وَتُبْغِضَ فِيْ اللهِ
“Pokok-pokok iman yang paling kuat adalah Anda mencintai karena Allah dan membenci karena Allah.”[4]
[1] Tafsir Al-Quran Al-’Azhim tahqiq tim Hasan Abbas Quthub I:215.
[2] Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi IV : 667, oleh Al-Hakim dalam Al-Mustadrak III : 623, Al-Haitsami dalam Majma’uz Zawa-id VII : 189 dan Ahmad dalam Musnad-nya I : 293.
[3] Ruhul Ma’ani I : 121.
[4] HR. Ath-Thabrani dalam Mu’jam Al-Kabir, No. 11537; Ibnu Syaibah dalam Al-Iman, hlm. 110, dan dishahihkan oleh Al-Albani dalam Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah, No. 1728
di copas dari http://abuumar.com/remaja/korban-cinta/
Sebelumnya
...
Selanjutnya
...
Post a Comment