F0GAxlSUN0OEmaFkMbnca2nyh81gHBssC6AV9hGe
Bookmark

Audio ke-73 Maskawin Dalam Pernikahan Bag. 07

Audio ke-73 Maskawin Dalam Pernikahan Bagian Ketujuh - Fiqih Nikah / Baiti Jannati
🌐 WAG Dirosah Islamiyah Dewan Fatwa Perhimpunan Al-Irsyad
🗓 JUM'AT| 7 Muharram 1444 H | 5 Agustus 2022 M
🎙 Oleh: Ustadz Dr. Muhammad Arifin Badri, Lc., M.A. حفظه الله تعالى
🔈 Audio ke-073
https://drive.google.com/file/d/15gKe58bx-jAhGOfhN1ya7bYEjfeGzNoC/view?usp=sharing

Maskawin Dalam Pernikahan Bagian Ketujuh


بسم اللّه الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
الحمد لله، والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه ومن والاه أما بعد

Kaum muslimin anggota grup Dirosah Islamiyah yang semoga senantiasa dirahmati Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Al Mualif mengatakan,

ويسقط بالطلاق قبل الدخول بها نصف المهر

Dan maskawin itu yang telah diberikan atau telah disepakati nominalnya akan menjadi gugur separuhnya bila setelah pernikahan dan sebelum terjadi hubungan badan suami ternyata mengakhiri pernikahan dengan perceraian.

Sehingga dia menceraikan istrinya sebelum dia menggaulinya, sebelum dia masuk di kamar bersama istrinya atau berduaan dengan istrinya. Atau yang disebut dengan ال دوخل atau انقع سوتر menutup pintu atau menutup ستر untuk mendapatkan kesempatan berduaan dengan istrinya.

Selama belum ada hubungan badan, bahkan belum ada kesempatan untuk melakukan hal tersebut karena memang belum sempat untuk berduaan dalam suatu ruang yang tertutup kemudian ternyata suaminya malah memilih untuk mengakhiri pernikahan itu dengan perceraian.

Dia menceraikan istrinya. Maka Allāh Subhānahu wa Ta’āla mempertimbangkan kepentingan dan maslahat kedua belah pihak.

Wanita yang diceraikan sebelum dia digauli tentu dia merasa sakit hati, merasa terhina, jatuh martabatnya, dia bersedih, dia galau. Maka untuk sedikit mengobati walaupun tentu sakit hati wanita tidak akan semudah itu diobati.

Namun untuk meringankan rasa sakit hati dan kekecewaan wanita yang diceraikan sebelum digauli maka Allāh Subhānahu wa Ta’āla memberikan hak kepada wanita tersebut untuk tetap mempertahankan separuh maskawin yang telah dia dapatkan atau yang telah dijanjikan oleh suaminya.

Sebagaimana karena suami, karena dia belum mendapatkan hak dia sebagai suami (belum menggauli istrinya) maka Allah juga memberikan keringanan (dispensasi) untuk tidak mengharuskan lelaki tersebut memberikan seluruh maskawin yang telah dia janjikan. Karena itu Allāh Subhānahu wa Ta’āla berfirman,

وَإِن طَلَّقْتُمُوهُنَّ مِن قَبْلِ أَن تَمَسُّوهُنَّ وَقَدْ فَرَضْتُمْ لَهُنَّ فَرِيضَةً فَنِصْفُ مَا فَرَضْتُمْ
Jika kamu menceraikan isteri-isterimu sebelum kamu bercampur dengan mereka, padahal sesungguhnya kamu sudah menentukan maharnya, maka bayarlah seperdua dari mahar yang telah kamu tentukan itu. [QS Al-Baqarah: 237]

Bila engkau menceraikan istri kalian sebelum engkau menggauli mereka, sedangkan kalian telah menjanjikan nominal tertentu sebagai maskawin yang akan engkau berikan kepada mereka. Maka kata Allah,

فَنِصْفُ مَا فَرَضْتُمْ

Engkau wajib memberikan separuh dari maskawin yang telah engkau janjikan.

Namun bila wanita itu diceraikan sebelum digauli dan ternyata ketika akad pernikahan suami juga tidak menyebutkan nominal atau tidak menjelaskan maskawin secara jelas (dia tidak menentukan apa bentuk mas kawinnya), dia hanya menjanjikan akan memberikan maskawin tanpa menyebut bentuk-bentuknya apa ataupun nominalnya berapa.

Dia hanya menyatakan “Dengan maskawin saya menerima pernikahannya dengan maskawin yang akan saya berikan,” misalnya.

Dalam kondisi ini bila dia diceraikan maka Allāh Subhānahu wa Ta’āla menyatakan bahwa wanita tersebut berhak mendapatkan mut'ah (tali asih) dia berhak untuk mendapatkan mut'ah.

Diberi harta sepantasnya sebagai tali asih atau sebagai bentuk empati, bentuk kasih sayang untuk sedikit mengobati rasa kecewa yang terjadi pada diri wanita tersebut karena dia diceraikan sebelum digauli.

Karena hubungan pernikahannya harus berakhir sebelum keduanya betul-betul menjalin hubungan pernikahan yang sewajarnya. Tentu dalam kondisi ini wanita pasti akan kecewa merasa jatuh martabatnya, sakit hati. Akan semakin hancur bila ternyata dia harus pulang dengan tangan hampa.

Karena itu untuk sedikit mengobati kekecewaannya, Allāh Subhānahu wa Ta’āla memberikan dan mengharuskan kepada mantan suaminya untuk menyerahkan separuh maskawin yang telah dia janjikan atau kalau memang dia belum pernah menyebut nominal mas kawinnya, dia memberikan mut'ah.

Dia memberikan pemberian sepantasnya, selayaknya yang secara tradisi dirasa cukup untuk mengobati atau sedikit meringankan kekecewaan wanita tersebut.

Apa yang disampaikan di atas bahwa dalam hubungan pernikahan ketika pernikahan itu harus berakhir sebelum terjadinya hubungan badan, maka Allāh Subhānahu wa Ta’āla masih tetap mewajibkan atas suami memberikan separuh maskawin yang telah dijanjikan.

Ini sebagai bukti bahwa maskawin bukan merupakan imbalan atas hak suami untuk menggauli istrinya. Pernikahan bukan jual beli jasa, suami tidak membeli istrinya.

Tetapi seperti yang telah dijabarkan dengan panjang lebar bahwa maskawin itu adalah Shaduqāt , maskawin itu adalah Shadāq, itu adalah ekspresi akan kejujuran dan ketulusan untuk membangun hubungan pernikahan.

Untuk menunjukkan bahwa Anda sebagai laki-laki berniat dan bertekad untuk memuliakan, untuk menghargai dan menghormati wanita yang telah Anda pilih sebagai istri Anda. Karena Rasulullah shallallahu 'alayhi wa sallam telah memberikan pesan kepada kaum suami,

تَخَيَّرُوا لِنُطَفِكُمْ

Sebelum kalian menikah pilihlah calon ladang ataupun pilihlah calon istri yang paling baik. Sehingga kalian tidak menaburkan benihmu tidak menaburkan air manimu di tempat yang tidak tepat.

Baik itu memang wanita yang kurang mulia atau wanita yang kurang dapat dipercaya, kurang mampu mendidik anak, kurang mampu memberikan keturunan yang terhormat. Sehingga ketika lelaki memilih wanita, pilihan untuk menikahi wanita ini adalah sebuah penghargaan, sebuah kepercayaan.

Sehingga kalau ternyata akhirnya lelaki tersebut memutuskan untuk menarik kembali kepercayaan, maka bukan berarti kemudian dia boleh untuk menjatuhkan wanita tersebut, menghinakan wanita tersebut. Tentu tidak.

Ini yang bisa kami sampaikan pada kesempatan yang berbahagia ini, kurang dan lebihnya mohon maaf.

وبالله التوفيق و الهداية

Sampai jumpa di lain kesempatan.

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

•┈┈•⊰✿✿⊱•┈┈•
Post a Comment

Post a Comment

Aturan berkomentar:
- Afwan, komentar yang mengandung link hidup dan spam akan kami remove.
- Silahkan ikuti blog ini untuk update info terbaru kami, dengan cara klik Follow+