🌐 WAG Dirosah Islamiyah Dewan Fatwa Perhimpunan Al-Irsyad
🗓 SENIN | 12 Rabi’ul Awwal 1446H | 16 September 2024M
🎙 Oleh: Ustadz Dr. Muhammad Arifin Badri, Lc., M.A. حفظه الله تعالى
🔈 Audio ke-178
https://drive.google.com/file/d/1A8PfYxXmh0J4vg5TUKbk80DGYzSHKf-V/view?usp=sharingMuzaroah - Kerjasama Pengelolaan Ladang Bagian Pertama
بسم الله الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله، والصلاة والسلام على رسول الله أما بعد
Anggota grup Dirosah Islamiyah yang semoga senantiasa dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta’āla.
Pada kesempatan yang berbahagia ini saya mengajak Anda untuk berbincang-bincang perihal Akad Muzaroah, yaitu Kerja Sama dalam pengelolaan ladang.
Muzaroah secara tinjauan bahasa diambil dari kata zar' yaitu ketika ada kerja sama antara dua orang, pihak pertama sebagai pemilik lahan pertanian, kemudian pihak kedua sebagai pengelola, dengan kesepakatan bahwa lahan pertanian milik pihak pertama akan dikelola oleh pihak kedua, dan hasilnya nanti, hasil tanaman yang ditanam baik itu berupa gandum, padi, atau palawija, atau yang serupa akan dibagi antara kedua belah pihak.
Akan dibagi antara pemilik ladang dengan pengelola dalam prosentase tertentu. Bisa jadi fifty-fifty, bisa jadi 2/3 berbanding 1/3, ataupun pembagian dalam nominal lainnya.
Akad Muzaroah ini menurut al-Imam Asy-Syafi'i atau kalau boleh dikatakan menurut madzhab Asy-Syafi'i, sejatinya adalah salah satu bentuk turunan (akad turunan) dari akad Ijaroh (sewa menyewa).
Karena itu secara sistematikanya al-Imam Abu Syuja rahimahullāh meletakkan akad Muzaroah (akad kerja sama penggarapan lahan pertanian) setelah selesai beliau berbicara tentang akad Ijaroh (sewa menyewa) jual beli jasa.
Karena menurut filosofi mereka, menurut filosofi madzhab Syafi’i, bahwa Muzaroah itu adalah akad turunan dari akad Ijaroh karena pihak pertama pemilik ladang menyewa jasa penggarap yaitu pihak kedua dengan imbalan hasil panen yang akan didapat dari pekerjaan pihak kedua.
Atau sebaliknya pihak kedua menyewa ladang milik pihak pertama dengan nilai sewa sebagian dari hasil panen yang akan ditanam oleh pihak kedua.
Ini persepsi atau penilaian madzhab al-Imam Asy-Syafi'i perihal akad Muzaroah. Karena itu Muzaroah dalam madzhab Asy-Syafi'i bisa dianalogikan sebagai jual beli jasa penggarapan ladang atau sewa menyewa ladang.
Namun ada satu permasalahan yang cukup mendasar dalam definisi Muzaro'ah dalam madzhab Imam Asy-Syafi'i, dimana Muzaroah ini kalau ditinjau dari hukum-hukum Ijaroh (sewa menyewa) seharusnya Muzaroah itu adalah akad yang terlarang.
Kenapa? Karena salah satu prinsip akad Ijaroh nilai sewa barang atau nilai jasa yang akan ditunaikan oleh pemilik jasa seharusnya nilainya itu bersifat transparan, nilai (nominal)nya juga jelas.
Tetapi dalam akad Muzaroah tidak demikian, karena nilai sewanya adalah hasil panen, padahal kita tahu petani bisa jadi gagal panen, bisa jadi panennya melimpah, bisa jadi panennya sedikit, alias ada unsur gharar (ketidakpastian, ketidakjelasan) pada nominal nilai sewa.
Adapun objek sewanya baik itu manfaat lahan ataupun tenaga (jasa) pengelola, maka itu juga sesuatu yang abstrak, dan itu boleh dikata juga banyak mengandung unsur gharar. Ideal (normal)nya akad yang semacam ini harusnya tidak boleh. Harusnya terlarang!
Tetapi karena adanya hajah adanya tuntutan kebutuhan masyarakat luas akan adanya atau dibolehkannya akad semacam ini, maka akhirnya Islam memberikan keringanan.
Kenapa demikian? Karena betapa banyak pemilik ladang yang tidak siap mengelola ladangnya tidak mampu mengelola ladangnya dengan sendiri. Sebagaimana betapa banyaknya orang yang memiliki skill untuk mengelola ladang (bercocok tanam), tapi dia tidak memiliki lahan pertanian.
Akhirnya adanya kebutuhan yang bersifat umum apalagi kebutuhan itu menimpa kedua belah pihak, maka Islam memberikan keringanan.
Kenapa? Karena Islam adalah satu syari'at yang Allāh turunkan demi menyelesaikan masalah, memberi solusi bagi problematika masyarakat dan juga dalam rangka mendatangkan kemaslahatan bagi umat manusia. Karenanya ketika ada tuntutan maslahat umum, Islam memberikan dispensasi. Sehingga yang semula seharusnya terlarang akhirnya diberikan kemudahan.
Namun karena semula akad ini seharusnya dilarang tapi karena adanya kebutuhan kemudian diberikan keringanan, maka tentu tuntutan atau dibolehkannya akad Muzaroah ini tidak bersifat terbuka selebar-lebarnya, tetapi seperlunya sebatas yang dibutuhkan oleh masyarakat, sebatas untuk menyelesaikan tuntutan masyarakat saja atau problema yang sedang dihadapi oleh masyarakat atau kedua belah pihak antara pemilik lahan dengan pengelola.
Ini yang bisa Kami sampaikan pada kesempatan yang berbahagia ini, kurang lebihnya Saya mohon maaf.
وبالله التوفيق و الهداية
و السلام عليكم ورحمه الله وبركاته
•┈┈•⊰✿✿⊱•┈┈•
Post a Comment