🌐 WAG Dirosah Islamiyah Dewan Fatwa Perhimpunan Al-Irsyad
🗓 KAMIS | 8 Rabi’ul Awwal 1446H | 12 September 2024M
🎙 Oleh: Ustadz Dr. Muhammad Arifin Badri, Lc., M.A. حفظه الله تعالى
🔈 Audio ke-176
https://drive.google.com/file/d/166AEZKvSeQM0Rkgf0AbSMHwuGykkP5en/view?usp=sharingJa'alah (Sayembara) Bagian Ketiga
بسم الله الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله، والصلاة والسلام على رسول الله أما بعد
Anggota grup Dirosah Islamiyah yang semoga senantiasa dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta’āla.
Pada kesempatan kali ini kita memasuki bab Ja'alah الجعالة atau yang dalam praktek masyarakat serupa dengan sayembara.
Al Mualif Rahimahullahu Ta'ala, Al Imam Abu Syuja'mengatakan,
والجعالة جائزة وهو أن يشترط في رد ضالته عوضا معلوما
Akad ja'alah itu adalah suatu akad yang جائزة (suatu akad yang boleh) dan akad ja'alah itu juga bersifat ja'izah. Alias tidak mengikat kedua belah pihak.
Sehingga kedua belah pihak, walaupun sudah ada kesepakatan di tengah-tengah atau di awal akad untuk mengikatkan diri dengan adanya komitmen tersebut. “Barang siapa yang bisa mengembalikan barang saya yang hilang, maka dia akan saya beri imbalan sekian rupiah.”
Di saat ada si A misalnya, yang terobsesi dengan sayembara yang Anda buat dia berusaha mencari untuk bisa mengembalikan barang Anda.
Di tengah akad ternyata dia mengatakan, “Oh saya tidak mampu lagi mencari, Saya tidak lagi bisa mendapatkan, saya mundur dari kesepakatan ini.” Maka Anda tidak berhak memaksa dia untuk menyelesaikan pekerjaan.
Sebagaimana Anda di tengah akad di saat orang tersebut sedang mencari barang, Anda juga berhak untuk mengatakan “Saya menarik komitmen saya, saya mengundurkan diri dari kesepakatan ini. Alias saya tidak jadi, saya membatalkan komitmen saya untuk memberi imbalan kepada siapapun yang mengembalikan barang saya.”
Selama barang tersebut belum ditemukan maka kedua belah pihak berhak untuk mengakhiri kesepakatan ini atau mundur dari kesepakatannya, mundur dari komitmennya.
Kenapa? Karena akad ini bersifat ja'izah (tidak mengikat).
Ini tentu berbeda dengan akad ijarah. Akad ijarah itu sewa menyewa adalah satu akad yang bersifat final (mengikat). Kalau sudah ada kesepakatan sewa-menyewa, maka kedua belah pihak harus memenuhi akad tersebut, sewa menyewa tersebut. Dan tidak boleh mundur dari kesepakatan kecuali atas restu dan persetujuan pihak kedua.
Tentu ini sangat berbeda dari akad ja'alah. Karenanya tidak tepat bila menjadikan akad ja'alah itu sebagai turunan dari akad apa? Dari akad ijarah.
Al Mualif Rahimahullahu Ta'ala mencontohkan seperti yang “Barangsiapa yang bisa mengembalikan barang saya yang hilang maka dia akan saya beri imbalan demikian.” Ini disebut dengan ja'alah.
Akad-akad semacam ini seperti tadi dikatakan bahwa para ulama telah menyatakan bahwa itu suatu akad yang dibolehkan secara aturan syari'at karena adanya kebutuhan tadi.
Dan dalam Al-Qur'an serta sunnah ditemukan beberapa contoh nyata aplikasi dari akad ja'alah ini. Misalnya dalam kisah Nabi Yusuf 'Alaihi salam. Ketika Allah kisahkan dalam surat Yusuf, Nabi Yusuf berkata; [QS Yusuf: 72]
وَلِمَن جَآءَ بِهِۦ حِمْلُ بَعِيرٍ وَأَنَا۠ بِهِۦ زَعِيمٌ
Siapa pun yang bisa mengembalikan takaran milik raja atau milik negara yang hilang kala itu, maka dia akan mendapatkan imbalan.
حِمْلُ بَعِيرٍ
Mendapatkan imbalan berupa bahan makanan sebanyak yang bisa diangkut oleh 1 ekor unta.
Sebanyak itulah imbalannya bagi yang bisa mengembalikan takaran milik kerajaan.
وَأَنَا۠ بِهِۦ زَعِيمٌ
Dan kata Nabi Yusuf, “Aku yang akan memberikan jaminan.
Sehingga di sini ada praktek ja'alah. Siapa pun yang bisa mengembalikan (menemukan) takaran milik kerajaan maka dia berhak mendapatkan bahan makanan sebanyak yang bisa diangkut oleh satu ekor unta.
Dalam praktek, dalam kehidupan Nabi Shalallahu'Alaihi Wa Sallam ada sekelompok sahabat yang melakukan satu perjalanan, di tengah perjalanan mereka kehabisan bekal. Sehingga mereka singgah di suatu perkampungan ternyata oleh penduduk setempat mereka tidak diterima sebagai tamu.
Di zaman dahulu, di zaman para sahabat, di zaman Nabi belum ada rumah makan, belum ada restoran atau hotel penginapan. Yang ada kalau orang melakukan suatu perjalanan mereka singgah di masyarakat setempat bertamu untuk dijamu.
Tapi ternyata para sahabat tersebut ditolak oleh masyarakat setempat mereka tidak mau menjamunya. Akhirnya mereka terpaksa beristirahat di luar kampung, karena tidak ada satupun dari penduduk kampung tersebut yang siap menjamu mereka sebagai tamunya.
Di saat para sahabat sedang beristirahat, tiba-tiba salah satu dari penduduk kampung tersebut berteriak dan mengatakan,
هَلْ مَعَكُمْ مِنْ دَوَاءٍ أَوْ رَاقٍ
Apakah ada diantara kalian yang bisa menjampi-jampi (meruqyah)?
Karena ketua kabilah kami disengat oleh binatang yang berbisa. Dan kami sudah berusaha mengobatinya, tidak bisa sembuh.
Maka sebagian sahabat mengatakan, “Ya, ada yang bisa menjampi, tetapi aku tidak mau melakukannya sampai engkau memberiku imbalan. Kalau aku bisa menyembuhkan ketua kabilah kalian, kalian akan memberiku imbalan".
Maka mereka (penduduk kampung tersebut) mengatakan, “Ya kami akan beri kalian segerombol kambing.”
قَطِيعًا
Sekitar 10 ekor kambing.
Sebagai imbalan bila engkau bisa menjampi ketua kabilah kami sampai sembuh.
Maka sahabat tersebut kemudian membacakan surat Al-Fatihah, meruqyah ketua kabilah tersebut dengan bacaan surat Al-Fatihah dan akhirnya ia sembuh dari penyakitnya sengatan binatang berbisa tersebut dan kemudian mereka pun memberi para sahabat itu 10 ekor kambing yang dijanjikan.
Setelah mendapatkan 10 ekor kambing, para sahabat berbeda pendapat (bersilang pendapat). Apakah ini halal? mengambil imbalan atas bacaan Al-Qur'an?
Maka akhirnya mereka tidak jadi membagi kambing tersebut, dibawa pulang ke Madinah untuk ditanyakan terlebih dahulu kepada Nabi Shalallahu'Alaihi Wa Sallam.
Mendengar pertanyaan ini, pernyataan para sahabat tersebut, Rasullullah Shalallahu'Alaihi Wa Sallam menyatakan,
وَمَا أَدْرَاكَ أَنَّهَا رُقْيَةٌ
Dari mana engkau tahu bahwa Al-Fatihah itu ternyata juga efektif untuk dijadikan sebagai ruqyah?
Rukyah = bacaan jampi-jampi untuk mengobati orang yang sakit.
اضْرِبُوا لِي بِسَهْمٍ مَعَكُمْ
Untuk memastikan bahwa imbalan tersebut halal, Nabi mengatakan,
اضْرِبُوا لِي بِسَهْمٍ مَعَكُمْ
Kalau kalian mau beri aku bagian dari kambing-kambing yang kalian dapatkan tersebut. [HR Bukhari 5736 dan Muslim 2201]
Sehingga ini membuktikan bahwa Nabi saja mau menerimanya. Tentu ini bukti bahwa pola akad semacam ini yaitu melakukan suatu pekerjaan dengan mendapatkan imbalan termasuk membacakan Al-Qur'an, menjampi dengan Al-Qur'an kalau sembuh akan mendapatkan imbalan, itu suatu komitmen atau satu kesepakatan yang halal, jika ini bentuk nyata, praktek nyata dari akad ja'alah.
Dan ternyata Nabi Shalallahu'Alaihi Wa Sallam berkenan untuk menerima bagian dari upah hasil ja'alah. Ini bukti nyata bahwa akad ja'alah itu suatu yang halal.
Ini yang bisa Kami sampaikan pada kesempatan yang berbahagia ini, kurang dan lebihnya mohon maaf
بالله التوفق والهداية
والسلام عليكم ورحمه الله وبركاته
•┈┈•⊰✿✿⊱•┈┈•
Post a Comment