🌐 WAG Dirosah Islamiyah Dewan Fatwa Perhimpunan Al-Irsyad
🗓 RABU | 7 Rabi’ul Awwal 1446H | 11 September 2024M
🎙 Oleh: Ustadz Dr. Muhammad Arifin Badri, Lc., M.A. حفظه الله تعالى
🔈 Audio ke-175
https://drive.google.com/file/d/160V8NeGQhJall8pu18vx5mKVIB1SXtP4/view?usp=sharingJa'alah (Sayembara) Bagian Kedua
بسم الله الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله، والصلاة والسلام على رسول الله أما بعد
Anggota grup Dirosah Islamiyah yang semoga senantiasa dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta’āla.
Pada kesempatan kali ini kita memasuki bab Ja'alah ( الجعالة ) atau yang dalam praktek masyarakat serupa dengan sayembara.
Karena deskripsi pekerjaan tidak dapat disampaikan dengan tuntas, dengan jelas, maka imbalannya pun juga tidak dapat dipastikan bahwa dia akan mendapatkan imbalan itu. Dia hanya bisa mendapatkan komitmen, mendapat imbalan bila dia betul-betul bisa melakukan pekerjaan yang diinginkan.
Tapi kalau tidak, maka dia tidak berhak mendapat apapun walaupun secara de facto dia sudah bekerja, sudah berusaha sekuat tenaga. Inilah sisi perbedaan.
Sehingga secara logika hukum fiqih menurut madzhab Syafi'i harusnya (idealnya) akad yang semacam ini terlarang, kenapa? Karena mengandung unsur gharar, yaitu unsur ketidakpastian pada akad yang bertujuan komersial, bukan akad sosial.
Sedangkan gharar (ketidakpastian) itu adalah salah satu alasan diharamkannya suatu akad, transaksi yang mengandung gharar itu adalah sesuatu hal yang diharamkan.
Dalam hadits Abu Hurairah Radhiyallahu ta'ala Anhu dengan jelas beliau mengisahkan bahwa,
نَهَى رَسولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عليه وَسَلَّمَ عن بَيْعِ الحَصَاةِ، وَعَنْ بَيْعِ الغَرَرِ
Rasulullah shallallahu 'alayhi wa sallam melarang jual beli dengan cara hashah (melempar kerikil), dan cara lain yang mengandung gharar. [HR Muslim]
Nabi melarang kita dari berjualbeli dengan media kerikil atau bebatuan yaitu dengan cara mengukur luas atau panjang barang atau panjang tanah dengan cara melempar batu. Sejauh lemparan batu ini maka tanah ini saya jual dengan nilai sekian, ini gharar, tidak jelas.
Demikian pula semua model jual-beli yang mengandung unsur gharar, seperti menjual susu yang masih ada dalam puting susu kambing (misalnya) susu hewan yang masih di tubuhnya hewan, janin hewan yang masih ada dalam perut induknya. Ini tidak boleh dijualbelikan karena mengandung unsur gharar.
Logika fiqih Syafi'i menyatakan demikian, sehingga idealnya ini terlarang, namun karena adanya hajat, adanya keperluan, adanya tuntutan masyarakat maka Islam mengakomodir kebutuhan tersebut, tuntutan tersebut dan diberikan keringanan (dispensasi).
Sehingga yang semula harusnya haram kemudian dibolehkan karena adanya kebutuhan yang bersifat umum. Kebutuhan (keperluan) ini, adanya akad semacam ini dibutuhkan oleh banyak orang. Sehingga yang semula haram menjadi dibolehkan secara syari'at karena adanya dispensasi (keringanan) dari syari'at. Ini logika dalam madzhab Syafii demikian.
Namun pola atau sudut pandang yang semacam ini yang menganggap bahwa Ja’alah ini adalah akad turunan dari akad Ijaroh, ternyata tidak serta merta di-Aamini, disetujui oleh ulama-ulama yang lain.
Sebagian ulama memiliki sudut pandang yang berbeda. Mereka memposisikan akad Ja’alah sebagai akad yang berdiri sendiri dan bukan akad turunan, dia bukan akad turunan dari akad Ijaroh (sewa menyewa). Tetapi dia adalah sebuah akad yang berdiri sendiri.
Sehingga tidak bisa atau tidak boleh dianalogikan sebagai akad ijaroh. Tetapi dia harus dipahami sebagai satu bab tersendiri, sebagai satu akad tersendiri yang hukumnya berbeda dengan akad Ijaroh.
Kenapa demikian? Karena adanya perbedaan yang sangat mendasar pada akad sewa-menyewa dengan akad Ja’alah.
Akad sewa menyewa yang menjadi objek akad itu adalah jasanya, pekerjaannya. Misalnya anda menyewa tukang gali untuk menggali sumur agar anda bisa mendapatkan air. Yang menjadi objek akadnya adalah pekerjaannya. Urusan tidak keluarnya air bukan menjadi tanggung jawab penggali.
Maka asalkan dia sudah bekerja menggali sekian meter atau sekian hari dia berhak untuk mendapatkan imbalan. Sebagaimana halnya ketika anda menyewa tukang atau karyawan, untuk menggembala unta anda, menggembala kambing Anda, urusan kambing Anda beranak-pinak, mengeluarkan susu, bukan tanggung jawab penggembala
Tetapi yang menjadi urusan (tanggungjawab) pengembala adalah bagaimana dia menggembala kambing anda 1 hari, dari jam sekian hingga jam sekian, urusan kemudian kambing Anda beranak-pinak atau menghasilkan susu itu bukan tanggung jawab mereka, yang penting mereka sudah menjalankan pekerjaan dalam satuan waktu yang telah disepakati.
Sedangkan dalam akad Ja’alah yang menjadi objek akad bukan pekerjaannya, tetapi hasilnya. Yang menjadi objek akad Ja’alah itu hasilnya, yaitu kembalinya barang anda yang hilang atau anda mendapatkan air, ketika anda mengatakan, "Barangsiapa yang bisa menggalikan sumur sehingga menghasilkan air yang melimpah, maka dia akan saya beri sekian rupiah", misalnya.
Tujuan anda atau objek akad dalam komitmen anda ini adalah keluarnya air bukan satuan waktu dia bekerja 1 jam, dua jam. Kalau dia ternyata bisa menyelesaikan pekerjaan tersebut dalam waktu 1 hari dan betul-betul keluar air melimpah maka selesai tanggung jawab dia.
Demikian pula kalau ternyata orang yang mencarikan barang yang hilang tersebut dengan dia berjalan atau pergi dalam waktu yang sangat singkat dan ternyata berhasil menemukan barang tersebut, mengembalikannya kepada anda maka dia berhak mendapatkan upah dan imbalan.
Berbeda dengan karyawan yang anda bayar, anda sewa untuk menjaga atau anda sewa untuk mencari. Ketemu atau tidak ketemu dia berhak mendapatkan imbalan. Berbeda dengan Ja’alah kalau tidak ketemu maka dia tidak berhak mendapatkan imbalan.
Karenanya perbedaan yang sangat mendasar inilah yang kemudian menjadikan sebagian ulama menyatakan bahwa akad Ja’alah tidak dapat dijadikan sebagai akad turunan dari akad Ijaroh tetapi dia adalah akad yang berdiri sendiri sehingga hukumnya berbeda dari hukum-hukum Ijaroh.
Ini yang bisa Kami sampaikan pada kesempatan yang berbahagia ini, kurang dan lebihnya mohon maaf
بالله التوفق والهداية
السلام عليكم ورحمه الله وبركاته
•┈┈•⊰✿✿⊱•┈┈•
Post a Comment