🌐 WAG Dirosah Islamiyah Dewan Fatwa Perhimpunan Al-Irsyad
🗓 JUM’AT | 25 Shafar 1446 H | 30 Agustus 2024 M
🎙 Oleh: Ustadz Dr. Anas Burhanuddin, Lc., M.A. حفظه الله تعالى
🔈 Audio ke-90
https://drive.google.com/file/d/1sHJUwBslIETTWLqbsyQkSFG1TX9Rk3Cw/view?usp=sharingBab Shalatnya Orang Yang Tidak Mampu Berdiri
بسم الله الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمدلله رب العالمين والصلاة والسلام على أشرف الأنبياء والمرسلين سيدنا محمد وعلى آله وأصحابه أجمعين
أما بعد
Anggota grup WhatsApp Dirosah Islamiyah yang semoga senantiasa dirahmati oleh Allāh subhānahu wa ta’ālā.
Kita lanjutkan kajian kita dari kitab Matnul Ghāyah wat Taqrīb (متن الغاية والتقريب) karya Abu Syuja’ Al-Ashfahani rahimahullāhu ta’ālā.
Masih pada bab shalat. Al Imam Abu Syuja’ Al-Ashfahani rahimahullāhu ta’ālā mengatakan,
Barangsiapa tidak mampu untuk berdiri dalam shalat fardhu maka dia boleh shalat dengan duduk.
وَمَنْ عَجَزَ عَنِ القِيَامِ فِي الفَرِيضَةِ صَلَّى جَالِساً وَمَنْ عَجَزَ عَنِ الجُلُوسِ صَلَّى مُضْطَجِعاً
Dan barangsiapa tidak mampu untuk berdiri dalam shalat fardhu maka dia boleh shalat dengan duduk. Dan barangsiapa yang tidak mampu untuk duduk dalam shalatnya maka dia boleh shalat dengan telentang.
Di sini beliau menjelaskan tentang kemudahan dalam Islam, bahwasanya kita harus mengerjakan shalat apapun kondisi kita, sesulit apapun kondisi kita maka kita tetap wajib untuk shalat. Bahkan Al-Imam Asy-Syafi’i rahimahullāhu ta’ālā menyebutkan shalat ini tetap menjadi kewajiban seorang muslim meskipun dia disalib ketika dia tidak bisa bergerak di tiang salib, dia masih punya kewajiban untuk shalat tentunya semampunya.
Demikian juga orang yang tenggelam atau terancam tenggelam dan dia tidak punya alat penyelamat kecuali sebilah kayu di tengah lautan atau di tengah sungai maka dia masih tetap wajib shalat ketika masuk waktunya dalam kondisi seperti itu, tapi tentunya dengan semampu kita.
Di sini beliau menjelaskan bahwasanya kalau kita tidak bisa berdiri kita boleh duduk dan kalau kita tidak bisa duduk maka kita boleh untuk telentang. Dalilnya adalah hadits Imran bin Hushain radhiyallāhu ‘anhu yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari ketika beliau mengeluhkan kepada Rasūlullāh shallallāhu ‘alaihi wa sallam bahwasanya beliau memiliki penyakit wasir maka Nabi Muhammad shallallāhu ‘alaihi wa sallam mengatakan kepada beliau
صَلِّ قَائِمًا، فَإِنْ لَمْ تَسْتَطِعْ فَقَاعِدًا، فَإِنْ لَمْ تَسْتَطِعْ فَعَلَى جَنْبٍ
Shalatlah dengan berdiri kalau engkau tidak mampu maka shalatlah duduk dan kalau engkau tidak mampu maka shalatlah dengan miring.
Di sini Nabi Muhammad shallallāhu ‘alaihi wa sallam menjelaskan bahwasanya kalau kita tidak bisa berdiri kita duduk, kalau tidak bisa duduk, kita miring. Dan itu tidak mengurangi pahala kita karena ini karena alasan sakit atau yang semacamnya. Kita tidak bisa duduk, kita tidak bisa berdiri dan lain sebagainya maka itu tidak mengurangi pahala orang yang shalat.
Berbeda dengan orang yang mampu untuk berdiri tapi dia memilih untuk duduk dalam shalat sunnah maka yang seperti itu dia berkurang pahalanya separo, shalatnya orang yang duduk padahal dia mampu berdiri dalam shalat sunnah itu pahalanya separo dari orang yang shalat dengan berdiri.
Dan barangsiapa yang tidak mampu untuk duduk dalam shalatnya maka dia boleh shalat dengan telentang
Jadi di sini Nabi Muhammad shallallāhu ‘alaihi wa sallam mengajari Imran bin Hushain untuk duduk jika tidak mampu berdiri dan shalat miring dengan menghadap kiblat jika tidak mampu duduk. Jadi sebelum telentang ada tahapan untuk miring dahulu karena itu lebih sempurna dari telentang.
Tapi kalau dia tidak bisa juga untuk shalat dalam keadaan miring dan menghadap kiblat maka dia boleh untuk shalat dengan telentang di atas leher dia atau di atas tengkuk dengan menjadikan tengkuk sebagai alas.
Dan kalau tidak bisa maka bisa berpindah ke tahapan yang selanjutnya yang lebih mudah, misalnya dengan memberi isyarat atau bahkan kalau tidak bisa juga maka bisa dilakukan dengan olah hati melakukan takbiratul ihram, membaca Al-Fatihah, kemudian ruku', sujud semuanya dilakukan dalam hati saja. Ini dalam kondisi kita tidak bisa melakukan apapun kecuali hanya menggerakan hati, tapi shalat tetap wajib untuk kita lakukan selagi kita masih mukallaf.
Demikianlah yang bisa kita kaji pada kesempatan kali ini. Semoga Allāh subhānahu wa ta’ālā memberikan keberkahan ilmu dan memudahkan kita untuk mengamalkannya.
إنه ولي ذلك و القادر عليه
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته
•┈┈•⊰✿✿⊱•┈┈•
Post a Comment