الْحَمْدُ لِلَّهِ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى رَسُوْلِ اللهِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ سَارَ عَلَى نَهْجِهِ وَاقْتَفَى أَثَرَهُ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ
أَمَّا بَعْدُ،
Tidak bertemunya seseorang dengan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di masa hidup tidaklah menghalanginya untuk berkumpul bersama dengan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di akhirat kelak[1].
Seseorang pernah datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan bertanya kepada beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam seraya berkata,
يَا رَسُولَ الله، كيف تقول فِي رَجُلٍ أحبَّ قَوْمًا ولَمْ يَلْحَقْ بِهِمْ؟
“Wahai Rasulullah bagaimana pendapatmu tentang seseorang yang mencintai sebuah kaum namun dia tidak bertemu dengan mereka?”, maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, المَرْءُ مَعَ مَنْ أَحَبَّ “Seseorang bersama dengan yang dicintainya”[2]. Karenanya barang siapa yang bisa mencintai Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan kecintaan yang benar maka ia akan meraih apa yang dijanjikan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan sabdanya المَرْءُ مَعَ مَنْ أَحَبَّ “Seseorang bersama dengan yang dicintainya”[3], dan kelak ia akan bersama dengan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan barangsiapa yang bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam maka jelas dia akan masuk kedalam surga. Wahai saudaraku…, kita harus bergembira dengan adanya kesempatan emas ini sebagaimana gembiranya para sahabat tatkala mengetahui kesempatan ini.
عن أنس رضي الله عنه أن رجلا سأل النبي صلى الله عليه وسلم عن الساعة فقال متى الساعة (وفي رواية: فقام النبي صلى الله عليه وسلم إلى الصلاة فلما قضى صلاته قال أين السائل عن قيام الساعة فقال الرجل أنا يا رسول الله) قال وماذا أعددت لها قال لا شيء (وفي رواية: ما أعْددْتُ لها من كثِيْرِ صلاةٍ ولا صومٍ ولا صدقةٍ) إلا أني أحب الله ورسوله صلى الله عليه وسلم فقال أنت مع من أحببْتَ (وفي رِوَايةٍ: قال أنس: وَنَحنُ كذلك؟ قَال: نعم. فَفَرِحْنَا يَوْمَئِذٍ فَرْحًا شَدِيْدَا) قال أنس فما فرحنا بشيء فرحنا بقول النبي صلى الله عليه وسلم أنت مع من أحببت )وفي رواية: فما رأيت فرح المسلمون بعد الإسلام فرحهم بهذا) قال أنس فأنا أحب النبي صلى الله عليه وسلم وأبا بكر وعمر وأرجو أن أكون معهم بِحُبِّيْ إياهم وإن لم أعمل بمثل أعمالهم
Dalam hadits Anas bin Malik disebutkan bahwasanya ada seorang arab badui[4] bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang hari kiamat seraya berkata, “Wahai Rasulullah, kapan hari kiamat?” (dalam riwayat yang lain: Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun sholat, kemudian tatkala beliau selesai dari sholatnya beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Mana tadi orang yang bertanya tentang hari kiamat?”, orang itu menjawab, “Saya, ya Rasulullah!”)[5] Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Apakah yang engkau persiapkan untuk menemui hari kiamat?”, ia berkata, “Aku tidak menyiapkan apa-apa (dalam riwayat yang lain: “Aku tidak mempersiapkan diri untuk menemui hari kiamat dengan banyaknya sholat, puasa, dan sedekah”[6]) kecuali aku mencintai Allah dan RasulNya”. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Sesungguhnya engkau bersama dengan orang yang engkau cintai” (Dalam riwayat yang lain: Anas berkata, “Lalu kami berkata, “Apakah kami juga demikian?”, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Ya” . Anas berkata, “Maka kamipun pada hari itu sangat gembira”[7]) (Dalam riwayat lain, Anas berkata, “Dan aku tidak pernah melihat kaum muslimin sangat gembira lebih daripada kegembiraan mereka pada saat itu”[8]). Anas berkata, “Kami tidak pernah gembira karena sesuatu apapun sebagaimana kegembiraan kami karena mendengar sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam “Engkau bersama yang engkau cintai”. Anas berkata, “Aku mencintai Nabi, Abu Bakar, dan Umar dan aku berharap aku (kelak dikumpulkan) bersama mereka meskipun aku tidak beramal sebagaimana amalan sholeh mereka”[9]
Namun yang menjadi pertanyaan bisakah kita membuktikan rasa cinta kita kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam??, ataukah pengakuan kecintaan kita kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam hanyalah pengakuan kosong belaka?!. Tentu setiap pengakuan membutuhkan bukti, jika setiap pengakuan langsung diterima mentah-mentah tanpa ada perlunya pembuktian maka siapapun bisa mengaku-ngaku. Kemudian bukti cinta tersebutpun harus merupakan bukti yang bisa diterima dan dipertanggungjawabkan, karena tidak semua bukti bisa diterima. Jika ternyata bukti pengakuan tersebut tidak bisa diterima maka cintanya akan bertepuk sebelah tangan, sebagaimana perkataan seorang penyair:
كُلٌ يَدَّعِي وَصْلاً بِلَيْلَى وَلَيْلَى لاَ تُقِرُّهُمْ بِذَاكَ
Semua orang mengaku-ngaku punya hubungan kasih dengan si Laila, namun Laila tidak mengakui mereka akan hal itu.
Betapa banyak orang yang mengaku cinta kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam namun tidak memiliki bukti, sebagaimana pelaku maksiat yang ditunggangi hawa nafsu mereka hingga tenggelam dalam lautan kemaksiatan.
Betapa banyak orang yang mengaku cinta kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam namun membawa bukti yang tidak bisa diterima sebagaimana para pelaku bid’ah yang mengungkapkan cinta mereka dengan melaksanakan bid’ah-bid’ah yang dilarang oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai bukti cinta mereka kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sebagaimana halnya orang-orang syi’ah yang mengaku cinta kepada Husain dengan mengadakan bid’ah acara mengingat kematian Husain setiap tanggal 10 Muharram dengan memukul-mukul tubuh mereka dengan pedang dan rantai hingga tubuh mereka berlumuran darah, dan tidak sedikit dari mereka yang akhirnya berakhir dengan kebinasaan. Hal ini jelas melanggar wasiat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang melarang seseorang meratapi mayit, dan melarang seseorang memukul pipinya atau merobek baju tatkala ditimpa musibah. Seandainya Husain hidup dan melihat perbuatan mereka niscaya ia akan mengingkari perbuatan mereka.
Ingatlah bahwa bukti cinta kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bukanlah sembarang bukti, bagaimana tidak? karena buah dari bukti yang diterima adalah masuk surga bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Tidak sebagaimana persangkaan orang-orang yang jahil yang menyangka bahwa bukti cinta kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah cukup dengan merayakan hari kelahiran beliau, atau cukup dengan menandungkan untaian kalimat-kalimat yang indah berisi pujian-pujian kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tanpa mempraktekan sunnah-sunnah beliau dalam kehidupan keseharian. Lebih-lebih lagi kejahilan mereka mengantarkan mereka kepada sikap terlalu berlebihan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sehingga timbullah penyimpangan-penyimpangan yang hal ini telah diwanti-wanti oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mereka menyangka bahwa semakin mereka bersikap berlebih-lebihan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam maka semakin diterima bukti kecintaan mereka kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Kewajiban mencintai Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melebihi dari mencintai diri sendiri
Allah berfirman
﴿قُلْ إِنْ كَانَ آبَاؤُكُمْ وَأَبْنَاؤُكُمْ وَإِخْوَانُكُمْ وَأَزْوَاجُكُمْ وَعَشِيرَتُكُمْ وَأَمْوَالٌ اقْتَرَفْتُمُوهَا وَتِجَارَةٌ تَخْشَوْنَ كَسَادَهَا وَمَسَاكِنُ تَرْضَوْنَهَا أَحَبَّ إِلَيْكُمْ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَجِهَادٍ فِي سَبِيلِهِ فَتَرَبَّصُوا حَتَّى يَأْتِيَ اللَّهُ بِأَمْرِهِ وَاللَّهُ لا يَهْدِي الْقَوْمَ الْفَاسِقِينَ﴾ (التوبة:24)
“Katakanlah:"Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, istri-istri, kaum keluarga, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai adalah lebih kamu cintai lebih daripada Allah dan Rasul-Nya dan (dari) berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya". Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.” (QS. 9:24)
Ayat ini jelas menunjukan kewajiban mencintai Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam karena Allah mencela orang yang lebih mencintai hartanya, keluarganya, dan anak-anaknya daripada kecintaannya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan mengancamnya dengan firmanNya “maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya", kemudian di akhir ayat Allah menyatakan bahwa ia termasuk orang-orang yang fasik dan mengabarkan bahwa mereka termasuk orang-orang yang sesat dan tidak diberi petunjuk oleh Allah.[10]
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى أَكُوْنَ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ وَالِدِهِ وَوَلَدِهِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِيْنَ
“Tidaklah beriman salah seorang dari kalian hingga saya yang lebih dia cintai daripada orang tuanya, anak-anaknya, dan seluruh manusia”[11]
Berkata Abdullah bin Hisyam,”Kami bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sedang memegang tangan Umar bin Al-Khottob, Umarpun berkata kepadanya: لأَنْتَ أَحَبُّ إِلَيَّ مِنْ كُلِّ شَّيْءٍ إِلاَّ مِنْ نَفْسِي ”Sesungguhnya engkaulah yang paling aku cintai dari segala sesuatu kecuali dari diriku sendiri”. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata لاَ وَالَّّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ حَتَّى أَكُوْنَ أَحَبَّ إِلَيْكَ مِنْ نَفْسِكَ ”Tidak (cukup demikian) wahai Umar, demi Dzat yang jiwaku berada di tanganNya, hingga akulah yang lebih engkau cintai daripada dirimu sendiri”. Umar lalu berkata, فَإِنَّهُ الآنَ وَاللهِ لأَنْتَ أَحَبُّ إِلَيَّ مِنْ نَفِسِي ”Sesungguhnya sekarang, demi Allah, engkaulah yang lebih aku cintai daripada diriku sendiri”. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, الآنَ يَا عُمَرُ ”Sekarang (barulah sempurna) wahai Umar”[12]
Allah berfirman:
﴿النَّبِيُّ أَوْلَى بِالْمُؤْمِنِينَ مِنْ أَنْفُسِهِمْ ﴾ (الأحزاب: من الآية6)
“Nabi itu (hendaknya) lebih utama bagi orang-orang mukmin dari diri mereka sendiri.” (QS. 33:6)
Ibnul Qoyyim berkata, “Ini adalah dalil bahwa barangsiapa yang (tidak menjadikan) Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lebih utama daripada dirinya sendiri maka dia bukan termasuk orang-orang mukmin”[13] Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda مَا مِن مُؤْمِنٍ إِلاَّ وَأَنَا أَولَى النَّاسِ بِهِ فِي الدُنيَا وَالأَخِرَةِ “Tidak seorang mukminpun kecuali aku adalah orang yang paling utama bagi dirinya di dunia dan di akhirat”[14] Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda أَنَا أَوْلَى بِكُلِّ مُؤْمِنٍ مِنْ نَفْسِهِ “Saya lebih utama bagi setiap mukmin dari dirinya sendiri”[15]
Allah berfirman
﴿لَقَدْ جَاءَكُمْ رَسُولٌ مِنْ أَنْفُسِكُمْ عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ حَرِيصٌ عَلَيْكُمْ بِالْمُؤْمِنِينَ رَؤُوفٌ رَحِيمٌ﴾ (التوبة:128)
“Sesungguhnya telah datang kepadamu seorang rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mu'min”. (QS. 9:128)
Berkata Syaikh As-Sa’di, “Allah menganugrahkan kenikmatan kepada para hambaNya dengan mengutus di tengah-tengah mereka seorang Nabi yang berasal dari jenis mereka. Merekapun mengetahui keadaan Nabi dan memungkinkan mereka untuk mencontohi Nabi dan tidak menolak untuk taat kepadanya, karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sungguh sangat berusaha untuk menasehati umatnya, berusaha agar umatnya meraih kebaikan-kebaikan. Firman Allah ﴿عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ﴾ “berat terasa olehnya penderitaanmu”yaitu perkara apa saja yang menyusahkan dan memberatkan kalian terasa berat juga olehnya. Firman Allah حَرِيصٌ عَلَيْكُمْ “sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu” maka Nabi menginginkan bagi kalian kebaikan dan dia berusaha sekuat mungkin agar segala kebaikan-kebaikan tersebut bisa sampai kepada kalian, dia sangat bersemangat dalam menunjukan kepada kalian jalan menuju keimanan , dan dia membenci kalian ditimpa kejelekan dan berusaha untuk menjauhkan kalian dari segala keburukan. Firman Allah بِالْمُؤْمِنِينَ رَؤُوفٌ رَحِيمٌ ﴾ ﴿ “amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mu'min ”, yaitu sangat sayang dan belas kasih dengan umatnya, lebih daripada kasih sayang orang tua mereka terhadap mereka”[16]
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda
ثَلاَثَةٌ مَنْ كُنَّ فِيْهِ وَجَدَ بِهَنَّ حَلاَوَةَ الإِيْمَانِ: أَنْ يَكُوْنَ اللهُ وَرَسُوْلُهُ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِمَّا سِوَاهُمَا، وَأَنْ يُحِبَّ المَرْءَ لاَيُحِبُّهُ إِلاَّ لِلَّهِ، وَأَنْ يَكْرَهَ أَنْ يَعُوْدَ فِي الْكُفْرِ كَمَا يَكْرَهُ أَنْ يُقْذَفَ فِي النَّارِ
“Tiga perkara jika terdapat pada diri seseorang maka ia akan merasakan manisnya iman; yaitu jika Allah dan RasulNya lebih ia cintai daripada selain keduanya, dia tidak mencintai seseorang kecuali karena Allah, dan dia benci untuk kembali pada kekufuran sebagaimana dia benci jika dilemparkan ke neraka”[17]
Ada dua perkara yang mendorong timbulnya kecintaan seseorang kepada selainnya[18].
Yang pertama kembali pada dzat yang dicintai, yaitu berupa sifat-sifat yang mulia dan terpuji yang terdapata pada dzat yang dicintai tersebut. Semakin banyak sifat yang terpuji pada dzat yang dicintai maka akan semakin besar kecintaan orang yang mencintai dzat tersebut. Orang yang murah senyum, berbudipekerti yang baik, serta memiliki kesabaran yang tinggi tentunya lebih kita cintai daripada orang yang hanya sabar namun tidak murah senyum. Maka jika kita memandang perkara yang pertama ini maka tidaklah ada manusia yang semestinya paling kita cintai kecuali Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Karena beliaulah yang memiliki sifat-sifat yang sangat terpuji dan akhlaq yang sangat tinggi dan mulia. Namun yang menyedihkan begitu banyak kaum muslimin yang tidak merenungkan akhlak mulia beliau, banyak kaum muslimin yang berpaling dari membaca sunnah-sunnah beliau yang akhirnya hal ini menjadikan mereka buta dengan kepribadian Rasul mereka sehingga hilanglah atau berkurang rasa cinta mereka kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Yang kedua kembali kepada kemanfaatan atau faedah yang sampai kepada seseorang disebabkan dzat yang dicintainya tersebut. Semakin banyak dan besar faedah yang didapatkannya disebabkan yang dicintainya maka akan semakin tinggi cintanya kepada dzat yang dia cintai tersebut. Maka jika kita memandang perkara yang kedua ini maka semestinya orang yang paling kita cintai adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, karena dengan sebab beliau maka kita telah memperoleh kemanfaatan yang sangat besar dan tiada bandingannya yaitu kenikmatan iman kepada Allah. Dengan iman yang benar maka Allah akan menyelamatkan kita dari kesengsaran yang abadi dan tidada penghunjungnya di neraka menunju kebahagiaan dan kenikmatan yang abadi yang tiada penghujungnya di surga. Maka kenikmatan mana lagi yang lebih dari ini???, namun siapakah diantara kita yang merenungkannya hingga menumbuhkan kecintaan yang lebih mendalam kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam??
Renungkanlah bagaimana perjuangan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam mendakwahkan dan menyebarkan agama Islam hingga sampai kepada kita. Celaan, cacian, ejekan, makian, semua beliau hadapi dengan sabar demi sampainya agama ini kepada kita, karena kasih sayangnya terhadap kita. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam dikatakan orang gila, dijuluki penyihir, dilempar batu hingga berlumuran berdarah, tatkala sedang sujud diletakkan kotoran isi perut unta diatas pundak beliau, diasingkan oleh orang kampung beliau, bahkan dimusuhi oleh keluarganya sendiri, dimusuhi oleh paman-paman beliau[19], bahkan terusir dari tanah kelahiran beliau….namun semua ini tidaklah mematahkan beliau dalam menyampaikan agama ini kepada kita, semuanya karena kasih sayang beliau kepada kita umatnya, demi menyelamatkan kita dari kesengsaraan dan penderitaan yang abadi di neraka menuju kesenangan dan kebahagiaan yang abadi di surga.
Berkata Ibnu Hajar, “Jika seseorang memikirkan kemanfaatan yang dirasakannya disebabkan adanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang telah mengeluarkannya dari kegelapan kekufuran menuju terangnya keimanan,-apakah baik secara langsung maupun tidak- maka dia akan mengetahui bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah sebab yang menjadikan dia hidup kekal abadi di kenikmatan yang abadi (yaitu di surga) dan dia akan mengetahui bahwa manfaat yang menimbulkan kecintaan lebih banyak bersumber dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam daripada selainnya. Namun manusia bertingkat-tingkatan dalam hal ini sesuai dengan perenungan mereka dan lalainya mereka dari merenungkan hal ini. Oleh karena itu tidaklah diragukan bahwa para sahabat lebih sempurna memahami akan hal ini…”[20]
Kecintaan dan pengagungan para sahabat kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
Para sahabat telah meraih kemuliaan bertemu dengan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam oleh karena itu mereka sangat mencintai dan mengagungkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, tidak ada generasi sebelum mereka yang mencintai seseorang sebagaimana besarnya cinta mereka kepada Nabi dan demikian juga generasi sesudah mereka tidak ada yang bisa menyamai mereka.
Ali bin Abi Tholib pernah ditanya,”Bagaimanakah cinta kalian terhadap Rasulullah?”, beliau menjawab, كَانَ وَاللهِ أَحَبَّ إِلَيْنَا مِنْ أَمْوَالِنَا وَأَوْلاَدِنَا وَآبَائِنَا وَأُمَّهَاتِنَا وَمِنَ الْبَارِد عَلَى الظَّمأ “Demi Allah beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam lebih kami (Ali dan para sahabat yang lain-pen) cintai daripada harta kami, anak-anak kami, bapak kami, ibu kami, dan lebih kami cintai daripada air dingin yang kami minum tatkala sangat dahaga”[21]
Abu Sufyan –tatkala beliau masih seorang musyrik- berkata kepada Zaid bin Ad-Datsinah tatkala penduduk kota Mekah mengeluarkan dia dari tanah haram untuk membunuhnya dan dia dalam keadaan ditawan oleh mereka, kata Abu Sufyan أنشدك بالله يا زيد، أتحب أن محمدا الآن عندنا مكانك نضرب عنقه وإنك في أهلك؟ “Demi Allah aku bertanya kepadamu wahai Zaid, apakah engkau ingin Muhammad sekarang berada bersama kami menggantikan posisimu lalu kami penggal lehernya dan engkau (bebas) bersama keluargamu?”, Zaid berkata, والله ما أحب أن محمدا الآن في مكانه الذي هو فبه تصيبه شوكة تؤذيه وإني جالس في أهلي”Demi Allah, saya tidak suka Muhammad sekarang berada ditempatnya lalu dia tertusuk duri sehingga mengganggunya sedang saya tinggal duduk bersama keluarga saya”. Berkata Abu Sufyan, ما رأيت من الناس أحدا يحب أحدا كحب أصحاب محمد محمدا “Saya tidak pernah melihat seorangpun mencintai yang lainnya sebagaimana kecintaan para sahabat Muhmmad kepada Muhammad”[22]
Berkata Sa’ad bin Mu’adz kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tatkala perang Badr, “Wahai Nabi Allah, apa tidak sebaiknya kami buatkan bagi engkau singgasana yang engkau duduk di atasnya dan kami mempersiapkan kendaraanmu kemudian kami menghadapi pasukan musuh?, jika Allah menjadikan kami jaya dan menang mengalahkan musuh kami maka itulah yang kami harapkan, namun jika kenyataannya lain maka engkau segera naik kendaraanmu dan bergabung dengan kaum kami yang ada di belakang kami. Sungguh telah tertinggal (tidak ikut perang) bersamamu kaum yang engkau lebih kami cintai daripada mereka, kalau seandainya mereka tahu bahwa engkau akan masuk dalam medan peperangan maka mereka tidak akan ketinggalan perang dan Allah akan membelamu dengan mereka, mereka akan memenolongmu dan akan berjihad bersamamu”. Maka Rasulullahpun memuji Sa’ad serta mendoakannya.[23]
Berkata Anas bin Malik, “Tatkala terjadi perang uhud penduduk kota Madinah guncang, mereka berkata, “Muhammad telah terbunuh”, hingga akhirnya timbullah keramaian di ujung kota Madinah. Lalu keluarlah sorang wanita dari kaum Ansor dan dia telah dikabarkan dengan terbunuhnya putranya, ayahnya, suaminya, serta saudara laki-lakinya (dalam perang uhud), dan saya tidak tahu siapa diantara mereka yang lebih dahulu sampai kabar kematiannya pada wanita tersebut. Tatkala dia melewati jenazaah salah seorang diantara mereka dia berkata,”Jenazah siapa ini?” mereka menjawab, “Ayahmu, saudara laki-lakimu, suamimu, putramu!”, dia berkata, “Apakah yang dilakukan oleh Rasulullah?”, mereka berkata, “Dia sedang berada didepan”, hingga wanita tersebutpun menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu dia mengambil ujung baju Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam seraya berkata, “Wahai Rasulullah, saya tidak perduli (dengan apapun yang terjadi) yang penting engkau selamat dari kebinasaan”[24]. Dalam riwayat yang lain, wanita tersebut berkata, “Semua musibah yang tidak menimpamu ringan terasa”
Berkata Sa’ad bin Mu’adz,”Para sahabat telah menyerahkan jiwa-jiwa mereka dan harta-harta mereka dibawah keputusan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mereka berkata, “Ini harta kami berada di hadapanmu, berilah keputusan sesukamu. Dan ini jiwa-jiwa kami berada di hadapanmu, jika Engkau menghendaki kami masuk dalam lautan maka kami akan memasukinya, kami berperang di hadapanmu, dari belakangmu, dari arah kananmu, dan dari arah kirimu”[25]
Anas bin An-Nadlr tatkala terjadi perang Uhud, tatkala perang telah selesai beliau ditemukan dalam keadaan jasad beliau terdapat delapan puluh lebih bekas pukulan, tikaman, dan bekas panah sehingga tidak seorangpun yang mengenalnya kecuali saudara wanitanya yang bernama Ar-Rubayyi’, dia mengenalnya karena ujung-ujung jari Anas. Tatkala itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam teleh mengutus Zaid bin Tsabit setelah selesai peperangan untuk mencari Anas. Maka ia mendapatkannya dalam keadaan sakaratul maut, nafas yang terakhir. Anas yang dalam keadaan sekaratpun membalas salam Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian dia berkata, “Aku mencium bau surga, dan sampaikanlah kepada kaumku dari Golongan Ansor لاَ عُذْرَ لَكُمْ عِنْدَ اللهِ أَنْ يُخْلَصَ إِلَى رَسُوْلِ اللهِ وَفِيْكُمْ شَفَرٌ يِطْرُفُ sesungguhnya tidak ada udzur (alasan) bagi kalian dihadapan Allah jika keburukan menimpa Rasulullah sedang diantara kalian masih ada mata yang bisa berkedip (masih ada yang hidup-pen)”, lalu matanya mengalirkan air mata.[26]
Sungguh tinggi rasa cinta dan pengagunggan para sahabat kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan yang paling menunujukan dan menjelaskan kebesaran cinta mereka kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah perkataan Urwah bin Mas’ud Ats-Tsaqofi –yang ketika itu masih musyrik- ketika berunding dengan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pada waktu perjanjian Hudaibiyah dan melihat pengagungan para sahabat terhadap Nabi, dan tatkala ia kembali ke kaum Quraisy iapun berkata (kepada mereka), “Wahai kaum Quraisy, demi Allah, aku telah di utus kepada para raja, aku telah diutus kepada Kaisar, Kisro, dan Najasyi, demi Allah aku tidak pernah melihat seorang rajapun yang diagungkan oleh para sahabatnya (anak buahnya) sebagaimana pengagungan para sahabat Muhammad kepada Muhammad. Demi Allah, tidaklah ia membuang dahaknya kecuali jatuh di telapak tangan salah seorang dari para sahabatnya kemudian orang tersebut mengusapnya ke wajahnya dan kulit (tubuhnya), jika ia memerintahkan mereka maka mereka segera melaksanakannya, jika dia berwudlu maka mereka hampir saja saling berkelahi demi memperebutkan sisa wudlu beliau[27], jika ia berbicara maka merekapun merendahkan suara mereka, dan mereka tidak mampu mempertajam (melamakan) pandangan mereka kepadanya karena keagungan beliau”[28]
Dan para sahabat telah disifati tatkala duduk mendengarkan wejangan-wejangan Nabi dengan sifat yang sangat mengagumkan, sebagaimana disebutkan dalam banyak hadits. Diantaranya perkataan Abu Sa’id Al-Khudri وسكت الناس كأنّ على رؤوسهم الطير “Orang-orangpun terdiam seakan-akan ada burung (yang hinggap) di atas kepala-kepala mereka”[29]
Berkata ‘Amr bin Al-‘Ash, “Tidak ada seorangpun yang lebih aku cintai daripada Rasulullah, dan tidak ada seorangpun yang lebih agung di kedua mataku daripada Rasulullah. Aku tidak mampu untuk memandangnya dengan penuh pandangan karena keagungannya, dan jika aku diminta untuk menjelaskan cirri-ciri Rasulullah maka aku tidak mampu karena aku tidak pernah memandanganya dengan pandangan yang penuh”[30]
Tatkala Abu Sufyan mengunjungi putrinya Ummu Habibah (istri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam) di kota Madinah lalu memasuki rumah putrinya diapun hendak duduk di atas tikar (yang biasa diduduki oleh) Rasulullah, maka Ummu Habibahpun melipat tikar tersebut. Abu Sufyanpun berkata, “Wahai putriku, aku tidak tahu apakah engkau ingin agar aku tidak duduk di atas tikar ini (karena engkau membenci tikar ini) ataukah engkau tidak ingin tikar ini aku duduki (karena benci kepadaku)?”. Ummu Habibahpun menimpali, “Ini adalah tikarnya Rasulullah, dan engkau adalah orang musyrik yang najis, aku tidak mau engkau duduk di atas tikar milik Rasulullah”[31]
Diantara hal yang menunjukan begitu keras semangatnya para sahabat dalam memuliakan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan menjauhi hal-hal yang bisa mengganggu beliau adalah perkataan Anas bin Malik, إنّ أبواب النبي كانت تُقرع بالأظافر “Pintu-pintu Nabi dahulu diketuk dengan kuku-kuku”[32]
Dan tatkala turun firman Allah
﴿يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَرْفَعُوا أَصْوَاتَكُمْ فَوْقَ صَوْتِ النَّبِيِّ وَلا تَجْهَرُوا لَهُ بِالْقَوْلِ كَجَهْرِ بَعْضِكُمْ لِبَعْضٍ أَنْ تَحْبَطَ أَعْمَالُكُمْ وَأَنْتُمْ لا تَشْعُرُونَ﴾ (الحجرات:2)
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu meninggikan suaramu lebih dari suara Nabi, dam janganlah kamu berkata padanya dengan suara keras sebagaimana kerasnya (suara) sebahagian kamu terhadap sebahagian yang lain, supaya tidak hapus (pahala) amalanmu sedangkan kamu tidak menyadari”. (QS. 49:2), berkata Ibnu Az-Zubair, “Dan Umar tidak pernah lagi meperdengarkan suaranya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam (ia berbicara kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan suara yang sangat pelan-pen) setelah turun ayat ini sampai-sampai Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya kepada Umar apa yang dikatakan Umar kepada beliau.[33] Tsabit bin Qois suaranya keras, sehingga kalau dia berbicara (dengan yang lainnya atau berbicara dengan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam) dia mengangkat suaranya. Tatkala turun ayat ini, diapun duduk di rumahnya menundukkan kepalanya karena dia memandang bahwa dirinya termasuk penduduk neraka karena telah mengangkat suaranya di sisi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sehingga terhapus amalannya dan dia termasuk penduduk neraka hingga Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memberi kabar gembira kepadanya bahwa dia termasuk penduduk surga.[34]
bersambung ....
*******
Catatan Kaki:
[1] Dan disunnahkan bagi kita untuk barangan-angan bisa melihat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, sebagaimana Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda:
مِنْ أَشَدِّ أُمَّتِي لِي حُبًّا نَاسٌ يَكُوْنُوْنَ بَعْدِي يَوَدُّ أَحَدُهُمْ لَوْ رَآنِي بِأَهْلٍِهِ ومَالِهِ
“Diantara orang-orang yang paling besar cintanya kepadaku adalah orang-orang yang datang sepeninggalku, salah seorang dari mereka berangan-angan kalau bisa melihat aku walaupun harus berkorban keluarga dan hartanya” (HR Muslim 4/2178 dari hadits Abu Hurairah)
Lihat juga HR Al-Bukhari no 3589
[2] HR Al-Bukhari no 6169, 6170, dalam riwayat At-Thirmidzi (4/596) dari hadits Shofwan bin ’Assal ia berkata:
جاء أعرابي جهوري الصوت قال يا محمد الرجل يحب القوم ولما يلحق بهم فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم المرء مع من أحب
Datang seorang arab badui yang bersuara lantang, ia berkata, “Wahai Muhammad, seseorang mencintai suatu kaum dan ia tidak bertemu dengan mereka?”. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Seseorang dikumpulkan kelak dengan yang ia cintai”
[3] HR Al-Bukhari no 6168, 6169, 6170
[4] Ibnu Hajar menyebutkan bahwa orang arab badui ini adalah orang arab badui yang buang air kecil di sudut mesjid sebagaimana dalam riwayat Ad-Daruqutni dari hadits Ibnu Mas’ud (Al-Fath 7/63)
جاء أعرابي إلى النبي صلى الله عليه وسلم شيخ كبير فقال يا محمد متى الساعة فقال وما أعددت لها قال لا والذي بعثك بالحق نبيا ما أعددت لها من كبير صلاة ولا صيام إلا أني أحب الله ورسوله قال فإنك مع من أحببت قال فذهب الشيخ فأخذ يبول في المسجد فمر عليه الناس فأقاموه قال رسول الله صلى الله عليه وسلم دعوه عسى أن يكون من أهل الجنة فصبوا على بوله الماء
Datang seorang tua dari arab badui kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian ia berkata, “Wahai Muhammad, kapan hari kiamat?, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Apakah yang kau persiapkan menanti kedatangan hari kiamat?”, ia berkata, “Demi Dzat Yang telah mengutus engkau dengan kebenaran sebagai Nabi, aku tidaklah menyiapkan sholat dan puasa yang banyak, hanya saja aku mencintai Allah dan RasulNya”. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda “Sesungguhnya engkau bersama bersama dengan yang engkau cintai”. Orang tua itupun berpaling dan diapun buang air kecil di mesjid, lalu lewat sekelompok orang dan hendak menghentikannya buang air di mesji, Rasulullahpun berkata, “Biarkanlah dia, mungkin ia termasuk penduduk surga”. Lalu merekapun menuangkan air pada bekas kencingnya”.
Berkata Ad-Daroqutni:, “Al-Mu’allaa adalah perawi majhul” (HR Ad-Daruquthni 1/132).
Pernyataan Ibnu Hajar bahwa orang arab badui ini adalah orang arab badui yang kencing di mesjid perlu diteliti kembali, karena riwayat Daruquthni ini sangat lemah. Para ulama telah sepakat akan kelemahan rowi ini (Mu’alla bin ‘Urfaan Al-Asadi Al-Kufi Al-Maliki). Yahya bin Ma’in berkata, “Mu’alla bin ‘Urfaan adalah dukun di jalan menuju Mekah”. Imam An-Nasai berkata, “Mu’alla bin ‘Urfan matrukul hadits”. Imam Al-Bukhari berkata, “Mu’alla bin ‘Urfaan munkarul hadits”. Berkata Ibnu Hajar, “Ia adalah termasuk gulat syi’ah (syi’ah yang kerusakannya tingkat tinggi)” (Lihat Lisanul Muzan karya Ibnu Hajar 6/64)
[5] Ini adalah riwayat At-Thirmidzi 4/595 dan dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani
[6] HR Al-Bukhari no 6171
[7] HR Al-Bukhari no 6167
[8] Disebutkan oleh Ibnu Hajar dalam Al-Fath 10/681, Ini adalah riwayat At-Thirmidzi 4/595 dan dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani, lihat juga Adabul Mufrod no 352
[9] HR Al-Bukhari no 3688 dan Muslim 4/2032. Namun yang sangat menyedihkan kita menyaksikan betapa banyak kaum muslimin terutama dari golongan permuda yang mereka sangat mencintai orang-orang kafir (terutama para artis), bahkan foto orang-orang kafir tersebut mereka pajang di kamar-kamar mereka, bahkan mereka meniru gaya berpakaian dan berbicara orang-orang kafir tersebut. Yang lebih sangat menyedihkan lagi, ternyata tingkat kecintaan mereka terhadap orang-orang kafir tersebut sudah sangat mendalam dan merasuk jiwa mereka, terbukti tatkala para artis tersebut datang ke negeri-negeri kaum muslimin maka para penggemar merekapun berbondong-bondong menyambut para idola mereka yang kafir, bahkan hingga timbul histeris tatkala menyaksikan para idola mereka itu, bahkan ada diantara mereka yang pingsan karen saking gembira dan histeris tatkala melihat langsung para idola mereka, bahkan ada yang sampai mati gara-gara berebutan dekat dengan para idola mereka yang kafir. Hingga demikiankah cinta mereka terhadap orang-orang kafir tersebut??, bagaimanakah nasib mereka kelak, padahal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda “Seseorang (diukumpulkan diakhirat kelak) bersama yang ia cintai” ???!!!
[10] Lihat penjelasan Al-Qodhi ‘Iyadl dalam As-Syifa bi ta’rifi ahwalil Mushtofa 2/18
[11] HR Al-Bukhari no 15
[12] HR Al-Bukhari no 6632
[13] Badai’ At-Tafsir Al-Jami’ litafsir Ibnil Qoyyim 2/422
[14] HR Al-Bukhari no 4781
[15] HR Muslim no 867
[16] Taisir Al-Karim Ar-Rahman, tafsir surat 9 ayat 128
[17] HR Al-Bukhari no 16,21 dan Muslim no 43
[18] Faedah ini penulis dapatkan dari perkataan DR Muhammad Darroz ketika menjelaskan hadits ini (lihat Al-Mukhtar min kunuzis Sunnah hal 344,345)
[19] Ttatkala Nabi berdakwah kerumah-rumah penduduk kota Mekah Abu Lahab (paman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam) mengikutinya dari belakang kemudian berteriak kepada orang-orang, “Wahai manusia, janganlah kalian tertipu dengan orang ini (maksud Abu Lahab adalah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam) sehingga kalian keluar dari agama kalian dan agama nenek moyang kalian” (As-Siroh An-Nabawiah As-Shohihah 1/193)
[20] Fathul Bari 1/83
[21] Syu’abul Iman, karya Imam Al-Baihaqi 2/133
[22] Al-Bidayah wa An-Nihayah, karya Ibnu Katsir 4/65
[23] Dibawakan oleh Ibnu Katsir dalam Al-Bidayah Wa An-Nihayah 3/268
[24] Diriwayatkan oleh At-Thabrani dalam Al-Awshoth 8/244, dan dalam Majma’ Az-Zawaid karya Al-Haitsami 6/115 dan dia menyebutkan bahwa seluruh perawi nya tsiqoh kecuali seorang perawi dia tidak mengetahuinya. Lihat Al-Bidayah Wa An-Nihayah 4/47. Berkata Syaikh Akrom Al-Umari, “Dengan sanad yang baik, terdapat perowi yang bernama Abdul Wahid bin Abi ‘Aun Al-Madani, soduuq yukhti’" (As-Shiroh As-Shohihah 2/395)
[25] Ini adalah perkataan Sa’ad bin Mu’adz sbagaimana disebutkan oleh para ahli sejarah, lihat Siroh Ibni Hisyam 2/188, dan asal kisah ini adalah di shohih Muslim no 1779
[26] Diriwayatkan oleh Ibnu Ishaq dengan isnad yang para perowinya tsiqoh sebagaimana di Al-Majma’. Lihat As-Siroh An-Nabawiyah fi dhoui masodiriha Al-Asliyah karya DR Mahdi Ahmad hal 387
[27] Dan hal ini merupakan kekhususan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, karena tubuh beliau penuh dengan baraokah, rambut beliau, ludah beliau, ingus beliau, serta keringat beliau sebagaimana dijelaskan dalam banyak hadits. Dan ini tidak boleh diqiaskan kepada selain beliau, karena tidak seorang sahabatpun yang mencari barokah dengan mengusap tubuh Abu Bakar, atau Umar, atau para sahabat yang lain, padahal Abu Bakar dan Umar telah dijamin masuk surga dan tidak diragukan lagi keimanan mereka, namun tak seorangpun yang mencari barokah dengan tubuh mereka. Hal ini menunjukan bahwa ini merupakan kekhususan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Tidak sebagaimana yang dilakukan oleh sebagian anggota tariqat-tariqat sufi yang mencari barokah dengan mengusapkan tangan mereka ke tubuh, atau pakaian guru-guru mereka. Insya Allah akan ada pembahasan khusus akan hal ini.
[28] HR Al-Bukhari no 2731,2732
[29] HR Al-Bukhari no 2842
[30] HR Muslim no 121
[31] Sebagaimana dibawakan oleh Ibnu Katsir dalam Al-Bidayah Wa An-Nihayah 4/280 dan oleh Ibnu Hajar dalam Al-Ishobah 4/299,300
[32] Dikeluarkan oleh Al-Baihaqi dalam Asy-Syu’ab 2/201 no 1531, dan Al-Khotib Al-Bagdadi dalam Al-Jami’ Li Akhlaqir Rowi wa Adabis Sami’ 1/95
[33] HR Al-Bukhari no 4845
[34] HR Al-Bukhari no 4846
oleh: Ust Firanda Andirja
di www.firanda.com
أَمَّا بَعْدُ،
Tidak bertemunya seseorang dengan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di masa hidup tidaklah menghalanginya untuk berkumpul bersama dengan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di akhirat kelak[1].
Seseorang pernah datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan bertanya kepada beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam seraya berkata,
يَا رَسُولَ الله، كيف تقول فِي رَجُلٍ أحبَّ قَوْمًا ولَمْ يَلْحَقْ بِهِمْ؟
“Wahai Rasulullah bagaimana pendapatmu tentang seseorang yang mencintai sebuah kaum namun dia tidak bertemu dengan mereka?”, maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, المَرْءُ مَعَ مَنْ أَحَبَّ “Seseorang bersama dengan yang dicintainya”[2]. Karenanya barang siapa yang bisa mencintai Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan kecintaan yang benar maka ia akan meraih apa yang dijanjikan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan sabdanya المَرْءُ مَعَ مَنْ أَحَبَّ “Seseorang bersama dengan yang dicintainya”[3], dan kelak ia akan bersama dengan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan barangsiapa yang bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam maka jelas dia akan masuk kedalam surga. Wahai saudaraku…, kita harus bergembira dengan adanya kesempatan emas ini sebagaimana gembiranya para sahabat tatkala mengetahui kesempatan ini.
عن أنس رضي الله عنه أن رجلا سأل النبي صلى الله عليه وسلم عن الساعة فقال متى الساعة (وفي رواية: فقام النبي صلى الله عليه وسلم إلى الصلاة فلما قضى صلاته قال أين السائل عن قيام الساعة فقال الرجل أنا يا رسول الله) قال وماذا أعددت لها قال لا شيء (وفي رواية: ما أعْددْتُ لها من كثِيْرِ صلاةٍ ولا صومٍ ولا صدقةٍ) إلا أني أحب الله ورسوله صلى الله عليه وسلم فقال أنت مع من أحببْتَ (وفي رِوَايةٍ: قال أنس: وَنَحنُ كذلك؟ قَال: نعم. فَفَرِحْنَا يَوْمَئِذٍ فَرْحًا شَدِيْدَا) قال أنس فما فرحنا بشيء فرحنا بقول النبي صلى الله عليه وسلم أنت مع من أحببت )وفي رواية: فما رأيت فرح المسلمون بعد الإسلام فرحهم بهذا) قال أنس فأنا أحب النبي صلى الله عليه وسلم وأبا بكر وعمر وأرجو أن أكون معهم بِحُبِّيْ إياهم وإن لم أعمل بمثل أعمالهم
Dalam hadits Anas bin Malik disebutkan bahwasanya ada seorang arab badui[4] bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang hari kiamat seraya berkata, “Wahai Rasulullah, kapan hari kiamat?” (dalam riwayat yang lain: Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun sholat, kemudian tatkala beliau selesai dari sholatnya beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Mana tadi orang yang bertanya tentang hari kiamat?”, orang itu menjawab, “Saya, ya Rasulullah!”)[5] Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Apakah yang engkau persiapkan untuk menemui hari kiamat?”, ia berkata, “Aku tidak menyiapkan apa-apa (dalam riwayat yang lain: “Aku tidak mempersiapkan diri untuk menemui hari kiamat dengan banyaknya sholat, puasa, dan sedekah”[6]) kecuali aku mencintai Allah dan RasulNya”. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Sesungguhnya engkau bersama dengan orang yang engkau cintai” (Dalam riwayat yang lain: Anas berkata, “Lalu kami berkata, “Apakah kami juga demikian?”, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Ya” . Anas berkata, “Maka kamipun pada hari itu sangat gembira”[7]) (Dalam riwayat lain, Anas berkata, “Dan aku tidak pernah melihat kaum muslimin sangat gembira lebih daripada kegembiraan mereka pada saat itu”[8]). Anas berkata, “Kami tidak pernah gembira karena sesuatu apapun sebagaimana kegembiraan kami karena mendengar sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam “Engkau bersama yang engkau cintai”. Anas berkata, “Aku mencintai Nabi, Abu Bakar, dan Umar dan aku berharap aku (kelak dikumpulkan) bersama mereka meskipun aku tidak beramal sebagaimana amalan sholeh mereka”[9]
Namun yang menjadi pertanyaan bisakah kita membuktikan rasa cinta kita kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam??, ataukah pengakuan kecintaan kita kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam hanyalah pengakuan kosong belaka?!. Tentu setiap pengakuan membutuhkan bukti, jika setiap pengakuan langsung diterima mentah-mentah tanpa ada perlunya pembuktian maka siapapun bisa mengaku-ngaku. Kemudian bukti cinta tersebutpun harus merupakan bukti yang bisa diterima dan dipertanggungjawabkan, karena tidak semua bukti bisa diterima. Jika ternyata bukti pengakuan tersebut tidak bisa diterima maka cintanya akan bertepuk sebelah tangan, sebagaimana perkataan seorang penyair:
كُلٌ يَدَّعِي وَصْلاً بِلَيْلَى وَلَيْلَى لاَ تُقِرُّهُمْ بِذَاكَ
Semua orang mengaku-ngaku punya hubungan kasih dengan si Laila, namun Laila tidak mengakui mereka akan hal itu.
Betapa banyak orang yang mengaku cinta kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam namun tidak memiliki bukti, sebagaimana pelaku maksiat yang ditunggangi hawa nafsu mereka hingga tenggelam dalam lautan kemaksiatan.
Betapa banyak orang yang mengaku cinta kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam namun membawa bukti yang tidak bisa diterima sebagaimana para pelaku bid’ah yang mengungkapkan cinta mereka dengan melaksanakan bid’ah-bid’ah yang dilarang oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai bukti cinta mereka kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sebagaimana halnya orang-orang syi’ah yang mengaku cinta kepada Husain dengan mengadakan bid’ah acara mengingat kematian Husain setiap tanggal 10 Muharram dengan memukul-mukul tubuh mereka dengan pedang dan rantai hingga tubuh mereka berlumuran darah, dan tidak sedikit dari mereka yang akhirnya berakhir dengan kebinasaan. Hal ini jelas melanggar wasiat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang melarang seseorang meratapi mayit, dan melarang seseorang memukul pipinya atau merobek baju tatkala ditimpa musibah. Seandainya Husain hidup dan melihat perbuatan mereka niscaya ia akan mengingkari perbuatan mereka.
Ingatlah bahwa bukti cinta kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bukanlah sembarang bukti, bagaimana tidak? karena buah dari bukti yang diterima adalah masuk surga bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Tidak sebagaimana persangkaan orang-orang yang jahil yang menyangka bahwa bukti cinta kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah cukup dengan merayakan hari kelahiran beliau, atau cukup dengan menandungkan untaian kalimat-kalimat yang indah berisi pujian-pujian kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tanpa mempraktekan sunnah-sunnah beliau dalam kehidupan keseharian. Lebih-lebih lagi kejahilan mereka mengantarkan mereka kepada sikap terlalu berlebihan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sehingga timbullah penyimpangan-penyimpangan yang hal ini telah diwanti-wanti oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mereka menyangka bahwa semakin mereka bersikap berlebih-lebihan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam maka semakin diterima bukti kecintaan mereka kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Kewajiban mencintai Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melebihi dari mencintai diri sendiri
Allah berfirman
﴿قُلْ إِنْ كَانَ آبَاؤُكُمْ وَأَبْنَاؤُكُمْ وَإِخْوَانُكُمْ وَأَزْوَاجُكُمْ وَعَشِيرَتُكُمْ وَأَمْوَالٌ اقْتَرَفْتُمُوهَا وَتِجَارَةٌ تَخْشَوْنَ كَسَادَهَا وَمَسَاكِنُ تَرْضَوْنَهَا أَحَبَّ إِلَيْكُمْ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَجِهَادٍ فِي سَبِيلِهِ فَتَرَبَّصُوا حَتَّى يَأْتِيَ اللَّهُ بِأَمْرِهِ وَاللَّهُ لا يَهْدِي الْقَوْمَ الْفَاسِقِينَ﴾ (التوبة:24)
“Katakanlah:"Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, istri-istri, kaum keluarga, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai adalah lebih kamu cintai lebih daripada Allah dan Rasul-Nya dan (dari) berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya". Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.” (QS. 9:24)
Ayat ini jelas menunjukan kewajiban mencintai Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam karena Allah mencela orang yang lebih mencintai hartanya, keluarganya, dan anak-anaknya daripada kecintaannya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan mengancamnya dengan firmanNya “maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya", kemudian di akhir ayat Allah menyatakan bahwa ia termasuk orang-orang yang fasik dan mengabarkan bahwa mereka termasuk orang-orang yang sesat dan tidak diberi petunjuk oleh Allah.[10]
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى أَكُوْنَ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ وَالِدِهِ وَوَلَدِهِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِيْنَ
“Tidaklah beriman salah seorang dari kalian hingga saya yang lebih dia cintai daripada orang tuanya, anak-anaknya, dan seluruh manusia”[11]
Berkata Abdullah bin Hisyam,”Kami bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sedang memegang tangan Umar bin Al-Khottob, Umarpun berkata kepadanya: لأَنْتَ أَحَبُّ إِلَيَّ مِنْ كُلِّ شَّيْءٍ إِلاَّ مِنْ نَفْسِي ”Sesungguhnya engkaulah yang paling aku cintai dari segala sesuatu kecuali dari diriku sendiri”. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata لاَ وَالَّّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ حَتَّى أَكُوْنَ أَحَبَّ إِلَيْكَ مِنْ نَفْسِكَ ”Tidak (cukup demikian) wahai Umar, demi Dzat yang jiwaku berada di tanganNya, hingga akulah yang lebih engkau cintai daripada dirimu sendiri”. Umar lalu berkata, فَإِنَّهُ الآنَ وَاللهِ لأَنْتَ أَحَبُّ إِلَيَّ مِنْ نَفِسِي ”Sesungguhnya sekarang, demi Allah, engkaulah yang lebih aku cintai daripada diriku sendiri”. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, الآنَ يَا عُمَرُ ”Sekarang (barulah sempurna) wahai Umar”[12]
Allah berfirman:
﴿النَّبِيُّ أَوْلَى بِالْمُؤْمِنِينَ مِنْ أَنْفُسِهِمْ ﴾ (الأحزاب: من الآية6)
“Nabi itu (hendaknya) lebih utama bagi orang-orang mukmin dari diri mereka sendiri.” (QS. 33:6)
Ibnul Qoyyim berkata, “Ini adalah dalil bahwa barangsiapa yang (tidak menjadikan) Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lebih utama daripada dirinya sendiri maka dia bukan termasuk orang-orang mukmin”[13] Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda مَا مِن مُؤْمِنٍ إِلاَّ وَأَنَا أَولَى النَّاسِ بِهِ فِي الدُنيَا وَالأَخِرَةِ “Tidak seorang mukminpun kecuali aku adalah orang yang paling utama bagi dirinya di dunia dan di akhirat”[14] Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda أَنَا أَوْلَى بِكُلِّ مُؤْمِنٍ مِنْ نَفْسِهِ “Saya lebih utama bagi setiap mukmin dari dirinya sendiri”[15]
Allah berfirman
﴿لَقَدْ جَاءَكُمْ رَسُولٌ مِنْ أَنْفُسِكُمْ عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ حَرِيصٌ عَلَيْكُمْ بِالْمُؤْمِنِينَ رَؤُوفٌ رَحِيمٌ﴾ (التوبة:128)
“Sesungguhnya telah datang kepadamu seorang rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mu'min”. (QS. 9:128)
Berkata Syaikh As-Sa’di, “Allah menganugrahkan kenikmatan kepada para hambaNya dengan mengutus di tengah-tengah mereka seorang Nabi yang berasal dari jenis mereka. Merekapun mengetahui keadaan Nabi dan memungkinkan mereka untuk mencontohi Nabi dan tidak menolak untuk taat kepadanya, karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sungguh sangat berusaha untuk menasehati umatnya, berusaha agar umatnya meraih kebaikan-kebaikan. Firman Allah ﴿عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ﴾ “berat terasa olehnya penderitaanmu”yaitu perkara apa saja yang menyusahkan dan memberatkan kalian terasa berat juga olehnya. Firman Allah حَرِيصٌ عَلَيْكُمْ “sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu” maka Nabi menginginkan bagi kalian kebaikan dan dia berusaha sekuat mungkin agar segala kebaikan-kebaikan tersebut bisa sampai kepada kalian, dia sangat bersemangat dalam menunjukan kepada kalian jalan menuju keimanan , dan dia membenci kalian ditimpa kejelekan dan berusaha untuk menjauhkan kalian dari segala keburukan. Firman Allah بِالْمُؤْمِنِينَ رَؤُوفٌ رَحِيمٌ ﴾ ﴿ “amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mu'min ”, yaitu sangat sayang dan belas kasih dengan umatnya, lebih daripada kasih sayang orang tua mereka terhadap mereka”[16]
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda
ثَلاَثَةٌ مَنْ كُنَّ فِيْهِ وَجَدَ بِهَنَّ حَلاَوَةَ الإِيْمَانِ: أَنْ يَكُوْنَ اللهُ وَرَسُوْلُهُ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِمَّا سِوَاهُمَا، وَأَنْ يُحِبَّ المَرْءَ لاَيُحِبُّهُ إِلاَّ لِلَّهِ، وَأَنْ يَكْرَهَ أَنْ يَعُوْدَ فِي الْكُفْرِ كَمَا يَكْرَهُ أَنْ يُقْذَفَ فِي النَّارِ
“Tiga perkara jika terdapat pada diri seseorang maka ia akan merasakan manisnya iman; yaitu jika Allah dan RasulNya lebih ia cintai daripada selain keduanya, dia tidak mencintai seseorang kecuali karena Allah, dan dia benci untuk kembali pada kekufuran sebagaimana dia benci jika dilemparkan ke neraka”[17]
Ada dua perkara yang mendorong timbulnya kecintaan seseorang kepada selainnya[18].
Yang pertama kembali pada dzat yang dicintai, yaitu berupa sifat-sifat yang mulia dan terpuji yang terdapata pada dzat yang dicintai tersebut. Semakin banyak sifat yang terpuji pada dzat yang dicintai maka akan semakin besar kecintaan orang yang mencintai dzat tersebut. Orang yang murah senyum, berbudipekerti yang baik, serta memiliki kesabaran yang tinggi tentunya lebih kita cintai daripada orang yang hanya sabar namun tidak murah senyum. Maka jika kita memandang perkara yang pertama ini maka tidaklah ada manusia yang semestinya paling kita cintai kecuali Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Karena beliaulah yang memiliki sifat-sifat yang sangat terpuji dan akhlaq yang sangat tinggi dan mulia. Namun yang menyedihkan begitu banyak kaum muslimin yang tidak merenungkan akhlak mulia beliau, banyak kaum muslimin yang berpaling dari membaca sunnah-sunnah beliau yang akhirnya hal ini menjadikan mereka buta dengan kepribadian Rasul mereka sehingga hilanglah atau berkurang rasa cinta mereka kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Yang kedua kembali kepada kemanfaatan atau faedah yang sampai kepada seseorang disebabkan dzat yang dicintainya tersebut. Semakin banyak dan besar faedah yang didapatkannya disebabkan yang dicintainya maka akan semakin tinggi cintanya kepada dzat yang dia cintai tersebut. Maka jika kita memandang perkara yang kedua ini maka semestinya orang yang paling kita cintai adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, karena dengan sebab beliau maka kita telah memperoleh kemanfaatan yang sangat besar dan tiada bandingannya yaitu kenikmatan iman kepada Allah. Dengan iman yang benar maka Allah akan menyelamatkan kita dari kesengsaran yang abadi dan tidada penghunjungnya di neraka menunju kebahagiaan dan kenikmatan yang abadi yang tiada penghujungnya di surga. Maka kenikmatan mana lagi yang lebih dari ini???, namun siapakah diantara kita yang merenungkannya hingga menumbuhkan kecintaan yang lebih mendalam kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam??
Renungkanlah bagaimana perjuangan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam mendakwahkan dan menyebarkan agama Islam hingga sampai kepada kita. Celaan, cacian, ejekan, makian, semua beliau hadapi dengan sabar demi sampainya agama ini kepada kita, karena kasih sayangnya terhadap kita. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam dikatakan orang gila, dijuluki penyihir, dilempar batu hingga berlumuran berdarah, tatkala sedang sujud diletakkan kotoran isi perut unta diatas pundak beliau, diasingkan oleh orang kampung beliau, bahkan dimusuhi oleh keluarganya sendiri, dimusuhi oleh paman-paman beliau[19], bahkan terusir dari tanah kelahiran beliau….namun semua ini tidaklah mematahkan beliau dalam menyampaikan agama ini kepada kita, semuanya karena kasih sayang beliau kepada kita umatnya, demi menyelamatkan kita dari kesengsaraan dan penderitaan yang abadi di neraka menuju kesenangan dan kebahagiaan yang abadi di surga.
Berkata Ibnu Hajar, “Jika seseorang memikirkan kemanfaatan yang dirasakannya disebabkan adanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang telah mengeluarkannya dari kegelapan kekufuran menuju terangnya keimanan,-apakah baik secara langsung maupun tidak- maka dia akan mengetahui bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah sebab yang menjadikan dia hidup kekal abadi di kenikmatan yang abadi (yaitu di surga) dan dia akan mengetahui bahwa manfaat yang menimbulkan kecintaan lebih banyak bersumber dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam daripada selainnya. Namun manusia bertingkat-tingkatan dalam hal ini sesuai dengan perenungan mereka dan lalainya mereka dari merenungkan hal ini. Oleh karena itu tidaklah diragukan bahwa para sahabat lebih sempurna memahami akan hal ini…”[20]
Kecintaan dan pengagungan para sahabat kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
Para sahabat telah meraih kemuliaan bertemu dengan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam oleh karena itu mereka sangat mencintai dan mengagungkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, tidak ada generasi sebelum mereka yang mencintai seseorang sebagaimana besarnya cinta mereka kepada Nabi dan demikian juga generasi sesudah mereka tidak ada yang bisa menyamai mereka.
Ali bin Abi Tholib pernah ditanya,”Bagaimanakah cinta kalian terhadap Rasulullah?”, beliau menjawab, كَانَ وَاللهِ أَحَبَّ إِلَيْنَا مِنْ أَمْوَالِنَا وَأَوْلاَدِنَا وَآبَائِنَا وَأُمَّهَاتِنَا وَمِنَ الْبَارِد عَلَى الظَّمأ “Demi Allah beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam lebih kami (Ali dan para sahabat yang lain-pen) cintai daripada harta kami, anak-anak kami, bapak kami, ibu kami, dan lebih kami cintai daripada air dingin yang kami minum tatkala sangat dahaga”[21]
Abu Sufyan –tatkala beliau masih seorang musyrik- berkata kepada Zaid bin Ad-Datsinah tatkala penduduk kota Mekah mengeluarkan dia dari tanah haram untuk membunuhnya dan dia dalam keadaan ditawan oleh mereka, kata Abu Sufyan أنشدك بالله يا زيد، أتحب أن محمدا الآن عندنا مكانك نضرب عنقه وإنك في أهلك؟ “Demi Allah aku bertanya kepadamu wahai Zaid, apakah engkau ingin Muhammad sekarang berada bersama kami menggantikan posisimu lalu kami penggal lehernya dan engkau (bebas) bersama keluargamu?”, Zaid berkata, والله ما أحب أن محمدا الآن في مكانه الذي هو فبه تصيبه شوكة تؤذيه وإني جالس في أهلي”Demi Allah, saya tidak suka Muhammad sekarang berada ditempatnya lalu dia tertusuk duri sehingga mengganggunya sedang saya tinggal duduk bersama keluarga saya”. Berkata Abu Sufyan, ما رأيت من الناس أحدا يحب أحدا كحب أصحاب محمد محمدا “Saya tidak pernah melihat seorangpun mencintai yang lainnya sebagaimana kecintaan para sahabat Muhmmad kepada Muhammad”[22]
Berkata Sa’ad bin Mu’adz kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tatkala perang Badr, “Wahai Nabi Allah, apa tidak sebaiknya kami buatkan bagi engkau singgasana yang engkau duduk di atasnya dan kami mempersiapkan kendaraanmu kemudian kami menghadapi pasukan musuh?, jika Allah menjadikan kami jaya dan menang mengalahkan musuh kami maka itulah yang kami harapkan, namun jika kenyataannya lain maka engkau segera naik kendaraanmu dan bergabung dengan kaum kami yang ada di belakang kami. Sungguh telah tertinggal (tidak ikut perang) bersamamu kaum yang engkau lebih kami cintai daripada mereka, kalau seandainya mereka tahu bahwa engkau akan masuk dalam medan peperangan maka mereka tidak akan ketinggalan perang dan Allah akan membelamu dengan mereka, mereka akan memenolongmu dan akan berjihad bersamamu”. Maka Rasulullahpun memuji Sa’ad serta mendoakannya.[23]
Berkata Anas bin Malik, “Tatkala terjadi perang uhud penduduk kota Madinah guncang, mereka berkata, “Muhammad telah terbunuh”, hingga akhirnya timbullah keramaian di ujung kota Madinah. Lalu keluarlah sorang wanita dari kaum Ansor dan dia telah dikabarkan dengan terbunuhnya putranya, ayahnya, suaminya, serta saudara laki-lakinya (dalam perang uhud), dan saya tidak tahu siapa diantara mereka yang lebih dahulu sampai kabar kematiannya pada wanita tersebut. Tatkala dia melewati jenazaah salah seorang diantara mereka dia berkata,”Jenazah siapa ini?” mereka menjawab, “Ayahmu, saudara laki-lakimu, suamimu, putramu!”, dia berkata, “Apakah yang dilakukan oleh Rasulullah?”, mereka berkata, “Dia sedang berada didepan”, hingga wanita tersebutpun menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu dia mengambil ujung baju Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam seraya berkata, “Wahai Rasulullah, saya tidak perduli (dengan apapun yang terjadi) yang penting engkau selamat dari kebinasaan”[24]. Dalam riwayat yang lain, wanita tersebut berkata, “Semua musibah yang tidak menimpamu ringan terasa”
Berkata Sa’ad bin Mu’adz,”Para sahabat telah menyerahkan jiwa-jiwa mereka dan harta-harta mereka dibawah keputusan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mereka berkata, “Ini harta kami berada di hadapanmu, berilah keputusan sesukamu. Dan ini jiwa-jiwa kami berada di hadapanmu, jika Engkau menghendaki kami masuk dalam lautan maka kami akan memasukinya, kami berperang di hadapanmu, dari belakangmu, dari arah kananmu, dan dari arah kirimu”[25]
Anas bin An-Nadlr tatkala terjadi perang Uhud, tatkala perang telah selesai beliau ditemukan dalam keadaan jasad beliau terdapat delapan puluh lebih bekas pukulan, tikaman, dan bekas panah sehingga tidak seorangpun yang mengenalnya kecuali saudara wanitanya yang bernama Ar-Rubayyi’, dia mengenalnya karena ujung-ujung jari Anas. Tatkala itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam teleh mengutus Zaid bin Tsabit setelah selesai peperangan untuk mencari Anas. Maka ia mendapatkannya dalam keadaan sakaratul maut, nafas yang terakhir. Anas yang dalam keadaan sekaratpun membalas salam Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian dia berkata, “Aku mencium bau surga, dan sampaikanlah kepada kaumku dari Golongan Ansor لاَ عُذْرَ لَكُمْ عِنْدَ اللهِ أَنْ يُخْلَصَ إِلَى رَسُوْلِ اللهِ وَفِيْكُمْ شَفَرٌ يِطْرُفُ sesungguhnya tidak ada udzur (alasan) bagi kalian dihadapan Allah jika keburukan menimpa Rasulullah sedang diantara kalian masih ada mata yang bisa berkedip (masih ada yang hidup-pen)”, lalu matanya mengalirkan air mata.[26]
Sungguh tinggi rasa cinta dan pengagunggan para sahabat kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan yang paling menunujukan dan menjelaskan kebesaran cinta mereka kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah perkataan Urwah bin Mas’ud Ats-Tsaqofi –yang ketika itu masih musyrik- ketika berunding dengan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pada waktu perjanjian Hudaibiyah dan melihat pengagungan para sahabat terhadap Nabi, dan tatkala ia kembali ke kaum Quraisy iapun berkata (kepada mereka), “Wahai kaum Quraisy, demi Allah, aku telah di utus kepada para raja, aku telah diutus kepada Kaisar, Kisro, dan Najasyi, demi Allah aku tidak pernah melihat seorang rajapun yang diagungkan oleh para sahabatnya (anak buahnya) sebagaimana pengagungan para sahabat Muhammad kepada Muhammad. Demi Allah, tidaklah ia membuang dahaknya kecuali jatuh di telapak tangan salah seorang dari para sahabatnya kemudian orang tersebut mengusapnya ke wajahnya dan kulit (tubuhnya), jika ia memerintahkan mereka maka mereka segera melaksanakannya, jika dia berwudlu maka mereka hampir saja saling berkelahi demi memperebutkan sisa wudlu beliau[27], jika ia berbicara maka merekapun merendahkan suara mereka, dan mereka tidak mampu mempertajam (melamakan) pandangan mereka kepadanya karena keagungan beliau”[28]
Dan para sahabat telah disifati tatkala duduk mendengarkan wejangan-wejangan Nabi dengan sifat yang sangat mengagumkan, sebagaimana disebutkan dalam banyak hadits. Diantaranya perkataan Abu Sa’id Al-Khudri وسكت الناس كأنّ على رؤوسهم الطير “Orang-orangpun terdiam seakan-akan ada burung (yang hinggap) di atas kepala-kepala mereka”[29]
Berkata ‘Amr bin Al-‘Ash, “Tidak ada seorangpun yang lebih aku cintai daripada Rasulullah, dan tidak ada seorangpun yang lebih agung di kedua mataku daripada Rasulullah. Aku tidak mampu untuk memandangnya dengan penuh pandangan karena keagungannya, dan jika aku diminta untuk menjelaskan cirri-ciri Rasulullah maka aku tidak mampu karena aku tidak pernah memandanganya dengan pandangan yang penuh”[30]
Tatkala Abu Sufyan mengunjungi putrinya Ummu Habibah (istri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam) di kota Madinah lalu memasuki rumah putrinya diapun hendak duduk di atas tikar (yang biasa diduduki oleh) Rasulullah, maka Ummu Habibahpun melipat tikar tersebut. Abu Sufyanpun berkata, “Wahai putriku, aku tidak tahu apakah engkau ingin agar aku tidak duduk di atas tikar ini (karena engkau membenci tikar ini) ataukah engkau tidak ingin tikar ini aku duduki (karena benci kepadaku)?”. Ummu Habibahpun menimpali, “Ini adalah tikarnya Rasulullah, dan engkau adalah orang musyrik yang najis, aku tidak mau engkau duduk di atas tikar milik Rasulullah”[31]
Diantara hal yang menunjukan begitu keras semangatnya para sahabat dalam memuliakan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan menjauhi hal-hal yang bisa mengganggu beliau adalah perkataan Anas bin Malik, إنّ أبواب النبي كانت تُقرع بالأظافر “Pintu-pintu Nabi dahulu diketuk dengan kuku-kuku”[32]
Dan tatkala turun firman Allah
﴿يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَرْفَعُوا أَصْوَاتَكُمْ فَوْقَ صَوْتِ النَّبِيِّ وَلا تَجْهَرُوا لَهُ بِالْقَوْلِ كَجَهْرِ بَعْضِكُمْ لِبَعْضٍ أَنْ تَحْبَطَ أَعْمَالُكُمْ وَأَنْتُمْ لا تَشْعُرُونَ﴾ (الحجرات:2)
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu meninggikan suaramu lebih dari suara Nabi, dam janganlah kamu berkata padanya dengan suara keras sebagaimana kerasnya (suara) sebahagian kamu terhadap sebahagian yang lain, supaya tidak hapus (pahala) amalanmu sedangkan kamu tidak menyadari”. (QS. 49:2), berkata Ibnu Az-Zubair, “Dan Umar tidak pernah lagi meperdengarkan suaranya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam (ia berbicara kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan suara yang sangat pelan-pen) setelah turun ayat ini sampai-sampai Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya kepada Umar apa yang dikatakan Umar kepada beliau.[33] Tsabit bin Qois suaranya keras, sehingga kalau dia berbicara (dengan yang lainnya atau berbicara dengan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam) dia mengangkat suaranya. Tatkala turun ayat ini, diapun duduk di rumahnya menundukkan kepalanya karena dia memandang bahwa dirinya termasuk penduduk neraka karena telah mengangkat suaranya di sisi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sehingga terhapus amalannya dan dia termasuk penduduk neraka hingga Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memberi kabar gembira kepadanya bahwa dia termasuk penduduk surga.[34]
bersambung ....
*******
Catatan Kaki:
[1] Dan disunnahkan bagi kita untuk barangan-angan bisa melihat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, sebagaimana Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda:
مِنْ أَشَدِّ أُمَّتِي لِي حُبًّا نَاسٌ يَكُوْنُوْنَ بَعْدِي يَوَدُّ أَحَدُهُمْ لَوْ رَآنِي بِأَهْلٍِهِ ومَالِهِ
“Diantara orang-orang yang paling besar cintanya kepadaku adalah orang-orang yang datang sepeninggalku, salah seorang dari mereka berangan-angan kalau bisa melihat aku walaupun harus berkorban keluarga dan hartanya” (HR Muslim 4/2178 dari hadits Abu Hurairah)
Lihat juga HR Al-Bukhari no 3589
[2] HR Al-Bukhari no 6169, 6170, dalam riwayat At-Thirmidzi (4/596) dari hadits Shofwan bin ’Assal ia berkata:
جاء أعرابي جهوري الصوت قال يا محمد الرجل يحب القوم ولما يلحق بهم فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم المرء مع من أحب
Datang seorang arab badui yang bersuara lantang, ia berkata, “Wahai Muhammad, seseorang mencintai suatu kaum dan ia tidak bertemu dengan mereka?”. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Seseorang dikumpulkan kelak dengan yang ia cintai”
[3] HR Al-Bukhari no 6168, 6169, 6170
[4] Ibnu Hajar menyebutkan bahwa orang arab badui ini adalah orang arab badui yang buang air kecil di sudut mesjid sebagaimana dalam riwayat Ad-Daruqutni dari hadits Ibnu Mas’ud (Al-Fath 7/63)
جاء أعرابي إلى النبي صلى الله عليه وسلم شيخ كبير فقال يا محمد متى الساعة فقال وما أعددت لها قال لا والذي بعثك بالحق نبيا ما أعددت لها من كبير صلاة ولا صيام إلا أني أحب الله ورسوله قال فإنك مع من أحببت قال فذهب الشيخ فأخذ يبول في المسجد فمر عليه الناس فأقاموه قال رسول الله صلى الله عليه وسلم دعوه عسى أن يكون من أهل الجنة فصبوا على بوله الماء
Datang seorang tua dari arab badui kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian ia berkata, “Wahai Muhammad, kapan hari kiamat?, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Apakah yang kau persiapkan menanti kedatangan hari kiamat?”, ia berkata, “Demi Dzat Yang telah mengutus engkau dengan kebenaran sebagai Nabi, aku tidaklah menyiapkan sholat dan puasa yang banyak, hanya saja aku mencintai Allah dan RasulNya”. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda “Sesungguhnya engkau bersama bersama dengan yang engkau cintai”. Orang tua itupun berpaling dan diapun buang air kecil di mesjid, lalu lewat sekelompok orang dan hendak menghentikannya buang air di mesji, Rasulullahpun berkata, “Biarkanlah dia, mungkin ia termasuk penduduk surga”. Lalu merekapun menuangkan air pada bekas kencingnya”.
Berkata Ad-Daroqutni:, “Al-Mu’allaa adalah perawi majhul” (HR Ad-Daruquthni 1/132).
Pernyataan Ibnu Hajar bahwa orang arab badui ini adalah orang arab badui yang kencing di mesjid perlu diteliti kembali, karena riwayat Daruquthni ini sangat lemah. Para ulama telah sepakat akan kelemahan rowi ini (Mu’alla bin ‘Urfaan Al-Asadi Al-Kufi Al-Maliki). Yahya bin Ma’in berkata, “Mu’alla bin ‘Urfaan adalah dukun di jalan menuju Mekah”. Imam An-Nasai berkata, “Mu’alla bin ‘Urfan matrukul hadits”. Imam Al-Bukhari berkata, “Mu’alla bin ‘Urfaan munkarul hadits”. Berkata Ibnu Hajar, “Ia adalah termasuk gulat syi’ah (syi’ah yang kerusakannya tingkat tinggi)” (Lihat Lisanul Muzan karya Ibnu Hajar 6/64)
[5] Ini adalah riwayat At-Thirmidzi 4/595 dan dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani
[6] HR Al-Bukhari no 6171
[7] HR Al-Bukhari no 6167
[8] Disebutkan oleh Ibnu Hajar dalam Al-Fath 10/681, Ini adalah riwayat At-Thirmidzi 4/595 dan dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani, lihat juga Adabul Mufrod no 352
[9] HR Al-Bukhari no 3688 dan Muslim 4/2032. Namun yang sangat menyedihkan kita menyaksikan betapa banyak kaum muslimin terutama dari golongan permuda yang mereka sangat mencintai orang-orang kafir (terutama para artis), bahkan foto orang-orang kafir tersebut mereka pajang di kamar-kamar mereka, bahkan mereka meniru gaya berpakaian dan berbicara orang-orang kafir tersebut. Yang lebih sangat menyedihkan lagi, ternyata tingkat kecintaan mereka terhadap orang-orang kafir tersebut sudah sangat mendalam dan merasuk jiwa mereka, terbukti tatkala para artis tersebut datang ke negeri-negeri kaum muslimin maka para penggemar merekapun berbondong-bondong menyambut para idola mereka yang kafir, bahkan hingga timbul histeris tatkala menyaksikan para idola mereka itu, bahkan ada diantara mereka yang pingsan karen saking gembira dan histeris tatkala melihat langsung para idola mereka, bahkan ada yang sampai mati gara-gara berebutan dekat dengan para idola mereka yang kafir. Hingga demikiankah cinta mereka terhadap orang-orang kafir tersebut??, bagaimanakah nasib mereka kelak, padahal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda “Seseorang (diukumpulkan diakhirat kelak) bersama yang ia cintai” ???!!!
[10] Lihat penjelasan Al-Qodhi ‘Iyadl dalam As-Syifa bi ta’rifi ahwalil Mushtofa 2/18
[11] HR Al-Bukhari no 15
[12] HR Al-Bukhari no 6632
[13] Badai’ At-Tafsir Al-Jami’ litafsir Ibnil Qoyyim 2/422
[14] HR Al-Bukhari no 4781
[15] HR Muslim no 867
[16] Taisir Al-Karim Ar-Rahman, tafsir surat 9 ayat 128
[17] HR Al-Bukhari no 16,21 dan Muslim no 43
[18] Faedah ini penulis dapatkan dari perkataan DR Muhammad Darroz ketika menjelaskan hadits ini (lihat Al-Mukhtar min kunuzis Sunnah hal 344,345)
[19] Ttatkala Nabi berdakwah kerumah-rumah penduduk kota Mekah Abu Lahab (paman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam) mengikutinya dari belakang kemudian berteriak kepada orang-orang, “Wahai manusia, janganlah kalian tertipu dengan orang ini (maksud Abu Lahab adalah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam) sehingga kalian keluar dari agama kalian dan agama nenek moyang kalian” (As-Siroh An-Nabawiah As-Shohihah 1/193)
[20] Fathul Bari 1/83
[21] Syu’abul Iman, karya Imam Al-Baihaqi 2/133
[22] Al-Bidayah wa An-Nihayah, karya Ibnu Katsir 4/65
[23] Dibawakan oleh Ibnu Katsir dalam Al-Bidayah Wa An-Nihayah 3/268
[24] Diriwayatkan oleh At-Thabrani dalam Al-Awshoth 8/244, dan dalam Majma’ Az-Zawaid karya Al-Haitsami 6/115 dan dia menyebutkan bahwa seluruh perawi nya tsiqoh kecuali seorang perawi dia tidak mengetahuinya. Lihat Al-Bidayah Wa An-Nihayah 4/47. Berkata Syaikh Akrom Al-Umari, “Dengan sanad yang baik, terdapat perowi yang bernama Abdul Wahid bin Abi ‘Aun Al-Madani, soduuq yukhti’" (As-Shiroh As-Shohihah 2/395)
[25] Ini adalah perkataan Sa’ad bin Mu’adz sbagaimana disebutkan oleh para ahli sejarah, lihat Siroh Ibni Hisyam 2/188, dan asal kisah ini adalah di shohih Muslim no 1779
[26] Diriwayatkan oleh Ibnu Ishaq dengan isnad yang para perowinya tsiqoh sebagaimana di Al-Majma’. Lihat As-Siroh An-Nabawiyah fi dhoui masodiriha Al-Asliyah karya DR Mahdi Ahmad hal 387
[27] Dan hal ini merupakan kekhususan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, karena tubuh beliau penuh dengan baraokah, rambut beliau, ludah beliau, ingus beliau, serta keringat beliau sebagaimana dijelaskan dalam banyak hadits. Dan ini tidak boleh diqiaskan kepada selain beliau, karena tidak seorang sahabatpun yang mencari barokah dengan mengusap tubuh Abu Bakar, atau Umar, atau para sahabat yang lain, padahal Abu Bakar dan Umar telah dijamin masuk surga dan tidak diragukan lagi keimanan mereka, namun tak seorangpun yang mencari barokah dengan tubuh mereka. Hal ini menunjukan bahwa ini merupakan kekhususan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Tidak sebagaimana yang dilakukan oleh sebagian anggota tariqat-tariqat sufi yang mencari barokah dengan mengusapkan tangan mereka ke tubuh, atau pakaian guru-guru mereka. Insya Allah akan ada pembahasan khusus akan hal ini.
[28] HR Al-Bukhari no 2731,2732
[29] HR Al-Bukhari no 2842
[30] HR Muslim no 121
[31] Sebagaimana dibawakan oleh Ibnu Katsir dalam Al-Bidayah Wa An-Nihayah 4/280 dan oleh Ibnu Hajar dalam Al-Ishobah 4/299,300
[32] Dikeluarkan oleh Al-Baihaqi dalam Asy-Syu’ab 2/201 no 1531, dan Al-Khotib Al-Bagdadi dalam Al-Jami’ Li Akhlaqir Rowi wa Adabis Sami’ 1/95
[33] HR Al-Bukhari no 4845
[34] HR Al-Bukhari no 4846
oleh: Ust Firanda Andirja
di www.firanda.com
Post a Comment