🌐 WAG Dirosah Islamiyah Dewan Fatwa Perhimpunan Al-Irsyad
🗓 KAMIS| 28 Dzulhijjah 1443H | 28 Juli 2022M
🎙 Oleh: Ustadz Dr. Muhammad Arifin Badri, Lc., M.A. حفظه الله تعالى
🔈 Audio ke-067
https://drive.google.com/file/d/1wPPkEAkIR0kpGTW46Z0SaytNkmhDlxQT/view?usp=sharingMaskawin Dalam Pernikahan Bagian Pertama
بسم اللّه الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
الحمد لله، والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه ومن والاه أما بعد
Kaum muslimin dan muslimat peserta grup Dirosah Islamiyah yang semoga senantiasa dirahmati Allāh Subhānahu wa Ta’āla.
Alhamdulillāh pada kesempatan yang berbahagia ini, kembali saya dapat hadir untuk bersama-sama تفقّه في الدين الله merajut dan menyusun tatanan rumah tangga yang sakinah mawadah dan rahmah.
Karena rumah tangga yang sakinah بيت الجنَّةِ tidak akan terwujud sekonyong-konyong, tetapi harus dibangun sedari dini, bahkan sebelum kita menikah.
Dan kalaupun kita telah menikah bahkan mungkin telah puluhan tahun menikah, bangunan rumah tangga yang Sakinah Mawadah dan Rahmah بيت الجنَّةِ harus terus dipupuk, harus terus dirawat.
Karena tentu kita menikah, kita berkeluarga bukan hanya untuk sehari atau dua hari, setahun atau dua tahun, tapi untuk selama-lamanya hingga akhir hayat kita.
Semangat kita adalah untuk terus bergandengan tangan dengan pasangan kita hingga kelak kita tiba bersama-sama di pintu Surga, di pintu Jannati Adn (Aamiin Ya Rabbal'aalamīn).
Salah satu pondasi rumah tangga yang sakinah, rumah tangga yang betul-betul harmonis adalah adanya kesetiaan, adanya bukti, adanya pembuktian bahwa rumah tangga ini dibangun dengan kesetiaan dan ketulusan sehingga masing-masing dari kedua belah pihak siap berkorban demi terwujudnya rumah tangga yang sakinah.
Dan dalam tatanan hukum pernikahan Islam, Allāh telah mensyari'atkan satu inspirasi bagi kedua belah pihak (suami dan istri) yang dengan inspirasi ini diharapkan akan tumbuh kesadaran, tumbuh semangat untuk bersama-sama mewujudkan rumah tangga yang betul-betul sakinah.
Salah satu simbol kesetiaan, salah satu wujud pengorbanan yang harus dilakukan oleh seorang suami untuk istrinya adalah adanya maskawin. Adanya mahar dalam pernikahan, pernikahan bukanlah nilai jual atau nilai beli wanita, maskawin bukan suap untuk mertua agar dia menikahkan. Tidak!
Allāh Subhānahu wa Ta'āla menggambarkan tentang maskawin dalam satu firman yang sangat indah. Allāh katakan maskawin itu adalah sebuah nihlah (نِحۡلَةٗۚ). Nihlah (نِحۡلَةٗۚ) itu artinya suatu pemberian tanpa pamrih.
Allāh katakan,
“Berikanlah kepada istri-istri kalian صَدُقَٰتِهِنَّ نِحۡلَةٗۚ”. [QS An-Nissā: 4]
Pemberian yang menggambarkan akan kejujuran, pemberian yang menggambarkan akan ketulusan dalam membangun hubungan rumah tangga, sehingga pemberian ini (maskawin) ini dalam Islam dikatakan صَدُقَٰتِهِنَّ kejujuran kepada mereka.
Berikanlah pemberian yang itu merupakan implementasi dari adanya kejujuran dalam dirimu wahai kaum pria.
Pemberian yang menginspirasikan adanya kesanggupan untuk pertanggung jawab penuh, pemberian yang menceritakan dengan fasih tentang pengorbanan pria bahwa pria siap mengorbankan harta, mengorbankan tenaganya, melindungi, mencukupi dan juga betul-betul bertanggung jawab seutuhnya kepada istri.
Sehingga Allāh katakan bahwa maskawin itu صَدُقَٰتِهِنَّ, yaitu sebuah pemberian yang menggambarkan akan adanya ketulusan, kejujuran, kesungguhan. Kesungguhan dalam membangun rumah tangga, kejujuran dalam membangun cinta, kejujuran dalam kesetiaan berumah tangga.
Dan kemudian Allāh katakan nihlah (نِحۡلَةٗۚ) itu betul-betul pemberian yang tanpa pamrih, bukan karena wanita melayani. Karena hubungan suami istri itu adalah hubungan timbal balik, apapun yang Anda dapatkan dari istri Anda, maka hal serupa akan Anda berikan kepada istri Anda.
Sehingga maskawin itu sekali lagi, bukan imbalan atas jasa yang dilakukan oleh wanita, bukan nilai dari satu pelayanan yang diberikan atau Anda dapatkan dari istri Anda. Tapi itu betul-betul nihlah (نِحۡلَةٗۚ) pemberian yang tanpa pamrih, pemberian yang menggambarkan akan ketulusan niat.
Para ulama dari tinjauan fiqih telah menjelaskan, karena memang hubungan rumah tangga itu idealnya harus dibangun di atas pondasi Sakinah Mawadah dan Rahmah. Dibangun di atas pondasi kesetiaan.
Maka suami sedari awal sejak pertama kali mengikrarkan ikatan nikah, suami harus membuktikan diri (berani membuktikan diri) dan berani bersikap jujur bahwa hubungan ini adalah hubungan yang tulus.
Bukan hubungan eksploitasi, bukan hanya karena kepentingan sesaat, nafsu birani sementara, tetapi ini adalah sebuah kesetiaan yang abadi, sehingga Allāh katakan nihlah (نِحۡلَةٗۚ), itulah maskawin dalam Islam.
Sehingga para fuqaha mengatakan, untuk mewujudkan rumah tangga yang sakinah, mewujudkan بيت الجنَّةِ maka setiap pernikahan harus diiringi dengan adanya pembuktian akan ketulusan, kejujuran, dan keberanian suami untuk berkorban demi keutuhan rumah tangganya yang diwujudkan, disimbolkan dalam sebuah maskawin.
Sehingga maskawin dalam Islam, mahar itu merupakan salah satu rukun sahnya pernikahan, merupakan satu pondasi prinsip bagi terwujudnya rumah tangga yang Sakinah.
Suatu pernikahan tidak akan sah kalau Anda sebagai laki-laki tidak berani berkata jujur, tidak berani bersikap jujur mengekspresikan membuktikan akan adanya ketulusan.
Di sisi lain, Islam pun juga tidak membiarkan wanita mengeksploitasi pria, sehingga dia menuntut maskawin yang besar, seakan dia sedang menjual dirinya kepada calon suami.
Sehingga walaupun maskawin itu bertujuan untuk membuktikan ketulusan dan kejujuran, kesungguhan suami dalam membangun rumah tangga yang Sakinah, Mawadah dan Rahmah.
Membangun dan mewujudkan بيت الجنَّةِ, tetapi di sisi yang lain wanita juga harus bertanggung jawab, membuktikan diri bahwa dia menikah bukan karena mendapatkan harta.
Dia menikah bukan karena ambisi memiliki, mendapat atau memperoleh maskawin yang besar. Sehingga dalam Islam wanita pun dianjurkan, diajarkan agar dia tidak rakus (ambisi) dalam masalah maskawin. Sehingga Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam menyatakan:
أعظمُ النساءِ بركَةً أيسرُهُنَّ مُؤْنَةً
Wanita yang paling berkah, wanita yang keberkahan rumah tangganya akan kehadiran wanita tersebut, betul-betul akan membawa keberkahan dalam rumah tangga Anda adalah wanita yang tulus.
Sehingga dia menerima Anda bukan karena harta yang banyak, tetapi betul-betul kejujuran, betul-betul ketulusan, betul-betul cinta yang tulus tanpa pamrih.
Sehingga dia tidak berambisi mendapatkan maskawin yang besar, dia tidak menuntut maskawin yang berjumlah besar, dia rela berapa pun maskawin yang Anda berikan dengan tulus, karena dia tidak menantikan harta tersebut. Dia tidak sedang menunggu pemberian harta.
Yang dia nantikan adalah sebuah kesetiaan. Yang dia nantikan adalah sebuah komitmen, sebuah kejujuran tentang cinta, tentang kesetiaan, tentang tanggung jawab, tentang perlindungan, tentang pendidikan, dan kepemimpinan dalam rumah tangga.
Sehingga maskawin dalam Islam walau pun itu adalah tanggung jawab dan kewajiban pria, tapi wanita-wanita taqiyyah (wanita-wanita yang beriman), wanita-wanita yang betul-betul tulus, yang betul-betul mendambakan بيت الجنَّةِ mereka tidak bernafsu, mereka tidak berambisi meminta maskawin yang besar.
Justru sebaliknya, mereka rela dengan apapun yang diberikan oleh suaminya dalam mengekspresikan cintanya, dalam mengekspresikan kesetiaan dan tanggung jawabnya.
Bahkan setelah terjadi ikatan nikah dan suami telah memberikan maskawin, maka istri pun yang betul-betul bertakwa yang tulus, dia tidak merasa bahwa itu harta dia, maskawin itu adalah hak dia. Sehingga banyak wanita sebagaimana Allāh gambarkan:
فَإِن طِبۡنَ لَكُمۡ عَن شَيۡءٖ مِّنۡهُ نَفۡسٗا فَكُلُوهُ هَنِيٓـٔٗا مَّرِيٓـٔٗا
"Bila istri-istri kalian,
طِبۡنَ لَكُمۡ عَن شَيۡءٖ مِّنۡهُ نَفۡسٗا
Mereka dengan tulus sukarela, ikhlas memberikanmu sebagian dari maskawin yang telah engkau berikan, maka itu halal bagi kalian wahai kaum suami untuk memakannya.
فَكُلُوهُ
"Silahkan engkau menikmatinya!", kata Allāh
Silahkan engkau menerimanya dan memakannya!
هَنِيٓـٔٗا مَّرِيٓـٔٗا
Sebagai satu rezeki satu pemberian yang هَنِيٓـٔٗا yang akan mendatangkan kedamaian مَّرِيٓـٔٗا dan lezat, mendatangkan kebahagiaan (kepuasan) dalam hati." [QS An-Nissā: 4]
Karena suami berhasil mendapatkan pembuktian dari istri bahwa harta bukanlah segalanya bagi dia yang menjadi prioritas bagi seorang wanita shalihah adalah kesetiaan Anda wahai kaum pria.
Inilah maskawin yang itu merupakan salah satu rukun dari keabsahan pernikahan dalam Islam.
Ini yang bisa Kami sampaikan pada kesempatan yang berbahagia ini, kurang dan lebihnya mohon maaf.
وبالله التوفيق و الهداية
Sampai jumpa di lain kesempatan.
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
•┈┈•⊰✿✿⊱•┈┈•
Post a Comment