Mengapa Terorisme Dikecam (II)

Berbagai Segi Pelanggaran Terorisme Terhadap Syari’at Islam:

Pengkafiran terhadap kaum muslimin.

Aksi-aksi teror yang terjadi didukung oleh doktrin-doktrin sesat yang ditanamkan kepada para pelaku teror. Mereka meyakini bahwa orang muslim di luar kelompok mereka dianggap telah murtad (keluar) dari Islam. Alasannya -menurut mereka- adalah karena mereka -kaum muslimin- diam terhadap kezaliman yang terjadi dan tidak mau bergabung dengan mereka dalam melawan penguasa yang tidak menjalankan Islam secara sempurna dalam kekuasaan mereka. Maka orang yang tidak sependapat dan tidak mendukung aksi teror mereka dalam menegakkan keadilan, menurut mereka adalah penentang Islam. Siapa yang menentang Islam berarti ia sudah kafir. Demikianlah filosofi pengkafiran gerakan terorisme dalam menghalalkan darah orang muslim yang di luar kelompok mereka.


Kita tidak mengingkari tentang adanya hal-hal yang dapat mengeluarkan seseorang dari Islam. Akan tetapi ada kode etik dan syarat-syarat serta hal-hal yang menghambat dijatuhkannya vonis kafir kepada seseorang. Hal ini tidak pernah luput dalam kupasan para ulama yang menulis kitab-kitab aqidah Ahlussunnah. Kemudian yang berhak menerapkan kode etik serta berbagai ketentuan tersebut adalah ulama yang terpercaya dalam ilmunya. Bukan sembarang orang yang berhak untuk menerapkannya kepada siapa saja, terlebih anak-anak muda yang baru belajar tentang Islam. Karena banyak hal yang perlu diketahui dan dipahami dalam masalah tersebut. Pertama hal yang menjadi poin pengkafiran harus ada dalil yang jelas dari Al Qur’an dan Sunnah, bukan dalil yang samar-samar, apalagi hanya disandarkan kepada sangkaan atau berita media informasi yang tidak akurat. Pembahasan ini sangat luas dan panjang sehingga tidak mungkin kami jelaskan dalam kesempatan terbatas ini. Akan tetapi, Rasulullah  telah mengingatkan umatnya agar tidak bermudah-mudah dalam menuduh seseorang kafir, karena bahaya dan akibatnya sangat fatal. Sahabat Abu Dzar menceritakan bahwa ia mendengar Rasulullah  bersabda:

((وَمَنْ دَعَا رَجُلاً بِالْكُفْرِ أَوْ قَالَ عَدُوَّ اللَّهِ. وَلَيْسَ كَذَلِكَ إِلاَّ حَارَ عَلَيْهِ» رواه مسلم.
“Barangsiapa memanggil seseorang dengan (sebutan) kafir atau mengatakannya sebagai musuh Allah sementara halnya tidak demikian, maka hal tersebut kembali kepada pengucapnya.” (HR. Muslim)

Demikian besarnya dosa orang yang memvonis orang muslim dengan kafir tanpa ada dalil. Bagaimana jika yang divonis kafir itu seluruh kaum muslimin secara mutlak, tentu dosanya akan lebih besar lagi.
Berkata Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab: “Saya tidak mengkafirkan seorangpun dari kalangan muslim yang melakukan dosa. Dan tidak pula mengeluarkan mereka dari lingkaran Islam.”
Komentar: Dari ungkapan beliau ini terbantah tuduhan bohong bahwa beliau membawa paham teroris, mengkafirkan kaum muslimin atau berfaham khawarij.

Menentang dan membangkang terhadap penguasa.

Doktrin terorisme telah melanggar aqidah Ahlussunnah tentang wajibnya taat dan patuh kepada penguasa dalam hal yang baik, sekalipun mereka berbuat zalim. Hal ini telah disepakati oleh seluruh ulama Ahlussunnah. Jika penguasa menyuruh kita melakukan hal yang haram, kita dilarang untuk mentaatinya dalam hal tersebut. Tetapi hal itu bukan berarti kita boleh mencela dan merongrong kekuasaannya, serta menentangnya dalam perintah lain yang sesuai dengan kebenaran.Oleh sebab itu, kitab-kitab aqidah Ahlussunnah tidak pernah luput dari menjelaskan tentang hal tersebut, karena begitu banyak dalil menegaskan masalah tersebut.

1. Dalil dari ayat-ayat Al qur’an
{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ} [النساء/59]
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu.”
Syeikh As-Sa’dy berkata dalam tafsirnya: “Allah perintahkan untuk taat kepada Ulil Amri, yakni para penguasa dan pejabat serta para mufti. Sesungguhnya tidak akan pernah berjalan baik urusan agama dan dunia kecuali dengan mentaati dan mematuhi mereka, sebagai bentuk ketaatan kepada Allah dan mengharap pahala di sisi-Nya. Akan tetapi hal itu dengan syarat tidak dalam hal bermaksiat kepada Allah.”
{وَإِذَا جَاءَهُمْ أَمْرٌ مِنَ الْأَمْنِ أَوِ الْخَوْفِ أَذَاعُوا بِهِ وَلَوْ رَدُّوهُ إِلَى الرَّسُولِ وَإِلَى أُولِي الْأَمْرِ مِنْهُمْ لَعَلِمَهُ الَّذِينَ يَسْتَنْبِطُونَهُ مِنْهُمْ وَلَوْلَا فَضْلُ اللَّهِ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَتُهُ لَاتَّبَعْتُمُ الشَّيْطَانَ إِلَّا قَلِيلًا} [النساء/83]
“Dan apabila datang kepada mereka suatu berita tentang keamanan ataupun ketakutan, mereka lalu menyiarkannya. Dan jika seandainya mereka itu menyerahkannya kepada Rasul dan Ulil Amri di antara mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengambil keputusan (akan dapat) mengetahuinya dari mereka (Rasul dan Ulil Amri). Kalau tidaklah karena karunia dan rahmat Allah kepada kalian, tentulah kalian mengikuti syaitan, kecuali sebahagian kecil saja (di antaramu).”
Para ulama mufassirin menjelaskan; kalau suatu berita tentang perdamaian dan ketakutan itu disampaikan kepada Rasul dan Ulil Amri, tentulah Rasul dan Ulil Amri yang ahli dapat menetapkan kesimpulan (istinbath) dari berita itu.
2. Dalil dari hadits-hadits Nabi 
Taat kepada penguasa adalah bukti ketaatan kepada Allah dan Rasul . Sebaliknya, menentang penguasa sama dengan menentang Allah dan Rasul .
Dari Abu Hurairah  bahwa Nabi  bersabda:
«من أطاعني فقد أطاع الله ، ومن عصاني فقد عصى الله ، ومن يطع الأمير فقد أطاعني، ومن يعص الأمير فقد عصاني وإنما الإمام جنة يقاتل من ورائه ويتقى به فإن أمر بتقوى الله وعدل فإن له بذلك أجرا وإن قال بغيره فإن عليه منه» رواه البخاري.
“Barangsiapa taat kepadaku, maka sungguh ia telah mentaati Allah. Barangsiapa yang durhaka kepadaku, maka sungguh ia telah mendurhakai Allah. Barangsiapa taat kepada penguasa, maka sungguh ia telah mentaatiku. Sebaliknya barangsiapa yang durhaka kepada penguasa, maka sungguh ia telah mendurhakaiku. Sesungguhnya seorang pemimpin hanyalah sebagai perisai yang jika berperang harus di belakang komandonya dan berlindung di baliknya. Jika ia memerintahkan untuk bertaqwa dan berlaku adil, maka ia mendapat pahala karenanya. Namun bila memerintahkan sebaliknya, maka ia menanggung dosa atasnya.” (HR.Bukhari)
Hadits di atas menjelaskan bahwa diantara bukti ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya adalah ketaatan kepada penguasa.

Ancaman terhadap orang yang menentang dan melawan penguasa

Dari Abu Hurairah , dari Nabi  bahwa beliau bersabda:
« مَنْ خَرَجَ مِنَ الطَّاعَةِ وَفَارَقَ الْجَمَاعَةَ فَمَاتَ مَاتَ مِيتَةً جَاهِلِيَّةً وَمَنْ قَاتَلَ تَحْتَ رَايَةٍ عُمِّيَّةٍ يَغْضَبُ لِعَصَبَةٍ أَوْ يَدْعُو إِلَى عَصَبَةٍ أَوْ يَنْصُرُ عَصَبَةً فَقُتِلَ فَقِتْلَةٌ جَاهِلِيَّةٌ » رواه مسلم.
“Barangsiapa keluar dari ketaatan (terhadap penguasa) dan memisahkan diri dari Jama’ah kaum muslimin lalu ia mati, maka ia mati dalam keadaan mati jahiliyah. Barangsiapa berperang di bawah bendera kefanatikan; marah atas dasar fanatik, mengajak kepada fanatik atau membela kefanatikan lalu ia mati, maka matinya dalam keadaan mati jahiliyah.” (HR. Muslim)
Dalam hadits di atas terdapat ancaman bagi orang yang keluar dari ketaatan kepada penguasa jika ia mati, maka kematiannya seperti orang yang mati dalam keadaan jahiliyah.

Wajib taat dan patuh kepada penguasa dalam kondisi apapun, kecuali dalam hal maksiat.

Dari Ibnu Umar , dari Nabi  bahwa beliau bersabda:
« عَلَى الْمَرْءِ الْمُسْلِمِ السَّمْعُ وَالطَّاعَةُ فِيمَا أَحَبَّ وَكَرِهَ إِلاَّ أَنْ يُؤْمَرَ بِمَعْصِيَةٍ فَإِنْ أُمِرَ بِمَعْصِيَةٍ فَلاَ سَمْعَ وَلاَ طَاعَةَ» متفق عليه.
“Wajib atas seorang muslim untuk mendengar dan ta’at (kepada penguasa) terhadap perkara yang ia sukai dan ia benci, kecuali bila diperintah untuk bermaksiat. Jika ia diperintah untuk bermaksiat, maka tidak boleh mendengar dan taat (dalam maksiat tersebut)”. (HR. Bukhari Muslim)
Dalam hadits di atas terdapat penjelasan tentang wajib dalam segala kondisi, baik suka maupun duka. Dan terdapat pula larangan taat jika penguasa menyuruh berbuat maksiat atau dosa.

Wajib taat dan patuh kepada penguasa dalam kondisi apapun, sekalipun mereka berlebihan dalam memakan harta negara.

Dari Abu Hurairah  ia berkata, Rasulullah  bersabda:
«عَلَيْكَ السَّمْعَ وَالطَّاعَةَ فِى عُسْرِكَ وَيُسْرِكَ وَمَنْشَطِكَ وَمَكْرَهِكَ وَأَثَرَةٍ عَلَيْكَ»رواه مسلم.
“Wajib atasmu untuk mendengar dan taat dalam waktu sulit maupun lapang, di saat bersemangat maupun dalam hal yang kurang engkau sukai dan pada waktu penguasa memonopoli harta negara di atas engkau.” (HR. Muslim)
Dalam hadits di atas terdapat perintah untuk tetap taat kepada penguasa dalam segala kondisi sekalipun ia memakan harta negara secara berlebihan.
Berkata Imam Nawawy: “Tetaplah tunduk dan patuh pada penguasa sekalipun mereka lebih mengkhususkan dirinya dengan dunia, dan tidak memberikan kepada kalian hak-hak kalian yang ada pada mereka. Hadits ini perintah untuk tetap tunduk dan patuh dalam segala kondisi. Dimana hal itu akan mempersatukan kaum muslimin, terlebih perpecahan hanya akan menyebabkan keadaan mereka rusak berantakan baik dalam urusan dunia maupun urusan akhirat” .
Dari Abdullah bin Mas’ud  ia berkata, Rasulullah  bersabda:
((ستكون أثرة وأمور تنكرونها))
“Kelak akan datang keadaan dan perkara-perkara yang kalian ingkari.”
Mereka (para sahabat) bertanya,”Apa yang harus dilakukan oleh orang yang mendapatinya? Beliau bersabda:
((أدوا الحق الذي عليكم وسلوا الله الذي لكم)) متفق عليه.
”Tunaikan kewajiban yang dibebankan atas kalian dan mintalah hak kalian kepada Allah.” (HR. Bukhari Muslim)
Dari Junadah bin Abi Umayyah, ia berkata:
دخلنا على عبادة بن الصامت وهو مريض قلنا أصلحك الله حدث بحديث ينفعك الله به سمعته من النبي  قال دعانا النبي  فبايعناه فقال فيما أخذ علينا أن بايعنا على السمع والطاعة في منشطنا ومكرهنا وعسرنا ويسرنا وأثرة علينا وأن لا ننازع الأمر أهله إلا أن تروا كفرا بواحا عندكم من الله فيه برهان)) متفق عليه.
“Kami masuk menemui Ubadah bin Shamit yang sedang sakit. Kamipun mendo’akannya; ‘Semoga Allah memberikan kebaikan kepada Anda’. Sampaikanlah sebuah hadits yang anda dengar dari Rasulullah  semoga Allah memberi manfaat kepada Anda dengannya. Ia menuturkan, ”Dahulu Nabi  memanggil kami agar mengambil baiat (sumpah setia) kami kepada beliau”.maka pernyataan sumpah setia yang beliau ambil dari kami adalah “agar kami mendengar dan ta’at di waktu bersemangat maupun dalam keadaan yang tidak disukai, di waktu lapang maupun sulit serta di saat penguasa memonopoli harta negara di atas kami. Dan agar tidak mencopot penguasa dari kekuasaannya kecuali jika kalian melihat kekufuran yang nyata yang kalian memiliki bukti nyata dari agama Allah”. (HR. Bukhari Muslim)
Dalam hadits ini terdapat penjelasan tentang syarat-syarat yang mesti terpenuhi ketika meninggalkan ketaatan kepada penguasa:
- Wajibnya memiliki bukti (dalil) bahwa perbuatan tersebut dihukum kafir oleh Allah dalam agama, bukan berdasarkan kepada dalil-dalil yang samar.
- Wajibnya memiliki bukti bahwa penguasa telah melakukan perbuatan tersebut, bukan berdasarkan kepada isu dan opini.
- Perbuatan kufur tersebut dilihat dengan kasat mata oleh khalayak ramai.

Berkata Imam Nawawi:
“ومعنى الحديث لا تنازعوا ولاة الأمور في ولايتهم ولا تعترضوا عليهم إلا أن تروا منهم منكرا محققا تعلمونه من قواعد الإسلام فإذا رأيتم ذلك فأنكروه عليهم وقولوا بالحق حيث ما كنتم وأما الخروج عليهم وقتالهم فحرام بإجماع المسلمين وإن كانوا فسقة ظالمين وقد تظاهرت الأحاديث بمعنى ما ذكرته وأجمع أهل السنة أنه لا ينعزل السلطان بالفسق”.
“Makna hadits ini adalah janganlah kalian menentang penguasa dalam kekuasaan mereka. Dan jangan pula melawan mereka, kecuali kalian melihat dari mereka kemungkaran yang nyata yang kalian ketahui dari aturan-aturan Islam. Jika kalian melihat hal itu maka nasehatilah mereka dan katakan kebenaran, di manapun kalian berada. Adapun melakukan kudeta dan memerangi mereka adalah haram menurut kesepakatan kaum muslimin. Sekalipun mereka berbuat fasik lagi zalim. Sungguh banyak sekali hadits-hadits yang menjelaskan tentang apa yang aku ungkapkan tersebut. Dan Ahlussunnah bersepakat bahwa tidak boleh menjatuhkan penguasa dengan alasan kefasikan (pelaku dosa) .

Dalil tentang wajibnya membela penguasa yang sah.

Rasulullah memerintahkan kepada kita untuk membela penguasa yang sah. Bahkan, apabila ada seseorang yang ingin merebut kekuasaannya, maka kita diperbolehkan untuk membunuhnya.Imam Muslim meriwayatkan dari shahabat Abdullah bin Amru  bahwa Nabi  bersabda:
«مَنْ بَايَعَ إِمَامًا فَأَعْطَاهُ صَفْقَةَ يَدِهِ وَثَمَرَةَ قَلْبِهِ فَلْيُطِعْهُ مَا اسْتَطَاعَ فَإِنْ جَاءَ آخَرُ يُنَازِعُهُ فَاضْرِبُوا رَقَبَةَ الآخَرِ»
“Barangsiapa membaiat seorang pemimpin lalu mengulurkan tangannya dan memberikan kecintaannya, maka hendaklah mentaatinya semampunya. Jika ada orang lain yang hendak menurunkannya, maka bunuhlah dia.”
Akupun bertanya, ”Apakah engkau mendengarnya begitu dari Rasulullah  ? Ia (Abdullah) menjawab,”Dua telingaku ini mendengar hal itu dan hatiku memahaminya. Akupun berujar,”Ini Muawiyah anak pamanmu, ia memeritahkan kami untuk berbuat sesuatu maka kami pun melakukannya”. Ia (Abdullah) menyatakan, “Taatilah ia dalam perkara ketaatan kepada Allah dan jangan taat kepadanya dalam hal bermaksiat kepada Allah.” (HR. Muslim)

Anjuran untuk bersabar dan tetap bersatu dalam sebuah jama’ah (kekuasaan), ketika melihat penguasa melakukan sesuatu yang dibenci dalam agama.

Dari Ibnu ‘Abbas , ia berkata bahwa Rasullullah  bersabda:
«من رأى من أميره شيئًا يكرهه فليصبر، فإنه من فارق الجماعة شبرًا فمات فميتته جاهلية » رواه البخاري.
”Barangsiapa yang melihat penguasanya melakukan sesuatu yang dia benci maka hendaklah dia bersabar, karena sesungguhnya siapa saja yang memisahkan diri dari jama’ah kaum muslimin walaupun hanya sejengkal kemudian dia mati,maka kematiannya adalah kematian jahiliyah.” (HR.Bukhari)
Dalam riwayat lain Rasulullah  bersabda:
« مَنْ كَرِهَ مِنْ أَمِيرِهِ شَيْئًا فَلْيَصْبِرْ عَلَيْهِ فَإِنَّهُ لَيْسَ أَحَدٌ مِنَ النَّاسِ خَرَجَ مِنَ السُّلْطَانِ شِبْرًا فَمَاتَ عَلَيْهِ إِلاَّ مَاتَ مِيتَةً جَاهِلِيَّةً » رواه مسلم.
“Barangsiapa melihat sesuatu yang tidak ia sukai dari penguasanya, maka hendaklah ia bersabar. Karena barangsiapa memisahkan diri sejengkal saja dari jama’ah kaum muslimin lalu ia mati, maka matinya dalam keadaan mati jahiliyah.” (HR. Muslim)
Dalam kedua hadits di atas, terdapat perintah untuk bersabar di atas jamaah kaum muslimin (dengan tetap bersatu di dalamnya) dan ancaman terhadap perbuatan memisahkan diri dari mereka, walaupun mereka melakukan perbuatan yang maksiat.

Perintah tegas tentang wajibnya taat kepada penguasa sekalipun mereka bertindak zalim dan tidak menunaikan kewajibanya terhadap rakyat.

Imam Muslim meriwayatkan hadist dalam kitab shahihnya:
قَالَ حُذَيْفَةُ بْنُ الْيَمَانِ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّا كُنَّا بِشَرٍّ فَجَاءَ اللَّهُ بِخَيْرٍ فَنَحْنُ فِيهِ فَهَلْ مِنْ وَرَاءِ هَذَا الْخَيْرِ شَرٌّ قَالَ نَعَمْ. قُلْتُ هَلْ وَرَاءَ ذَلِكَ الشَّرِّ خَيْرٌ قَالَ « نَعَمْ ». قُلْتُ فَهَلْ وَرَاءَ ذَلِكَ الْخَيْرِ شَرٌّ قَالَ « نَعَمْ ». قُلْتُ كَيْفَ قَالَ « يَكُونُ بَعْدِى أَئِمَّةٌ لاَ يَهْتَدُونَ بِهُدَاىَ وَلاَ يَسْتَنُّونَ بِسُنَّتِى وَسَيَقُومُ فِيهِمْ رِجَالٌ قُلُوبُهُمْ قُلُوبُ الشَّيَاطِينِ في جُثْمَانِ إِنْسٍ ». قَالَ قُلْتُ كَيْفَ أَصْنَعُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنْ أَدْرَكْتُ ذَلِكَ قَالَ « تَسْمَعُ وَتُطِيعُ لِلأَمِيرِ وَإِنْ ضُرِبَ ظَهْرُكَ وَأُخِذَ مَالُكَ فَاسْمَعْ وَأَطِعْ » رواه مسلم.
“Hudzaifah bin Yaman  berkata, “Aku berkata,”Wahai Rasulullah! Sesungguhnya dahulu kami berada dalam kejelekkan lalu Allah mendatangkan kebaikan maka kami berada di dalamnya. Apakah di belakang kebaikan ini terdapat lagi kejelekan ? Jawab Beliau: “Iya ada”. Aku bertanya lagi, “Apakah setelah kejelekkan itu ada lagi kebaikan? Beliau menjawab, “Iya ada”. Aku bertanya lagi, “Apakah setelah setelah kebaikan tersebut ada lagi kejelekkan? Beliaupun mengiyakan. Aku menimpali, “Bagaimana bentuknya?” Beliau berkata: “Akan ada setelahku para pemimpin yang tidak mengambil petunjukku, tidak menerapkan tuntunanku. Dan akan muncul orang-orang yang berhati setan dalam rupa manusia.” Hudzaifah berkata, “Aku bertanya: ”Apa yang harus aku lakukan Wahai Rasulullah  jika aku menemui masa itu? Beliau bersabda: “Dengar dan taati penguasa meskipun punggungmu dipukul dan hartamu diambil. Dengar dan taatilah!” (HR. Muslim)
Beliau (Imam Muslim) juga meriwayatkan dari Salamah bin Yazid Al-Ju’fy, bahwasanya dia bertanya kepada Rasulullah : “Ya Nabi Allah! Bagaimana pendapatmu jika berkuasa atas kami pemimpin-pemimpin yang menuntut hak mereka dan merampas hak kami? Apa perintahmu kepada kami?” Maka Nabi  mengelak dari menjawabnya, sampai tiga kali ia bertanya. Maka ia ditarik oleh Asy’ats bin Qois. Maka Rasulullah  bersabda:
« اسْمَعُوا وَأَطِيعُوا فَإِنَّمَا عَلَيْهِمْ مَا حُمِّلُوا وَعَلَيْكُمْ مَا حُمِّلْتُمْ » رواه مسلم.”Dengar dan patuhi, sesungguhnya mereka bertanggung jawab atas apa yang dibebankan kepada mereka. Dan kamu bertanggung jawab ata apa yang dibebankan kepadamu”. (HR. Muslim)
Kedua hadits di atas dengan sangat jelas menunjukkan tentang wajibnya taat kepada penguasa sekalipun mereka bertindak zalim dan tidak menunaikan kewajibanya terhadap rakyat.

Dilarang memerangi penguasa yang melakukan kemungkaran selama mereka melaksanakan shalat.

Dari Ummu Salamah Radhiallahu ‘anha -istri nabi  – dari nabi  bahwa beliau bersabda:
« إِنَّهُ يُسْتَعْمَلُ عَلَيْكُمْ أُمَرَاءُ فَتَعْرِفُونَ وَتُنْكِرُونَ فَمَنْ كَرِهَ فَقَدْ بَرِئَ وَمَنْ أَنْكَرَ فَقَدْ سَلِمَ وَلَكِنْ مَنْ رَضِىَ وَتَابَعَ ». قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ أَلاَ نُقَاتِلُهُمْ قَالَ «لاَ مَا صَلَّوْا ». أي مَنْ كَرِهَ بِقَلْبِهِ وَأَنْكَرَ بِقَلْبِهِ. رواه مسلم.
“Sesungguhnya akan ditugaskan untuk memimpin kalian para pemimpin lalu kalian mengetahui (kezaliman) mereka dan mengingkarinya. Barangsiapa yang membenci perkara tersebut lalu berlepas diri dan mengingkari, maka sungguh dia selamat. Akan tetapi barangsiapa yang rela dan mengikutinya (maka ia telah bermaksiat).” Mereka (para sahabat) bertanya,”Wahai Rasulullah! Bolehkah kita memerangi mereka?” Beliau bersabda, ”Tidak boleh, selama mereka melaksanakan sholat.” Maksud dari “membenci dan mengingkari” yaitu membenci dan mengingkari dengan hati. (HR. Muslim)
Dari ‘Auf bin Malik  dari Rasulullah  beliau bersabda:
«خِيَارُ أَئِمَّتِكُمُ الَّذِينَ تُحِبُّونَهُمْ وَيُحِبُّونَكُمْ وَيُصَلُّونَ عَلَيْكُمْ وَتُصَلُّونَ عَلَيْهِمْ وَشِرَارُ أَئِمَّتِكُمُ الَّذِينَ تُبْغِضُونَهُمْ وَيُبْغِضُونَكُمْ وَتَلْعَنُونَهُمْ وَيَلْعَنُونَكُمْ ». قِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَفَلاَ نُنَابِذُهُمْ بِالسَّيْفِ فَقَالَ « لاَ مَا أَقَامُوا فِيكُمُ الصَّلاَةَ وَإِذَا رَأَيْتُمْ مِنْ وُلاَتِكُمْ شَيْئًا تَكْرَهُونَهُ فَاكْرَهُوا عَمَلَهُ وَلاَ تَنْزِعُوا يَدًا مِنْ طَاعَةٍ » رواه مسلم.
“Pemimpin yang terbaik diantara kalian adalah orang yang kalian cintai dan merekapun mencintai kalian, mereka mendoakan kebaikan untuk kalian dan kalianpun mendoakan mereka. Sedangkan pemimpin yang terburuk diantara kalian adalah orang yang kalian benci dan mereka juga membenci kalian, kalian melaknat mereka, mereka juga melaknat kalian.” Ada yang bertanya, ”Wahai Rasulullah! Bolehkah kami menyingkirkan mereka dengan senjata? Beliau bersabda: “Tidak, selama mereka mendirikan sholat. Apabila kalian lihat sesuatu yang kalian benci dari penguasa kalian, maka bencilah perbuatannya dan jangan kalian lepaskan ketaatan kalian.” (HR. Muslim)
Kedua hadits di atas menunjukkan tentang larangan memerangi penguasa yang melakukan kemungkaran, selama mereka melaksanakan shalat. Namun, bukan berarti kita meridhai perbuatan mungkar mereka, bahkan kita wajib mengingkarinya minimal dengan hati.
3. Ungkapan para ulama salaf.
Fudhail bin ‘Iyadh berkata: “Seandainya aku memiliki do’a yang mustajab, aku tidak akan memberikannya kecuali untuk pemimpin negara. Karena kebaikan seorang pemimpin membuat negeri dan rakyatnya menjadi tenteram” .
Imam Thohawy berkata: “Kita tidak membolehkan tindakan melawan terhadap penguasa dan para pemimpin kita, sekalipun mereka berlaku zalim. Kita tidak mendo’akan kebinasaan atas mereka. Kita tidak meninggalkan ketaatan kepada mereka. Kita meyakini bahwa ketaatan kepada mereka adalah wajib, termasuk diantara ketaatan kepada Allah. Selama mereka tidak menyuruh dengan maksiat. Kita mendo’akan agar mereka dituntun untuk berbuat baik dan diberi kesehatan” .
Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab berkata: “Saya berpandangan tentang wajibnya ta’at kepada para pemimpin kaum muslimin. baik yang berlaku adil maupun yang berbuat zalim. selama mereka tidak menyuruh kepada perbuatan maksiat” .
Komentar: Dari ungkapan beliau ini terbantah tuduhan bohong yang mengatakan bahwa beliau menganut faham teroris atau khawarij. Dari sini juga terbukti kebohongan pihak-pihak yang mencoba mengkait-kaitkan dakwah beliau dengan teroris.
Dalil-dalil di atas menunjukkan tentang beberapa hal penting diantaranya:
a. Tunduk dan patuh kepada pemimpin adalah wajib dalam segala kondisi kecuali dalam hal maksiat.
b. Ajaran Islam melarang untuk menggulingkan penguasa bila mereka tidak mau menerima nasehat.
c. Ajaran Islam melarang untuk memicu fitnah atau melakukan sebab-sebab yang menimbulkan fitnah.
d. Ajaran Islam melarang dari segala bentuk tindakan menghasut melawan penguasa baik lisan maupun tulisan.
e. Ajaran Islam melarang dari pemberontakan kepada penguasa selama mereka tidak melakukan kekufuran yang nyata.
f. Wajibnya menjaga keutuhan persatuan bangsa dan negara.
g. Ajaran Islam melarang dari tindakan provokasi untuk melemahkan penguasa.
h. Ancaman keras bagi orang yang melanggar hal-hal tersebut.

Keliru dalam memahami kode etik jihad

Jihad memiliki dua pengertian; pengertian umum dan khusus. Jihad dalam pengertian umum yaitu berjihad dengan segala yang baik sesuai kemampuan masing-masing. Baik berupa harta atau ilmu, baik secara lisan maupun tulisan. Adapun jihad dalam pengertian khusus adalah jihad dengan senjata melawan orang kafir.
Sesungguhnya seorang muslim tidak meragukan tentang kemuliaan dan keutamaan jihad fi sabilillah. Akan tetapi jihad dengan senjata memiliki syarat dan ketentuan-ketentuan yang harus terpenuhi. Sebagaimana wajibnya shalat memiliki syarat-syarat yang harus terpenuhi, jika syarat-syaratnya tidak terpenuhi maka hukum shalat menjadi tidak wajib. Demikian pula jihad jika syarat-syarat belum terpenuhi, maka jihadpun tidak diwajibkan. Seluruh dalil yang menyebutkan tentang keutamaan jihad dan kewajiban jihad semuanya bergantung kepada ketentuan dan keputusan penguasa. Kecuali dalam kondisi negeri muslim diserang musuh secara tiba-tiba, maka saat itu semua penduduk wajib mempertahankan negeri mereka dari serangan musuh.
Salah satu syarat mutlak yang harus terpenuhi yakni jihad harus di bawah kendali penguasa resmi. Baik dari segi pembiayaan, penentuan anggota pasukan, serta negara mana yang akan diperangi. Jihad tidak dapat dilakukan oleh kekuasaan liar, yang tidak punya baitul maal, pasukan dan wilayah. Dan akan lebih fatal lagi jika dilakukan oleh kelompok pengajian yang dipimpin oleh ustadz atau murobbinya.
Syarat-syarat jihad tersebut ada yang berhubungan dengan kemampuan penguasa dari untuk membiayai perang dan menyiapkan sejumlah pasukan. Ada pula yang berhubungan dengan daerah yang hendak diperangi. Seperti bahwa di sana belum ada kekuasan muslim dan tidak ada perjanjian damai antara negara muslim dengan negara tersebut. Adapun jika di daerah tersebut syari’at Islam tegak seperti adanya masjid dan azan maka tidak boleh diperangi. Sebagaimana nasehat Rasulullah  ketika mengirim pasukan (sariyyah) untuk berperang:
«إِذَا رَأَيْتُمْ مَسْجِدًا أَوْ سَمِعْتُمْ مُؤَذِّنًا فَلاَ تَقْتُلُوا أَحَدًا ». رواه أبو داود وصححه الشيخ الألباني.
“Jika kalian melihat masjid atau mendengar adzan, maka jangan kalian bunuh seorangpun.” (HR. Abu Dawud dan dishohihkan oleh Syaikh Al-Albani)
Adapun kelompok teroris, mereka malah membom masjid beserta orang yang sedang sholat di dalamnya. Betapa sesatnya dan kejinya perbuatan jahat (bukan jihad) yang mereka lakukan.
Imam Abu Bakar Al-Isma’ily menyebutkan bahwa pandangan ulama ahli hadits dalam masalah jihad wajib bersama penguasa sekalipun mereka berbuat kezaliman. Beliau berkata: “Mereka (ahli hadits) berpandangan tentang jihad melawan orang kafir bersama penguasa sekalipun mereka penguasa tersebut berbuat kezaliman. Mereka mendo’akan untuk para penguasa agar berbuat baik dan condong kepada keadilan.”
Dan Syeikhul Islam Ismail Ash-Shabuny berkata: “Mereka (ahli hadits) berpandangan tentang wajibnya berjihad melawan orang kafir bersama penguasa sekalipun mereka berlaku zalim. Mereka mendo’akan agar penguasa berbuat kebaikan juga diberi taufiq dan kebaikan serta menebar keadilan di tengah masyarakat.”
Demikian pula yang diungkapkan oleh Ibnu Qudamah dalam kita beliau “Al-Mughny”: “Urusan perkara jihad adalah diserahkan kepada pemimpin dan ijtihadnya. Adapun seluruh rakyat wajib mentaati apa yang mereka putuskan dalam hal tersebut.”
Jika urusan jihad menjadi kebijakan kelompok dan organisasi tentu yang akan terjadi hanyalah keonaran di muka bumi ini. Setiap kelompok akan mengklaim perbuatan yang mereka lakukan sebagai jihad.Kesimpulan pandangan Ahlussunnah seputar masalah jihad:
a. Jihad adalah hak veto penguasa untuk melakukannya.
b. Jihad bukanlah urusan kelompok dan golongan.
c. Jihad tetap sah dilakukan sekalipun bersama penguasa yang zalim dan bermaksiat.
d. Ulama mengajak orang berjihad bila penguasa menyuarakannya.
e. Seluruh rakyat wajib tunduk mengikuti keputusan penguasa dalam urusan jihad.

Melakukan pembunuhan tanpa alasan syar’i.

Besarnya dosa pembunuhan digambarkan oleh Allah Ta`ala dalam firman-Nya:
مِنْ أَجْلِ ذَلِكَ كَتَبْنَا عَلَى بَنِي إِسْرَائِيلَ أَنَّهُ مَنْ قَتَلَ نَفْسًا بِغَيْرِ نَفْسٍ أَوْ فَسَادٍ فِي الْأَرْضِ فَكَأَنَّمَا قَتَلَ النَّاسَ جَمِيعًا وَمَنْ أَحْيَاهَا فَكَأَنَّمَا أَحْيَا النَّاسَ جَمِيعًا [المائدة/32]
“Oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa: barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan dimuka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya.”
Hukum ini bukanlah mengenai Bani Israil saja, akan tetapi bersifat umum untuk seluruh manusia. Allah memandang bahwa membunuh seorang jiwa adalah bagaikan membunuh manusia seluruhnya.
Allah tegaskan dalam ayat yang lain:
وَلَا تَقْتُلُوا النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ ذَلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ [الأنعام/151]
Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar.” Demikian itu yang diperintahkan kepadamu supaya kamu memahami(nya).

* Seorang mukmin akan tetap berada dalam kelapangan agamanya selama ia tidak menumpahkan darah haram.Imam Bukhari meriwayatkan hadits dari Ibnu Umar , bahwasanya Rasulullah  bersabda:
((لا يزال المؤمن في فسحة من دينه ما لم يصب دما حراما)) رواه البخاري.
“Seorang mukmin akan senantiasa dalam kelapangan dari perkara agamanya selama tidak menumpahkan darah (membunuh jiwa) yang haram.” (HR. Bukhari)

* Dosa pembunuhan adalah perkara yang pertama diperhitungkan pada hari kiamat.Abdullah  ia mengatakan bahwa Rasulullah  bersabda:
« أَوَّلُ مَا يُقْضَى بَيْنَ النَّاسِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فِى الدِّمَاءِ ». متفق عليه.
“Awal perkara yang akan diselesaikan di antara manusia pada hari kiamat adalah permasalahan darah (nyawa).” (HR. Bukhari-Muslim)

Membunuh orang muslim tanpa alasan syar’i.

Tentang masalah ini, Allah Ta`ala berfirman:
{وَمَنْ يَقْتُلْ مُؤْمِنًا مُتَعَمِّدًا فَجَزَاؤُهُ جَهَنَّمُ خَالِدًا فِيهَا وَغَضِبَ اللَّهُ عَلَيْهِ وَلَعَنَهُ وَأَعَدَّ لَهُ عَذَابًا عَظِيمًا} [النساء/93]
“Dan barangsiapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja maka balasannya ialah Jahannam, kekal ia di dalamnya dan Allah murka kepadanya, dan mengutukinya serta menyediakan azab yang besar baginya”.
Dalam ayat ini terdapat lima bentuk ancaman bagi orang yang membunuh orang beriman dengan sengaja:
a. Akan dimasukkan ke dalam neraka Jahannam.
b. Ia berada dalam neraka jahannam dalam masa yang sangat lama.
c. Allah marah kepadanya.
d. Allah melaknatnya (dijauhkan dari rahmat Allah).
e. Disediakan baginya azab yang besar.
Satu dari azab yang lima ini sudah cukup bagi seorang muslim untuk meninggalkan perbuatan tersebut.

Membunuh seorang mukmin merupakan salah satu sifat orang kafir. Dari Abdullah bin Mas’ud , dia mengatakan bahwa berkata bahwa Rasulullah  bersabda:
« سِبَابُ الْمُسْلِمِ فُسُوقٌ وَقِتَالُهُ كُفْرٌ » متفق عليه.
“Mencela seorang muslim adalah kefasikan dan memerangi/membunuhnya merupakan kekufuran.” (Muttafaqun ‘alaihi)Sesungguhnya kelompok terorisme tanpa mereka sadari telah membantu program orang kafir dalam membunuh kaum muslimin di negara-negara muslim. Mereka (orang kafir) tidak perlu lagi mengirim pasukan bersenjata dan mengeluarkan biaya yang besar.
Betapa besarnya kehormatan seorang muslim di sisi Allah, dan betapa besarnya dosa orang yang membunuh seorang muslim. Perkara-perkara tersebut diterangkan dalam hadits-hadits berikut ini:
Dari Abdullah Ibnu Amru  ia berkata bahwa nabi  bersabda:
((لزوال الدنيا أهون على الله من قتل رجل مسلم)) رواه الترمذي والنسائي وابن ماجه، وصححه الشيخ الألباني.
“Sungguh lenyapnya dunia ini lebih ringan bagi Allah dibanding terbunuhnya seorang muslim.” (HR. Tirmidzi, Nasa-i dan Ibnu Majah serta dishohihkan oleh Syaikh Al-Albani)Dalam hadits lain, disebutkan:
عن أبي الحكم البجلي قال سمعت أبا سعيد الخدري و أبا هريرة يذكران عن رسول الله  قال: ((لو أن أهل السماء وأهل الأرض اشتركوا في دم مؤمن لأكبهم الله في النار)) رواه الترمذي وصححه الشيخ الألباني.
“Dari Abul Hakam Al-Bajaly, ia berkata, “Aku mendengar Abu Said Al-Khudry dan Abu Hurairah  menyebutkan bahwa Rasulullah  bersabda: “Andaikan penduduk langit dan penduduk bumi turut terlibat (bersekongkol) dalam (penghilangan) nyawa seorang mukmin, sungguh Allah akan mencampakkan mereka (seluruhnya) ke dalam neraka.” (HR. Tirmidzi dan dishohihkan oleh Syaikh Al-Albani)

Membunuh non muslim yang musta’man dan mu’ahad tanpa alasan syar’i.

Sebutan untuk orang kafir yang berada dalam kekuasaan kaum muslimin ada beberapa bentuk:

Pertama: kafir harby yaitu kafir yang diperangi, untuk menetukan status harby kepada sebuah negara atau wilayah tertentu adalah hak khusus penguasa, bukan berdasarkan keputusan perorangan atau kelompok.

Kedua: Kafir dzimmy yaitu orang kafir yang hidup dalam kekuasaan kaum muslimin sebagai penduduk asli dan mereka membayar upeti sebagai bentuk imbalan atas segala pelayanan kaum muslimin kepada mereka. Ketentuan ini menjadi hak penguasa mereka boleh saja tidak memungut upeti tersebut, sesuai keadaan dan kondisi.

Ketiga: Kafir mu’ahad adalah orang kafir yang memiliki perjanjian dengan kaum muslimin melalui perjanjian negara. Maka kaum muslimin tidak boleh menggangu harta dan jiwa mereka selama dalam perjanjian tersebut.

Keempat: Kafir musta’man adalah orang kafir yang tidak memiliki perjanjian resmi dengan kaum muslimin. Akan tetapi penguasa atau salah seorang kaum muslimin memberikan jaminan keamanan kepadanya untuk memasuki dan tinggal wilayah/ negara muslim.
Berikut ini kami sebutkan dalil-dalil yang menerangkan tentang larangan membunuh non muslim yang diberi jaminan keamanan atau dalam perjanjian keamanan.

- Ajaran Islam mengharamkan pembunuhan terharap orang kafir yang memiliki perjanjian dengan kaum muslimin (kafir mu`ahad). Diantara dalil yang menunjukkan haramnya perbuatan tersebut adalah hadits-hadits berikut:
Dari Abu Bakroh , ia berkata bahwa Rasulullah  bersabda:

« مَنْ قَتَلَ مُعَاهِدًا فِى غَيْرِ كُنْهِهِ حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ ». رواه أبو داود والنسائي وصححه الشيخ اللباني.

“Barangsiapa membunuh Mu’ahad (orang yang sedang terikat perjanjian dengan kaum muslimin) tanpa berhak untuk dibunuh, maka Allah haramkan surga atasnya.” (HR. Abu Dawud dan Nasa-i serta dishohihkan oleh Shaikh Al-Albani)
Dari Abdullah bin Amru , ia berkata bahwa Rasulullah  bersabda:

((من قتل معاهداً لم يرح رائحة الجنة وإن ريحها ليوجد من مسيرة أربعين عاما)) رواه البخاري.

“Barangsiapa membunuh Mu’ahad (orang yang sedang terikat perjanjian dengan kaum muslimin), maka ia tidak akan mencium wanginya surga. Padahal wanginya dapat tercium dari jarak perjalanan empat puluh tahun.” (HR. Bukhari)
- Ajaran Islam melarang dari pembatalan perjanjian secara sepihak. Dalil tentang haramnya perbuatan tersebut terdapat dalam hadist berikut:

عَنْ سُلَيْمِ بْنِ عَامِرٍ – رَجُلٍ مِنْ حِمْيَرَ – قَالَ كَانَ بَيْنَ مُعَاوِيَةَ وَبَيْنَ الرُّومِ عَهْدٌ وَكَانَ يَسِيرُ نَحْوَ بِلاَدِهِمْ حَتَّى إِذَا انْقَضَى الْعَهْدُ غَزَاهُمْ فَجَاءَ رَجُلٌ عَلَى فَرَسٍ أَوْ بِرْذَوْنٍ وَهُوَ يَقُولُ اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ وَفَاءٌ لاَ غَدْرٌ فَنَظَرُوا فَإِذَا عَمْرُو بْنُ عَبَسَةَ فَأَرْسَلَ إِلَيْهِ مُعَاوِيَةُ فَسَأَلَهُ فَقَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ  يَقُولُ « مَنْ كَانَ بَيْنَهُ وَبَيْنَ قَوْمٍ عَهْدٌ فَلاَ يَشُدُّ عُقْدَةً وَلاَ يَحُلُّهَا حَتَّى يَنْقَضِىَ أَمَدُهَا أَوْ يَنْبِذَ إِلَيْهِمْ عَلَى سَوَاءٍ ». فَرَجَعَ مُعَاوِيَةُ. رواه أبو داود وصححه الألباني.

“Dari Sulaim bin Amir – seseorang yang berasal dari kabilah Himyar, ia berkata, “Dahulu terjadi perjanjian antara Mu’awiyah dan negeri Roma. Ia (bersama pasukan) beranjak mendekati negeri mereka. Sehingga apabila masa perjanjian tersebut habis, ia bermaksud hendak memerangi mereka. Lalu datang seseorang yang menunggang kuda atau kereta kuda sambil mengatakan, “Allahu akbar..Allahu akbar! Tunaikan perjanjian! Jangan curang! Kemudian merekapun melihatnya, ternyata ia adalah Amru bin ‘Abasah. Lalu Mu’awiyah mengutus seseorang kepadanya untuk menanyakan alasannya. Iapun berkata, “Aku mendengar Rasulullah  bersabda, “Barangsiapa yang telah terjalin perjanjian antara dirinya dengan sebuah kaum, maka janganlah ia mengokohkannya dan jangan pula membatalkannya hingga waktunya selesai, atau ia mengkabarkan berita perang kepada mereka agar diketahui bersama.” Lalu Mu’awiyah pun kembali. (HR. Abu Dawud dan dishohihkan oleh Syaikh Al-Albani)

- Islam juga mengharamkan pembunuhan terharap utusan musuh atau delegasi sebuah negara. Hal tersebut ditunjukkan oleh hadits berikut:

عن نُعَيْمِ بْنِ مَسْعُودٍ الأَشْجَعِىِّ  قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ  يَقُولُ لَهُمَا حِينَ قَرَآ كِتَابَ مُسَيْلِمَةَ « مَا تَقُولاَنِ أَنْتُمَا » قَالاَ نَقُولُ كَمَا قَالَ. قَالَ « أَمَا وَاللَّهِ لَوْلاَ أَنَّ الرُّسُلَ لاَ تُقْتَلُ لَضَرَبْتُ أَعْنَاقَكُمَا ». رواه أبو داود وصححه الألباني.

“Dari Nu’aim bin Mas’ud Al-Asyja’i , ia berkata,” Aku mendengar Rasulullah  bersabda kepada kedua utusan (Musailamah Al-Kadzdzab) ketika keduanya membacakan surat Musailamah: “Apa yang kalian yakini?” Keduanya menjawab, “Kami meyakini seperti yang dia katakan.” Beliau bersabda, “Kalaulah tidak ada ketentuan bahwa para utusan (delegasi) tidak boleh dibunuh, pastilah aku akan memenggal kalian.” (HR. Abu Dawud dan dishohihkan oleh Syaikh Al-Albani)

- Islam juga mengharamkan membunuh orang kafir yang diberi keamanan oleh salah seorang muslim meskipun yang memberi jaminan tersebut seorang wanita. Hal tersebut ditunjukkan oleh hadits berikut:

أُمُّ هَانِئٍ بِنْتُ أَبِى طَالِبٍ أَنَّهَا أَجَارَتْ رَجُلاً مِنَ الْمُشْرِكِينَ يَوْمَ الْفَتْحِ فَأَتَتِ النَّبِىَّ  فَذَكَرَتْ لَهُ ذَلِكَ فَقَالَ « قَدْ أَجَرْنَا مَنْ أَجَرْتِ وَأَمَّنَّا مَنْ أَمَّنْتِ ». رواه أبو داود وصححه الألباني.

“Dari Ummu Hani binti Abu Tholib bahwa ia memberi perlindungan kepada seorang musyrik pada masa penaklukan kota Mekkah. Lalu ia mendatangi Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk menyebutkan perihalnya kepada beliau. Maka beliau bersabda, “Sungguh kami memberi perlindungan kepada orang yang anda lindungi dan kami memberi jaminan keamanan kepada orang yang anda jamin keamanannya.” (HR. Abu Dawud dan dishohihkan oleh Syaikh Al-Albani)

Dalil-dalil yang dikemukakan di atas menunjukkan betapa indahnya syari’at Islam. Membuktikan bahwa Islam adalah agama kedamaian dan mencintai perdamaian. Oleh sebab itu, bila syari’at Islam diberlakukan tidak semestinya ada rasa takut dan kesangsian pada diri setiap orang kafir. Justru dengan diberlakukannya syari’at Islam, hak-hak mereka lebih terjamin dan terpelihara dari gangguan siapapun. Dengan diberlakukannya syari’at Islam, bukan berarti akan terjadi pembunuhan massal dan penjajahan terhadap umat lain, bahkan Islam sama sekali tidak membolehkan hal tersebut. Kami yakin jika orang mengerti tentang keadilan Islam, pasti semua orang menghendaki agar syari’at Islam itu diberlakukan, sekalipun dia adalah orang kafir. Islam telah membuktikan bagaimana ketenangan yang didapatkan non-muslim ketika hidup di bawah kekuasaan Islam di kota Madinah, Andalusia, dan begitu pula di Palestina pada masa khalifah Umar bin Khattab .

Membunuh anak-anak, wanita dan orang tua renta.

Anas bin Malik  mengatakan bahwa Rasulullah  bersabda tatkala mengutus pasukan perang:

« انْطَلِقُوا بِاسْمِ اللَّهِ وَبِاللَّهِ وَعَلَى مِلَّةِ رَسُولِ اللَّهِ وَلاَ تَقْتُلُوا شَيْخًا فَانِيًا وَلاَ طِفْلاً وَلاَ صَغِيرًا وَلاَ امْرَأَةً وَلاَ تَغُلُّوا وَضُمُّوا غَنَائِمَكُمْ وَأَصْلِحُوا وَأَحْسِنُوا (إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ) ». رواه أبو داود.

Berangkatlah dengan membaca “Bismillah wa Billahi wa ‘ala Millati Rasulillah!” Jangan bunuh orang tua jompo, anak balita, anak kecil dan wanita! Jangan menyembunyikan rampasan perang! Gabungkan harta rampasan perang, lakukan kebaikan dan berbuat baiklah! “Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berbuat baik.” (HR. Abu Dawud)

Menghancurkan harta benda orang lain tanpa alasan yang dibenarkan syariat.

Sebagian hadits-hadits di atas telah menunjukkan tentang haramnya perbuatan ini. Dalil lainnya adalah sebagai berikut:

- Allah Ta`ala berfirman:

{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا كُونُوا قَوَّامِينَ لِلَّهِ شُهَدَاءَ بِالْقِسْطِ وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآَنُ قَوْمٍ عَلَى أَلَّا تَعْدِلُوا اعْدِلُوا هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَى وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ} [المائدة/8]

“Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”

- Dalam ayat lain, Allah juga berfirman:

إِنَّمَا السَّبِيلُ عَلَى الَّذِينَ يَظْلِمُونَ النَّاسَ وَيَبْغُونَ فِي الْأَرْضِ بِغَيْرِ الْحَقِّ أُولَئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ [الشورى/42]

“Sesungguhnya dosa itu atas orang-orang yang berbuat zalim kepada manusia dan melampaui batas di muka bumi tanpa hak. Mereka itu mendapat azab yang pedih”.

- Jabir bin Abdullah  mengatakan bahwa Rasulullah  bersabda:

« اتَّقُوا الظُّلْمَ فَإِنَّ الظُّلْمَ ظُلُمَاتٌ يَوْمَ الْقِيَامَةِ » رواه مسلم.

“Takutlah berbuat zalim, karena kezaliman adalah kegelapan di hari kiamat.” (HR. Muslim)
Para ulama menjelaskan bahwa dalam hadits ini terdapat larangan dari berbuat zalim kepada siapapun, termasuk orang kafir sekalipun.

- Dahulu di masa Jahiliyah, Mughirah pernah menemani sekelompok orang, lalu ia membunuh mereka dan mengambil harta mereka. Kemudian ia datang untuk masuk islam. Rasulullah  bersabda:

« أَمَّا الإِسْلاَمُ فَقَدْ قَبِلْنَا وَأَمَّا الْمَالُ فَإِنَّهُ مَالُ غَدْرٍ لاَ حَاجَةَ لَنَا فِيهِ ». رواه أبو داود وصححه الألباني.

“Adapun keislaman (seseorang) maka kami terima. Namun bila harta tadi, maka itu adalah harta atas dasar kecurangan. Kami tidak butuh padanya.” (HR. Abu Dawud dan dishohihkan Syaikh Al-Albani)

Membunuh diri sendiri untuk menutup kesalahan atau karena tidak sanggup menahan luka.

Allah yang maha penyayang melarang hamba-Nya dari bunuh diri. Dia berfirman:

{وَلَا تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا (29) [النساء/29]

“Dan janganlah kamu membunuh dirimu sesungguhnya Allah Maha Penyayang denganmu”.
Orang yang bunuh diri dengan menggunakan suatu alat, maka di hari kiamat dia akan diadzab dengan benda tersebut. Rasulullah bersabda:

((وَمَنْ قَتَلَ نَفْسَهُ بِشَىْءٍ في الدنيا عُذِّبَ بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ)) متفق عليه.

“Barangsiapa bunuh diri dengan sesuatu ketika di dunia, maka dia diazab pada hari kiamat dengannya.” (Muttafaqun ‘alaihi)
Beliau juga bersabda:

« مَنَ قَتَلَ نَفْسَهُ بِحَدِيدَةٍ فَحَدِيدَتُهُ فِى يَدِهِ يَتَوَجَّأُ بِهَا فِى بَطْنِهِ فِى نَارِ جَهَنَّمَ خَالِدًا مُخَلَّدًا فِيهَا أَبَدًا وَمَنْ شَرِبَ سَمًّا فَقَتَلَ نَفْسَهُ فَهُوَ يَتَحَسَّاهُ فِى نَارِ جَهَنَّمَ خَالِدًا مُخَلَّدًا فِيهَا أَبَدًا وَمَنْ تَرَدَّى مِنْ جَبَلٍ فَقَتَلَ نَفْسَهُ فَهُوَ يَتَرَدَّى فِى نَارِ جَهَنَّمَ خَالِدًا مُخَلَّدًا فِيهَا أَبَدًا ». متفق عليه.

“Barangsiapa bunuh diri dengan besi, maka di neraka jahannam besi tersebut berada di tangannya sambil menusuk-nusuk perutnya. Ia kekal dan dikekalkan di dalamnya selamanya. Barangsiapa meminum racun untuk bunuh diri, maka dia meminumnya di neraka jahannam. Ia kekal dan dikekalkan selamanya di sana. Dan barangsiapa lompat dari gunung untuk bunuh diri, maka ia melakukan demikian dalam neraka jahannam. Ia kekal dan dikekalkan di dalamnya selamanya.” (Muttafaqun ‘alaihi)
Bunuh diri tetap diharamkan walaupun dengan alasan jihad. Hal tersebut sebagaimana terdapat dalam hadits dari Abu Huraira berikut ini:

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ  قَالَ شَهِدْنَا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ  حُنَيْنًا فَقَالَ لِرَجُلٍ مِمَّنْ يُدْعَى بِالإِسْلاَمِ « هَذَا مِنْ أَهْلِ النَّارِ » فَلَمَّا حَضَرْنَا الْقِتَالَ قَاتَلَ الرَّجُلُ قِتَالاً شَدِيدًا فَأَصَابَتْهُ جِرَاحَةٌ فَقِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ الرَّجُلُ الَّذِى قُلْتَ لَهُ آنِفًا « إِنَّهُ مِنْ أَهْلِ النَّارِ » فَإِنَّهُ قَاتَلَ الْيَوْمَ قِتَالاً شَدِيدًا وَقَدْ مَاتَ. فَقَالَ النَّبِىُّ  « إِلَى النَّارِ » فَكَادَ بَعْضُ الْمُسْلِمِينَ أَنْ يَرْتَابَ فَبَيْنَمَا هُمْ عَلَى ذَلِكَ إِذْ قِيلَ إِنَّهُ لَمْ يَمُتْ وَلَكِنَّ بِهِ جِرَاحًا شَدِيدًا فَلَمَّا كَانَ مِنَ اللَّيْلِ لَمْ يَصْبِرْ عَلَى الْجِرَاحِ فَقَتَلَ نَفْسَهُ فَأُخْبِرَ النَّبِىُّ  بِذَلِكَ فَقَالَ « اللَّهُ أَكْبَرُ أَشْهَدُ أَنِّى عَبْدُ اللَّهِ وَرَسُولُهُ ». رواه مسلم.

“Dari Abu Hurairah  ia berkata,”Kami turut serta bersama Nabi  dalam perang Hunain. Beliau bersabda tentang seseorang yang dinyatakan sebagai orang islam, “Orang ini termasuk penghuni neraka.” Tatkala kami memasuki kancah peperangan, orang tersebut berperang dengan sangat hebat hingga dia terluka. Lalu ada yang berkata kepada Nabi , ”Wahai Rasulullah! Orang yang Anda katakan tadi sebagai penghuni neraka, hari ini dia berperang dengan hebat sampai mati. Nabi pun bersabda, “(Dia) ke neraka.” Sebagian kaum muslimin nyaris meragukan hal itu. Ketika mereka dalam keadaan seperti itu, ternyata ada yang menyampaikan bahwa orang tadi belum mati, namun dia terluka parah. Ketika malam tiba dia tidak sabar menahan rasa sakit, lalu diapun bunuh diri. Hal itu disampaikan kepada Nabi , lantas beliau bersabda, “Allahu akbar, aku bersaksi bahwa aku adalah hamba dan utusan Allah.” (HR. Muslim)

Hadits ini sangat jelas menunjukkan bahwa melakukan aksi teror dengan bom bunuh diri adalah diharamkan dalam syari’at Islam.

Melakukan penipuan. (pemalsuan dokumen dll).

Allah dan Rosul-Nya memerintahkan kepada kita untuk senantiasa jujur dan menjauhi dusta.
Allah Ta`ala berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَكُونُوا مَعَ الصَّادِقِينَ [التوبة/119]

“Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar”.
Dari Abdullah bin Mas’ud  , ia mengatakan bahwa Rasulullah  bersabda:

« عَلَيْكُمْ بِالصِّدْقِ فَإِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِى إِلَى الْبِرِّ وَإِنَّ الْبِرَّ يَهْدِى إِلَى الْجَنَّةِ وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَصْدُقُ وَيَتَحَرَّى الصِّدْقَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللَّهِ صِدِّيقًا وَإِيَّاكُمْ وَالْكَذِبَ فَإِنَّ الْكَذِبَ يَهْدِى إِلَى الْفُجُورِ وَإِنَّ الْفُجُورَ يَهْدِى إِلَى النَّارِ وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَكْذِبُ وَيَتَحَرَّى الْكَذِبَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللَّهِ كَذَّابًا » رواه مسلم.

“Hendaklah kalian berlaku jujur, karena jujur membawa kepada kebaikan dan kebaikan membawa kepada surga. Seseorang senantiasa berlaku jujur dan memilih kejujuran hingga ditulis disisi Allah sebagai orang jujur. Sebaliknya hindarilah sifat dusta, karena dusta membawa kepada perbuatan keji dan perbuatan keji membawa kepada neraka. Senantiasa seseorang berbuat dusta dan memilih kedustaan hingga ditulis disisi Allah sebagai pendusta.” (HR. Muslim)

Beliau juga bersabda dalam hadits dari Abu Hurairah  :

« َمَنْ غَشَّنَا فَلَيْسَ مِنَّا » رواه مسلم.

“Barangsiapa yang menipu kami, maka dia tidak termasuk golongan kami.” (HR.Muslim)

Menebarkan rasa takut di tengah-tengah kaum muslimin.

Kita dilarang dari membuat takut saudara kita. Ibnu Umar  mengatakan bahwa Nabi  bersabda:

« مَنْ حَمَلَ عَلَيْنَا السِّلاَحَ فَلَيْسَ مِنَّا ». متفق عليه.

“Barangsiapa mengarahkan senjata kepada kami, maka dia bukan golongan kami.” (HR. Bukhari-Muslim)

Abdurrahman bin Abi Laila ia berkata, “Para sahabat Nabi  menceritakan kepada kami bahwa mereka pernah mengadakan perjalanan bersama Nabi . Lalu salah seorang dari mereka tertidur. Kemudian sebagian mereka yang lain beranjak menuju tali yang ada bersamanya lalu mengambilnya sehingga ia terkejut. Maka Rasulullah  bersabda:

« لاَ يَحِلُّ لِمُسْلِمٍ أَنْ يُرَوِّعَ مُسْلِمًا ». رواه أبو داود وصححه الشيخ الألباني.

“Tidak halal bagi seorang muslim membuat takut muslim lainnya.”(HR. Abu Dawud dan dishohihkan Syaikh Al-Albani)

Melakukan perbuatan haram untuk mengelabui orang lain (seperti mencukur jenggot, memakai pakaian wanita, dan lain-lain)

Rasulullah telah menerangkan tentang haramnya mencukur jenggot. Beliau bersabda:

« خَالِفُوا الْمُشْرِكِينَ أَحْفُوا الشَّوَارِبَ وَأَوْفُوا اللِّحَى » متفق عليه.

“Berbedalah kalian dari orang-orang musyrik. Potonglah kumis dan peliharalah jenggot.” (Muttafaqun ‘alaihi)

Sedangkan mengenai haramnya laki-laki menyerupai perempuan, Ibnu Abbas berkata:

((لعن رسول الله  المتشبهين من الرجال بالنساء والمتشبهات من النساء بالرجال)) رواه البخاري.

”Rasulullah  melaknat para lelaki yang menyerupai wanita dan para wanita yang menyerupai lelaki.” (HR. Bukhari)

Membuat kerusakan di muka bumi.

Aksi terorisme telah membuat kerusakan di muka bumi. Mereka menghancurkan berbagai fasilitas umum. Perbuatan mereka telah menimbulkan kerusakan dalam berbagai segi. Allah sangat membenci orang yang berbuat kerusakan di muka bumi, baik dengan pembunuhan, pengeboman, pengrusakan, penghacuran, dan lain-lain.

Allah berfirman:

وَإِذَا قِيلَ لَهُمْ لَا تُفْسِدُوا فِي الْأَرْضِ قَالُوا إِنَّمَا نَحْنُ مُصْلِحُونَ (11) أَلَا إِنَّهُمْ هُمُ الْمُفْسِدُونَ وَلَكِنْ لَا يَشْعُرُونَ [البقرة/11، 12]

“Dan bila dikatakan kepada mereka:”Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi.” Mereka menjawab: “Sesungguhnya kami orang-orang yang mengadakan perbaikan.” Ingatlah, sesungguhnya mereka itu adalah orang-orang yang membuat kerusakan, akan tetapi mereka tidak menyadarinya”.

Dalam ayat yang lain:

وَلَا تُفْسِدُوا فِي الْأَرْضِ بَعْدَ إِصْلَاحِهَا ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ [الأعراف/85]

“Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi sesudah Tuhan memperbaikinya. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika betul-betul kamu orang-orang yang beriman.”

Dalam ayat lain Dia juga berfirman:

وَلَا تَبْغِ الْفَسَادَ فِي الْأَرْضِ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْمُفْسِدِينَ [القصص/77]

“Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan”.

Mencemarkan nama baik Islam dihadapan umat agama lain.

Berbagai pelanggaran syar’i yang dilakukan oleh para teroris telah mencoreng nama baik islam di hadapan umat agama lain. Hal ini mengakibatkan mereka menilai perbuatan tersebut sebagai ajaran Islam. Padahal Islam sangat mengharamkan aksi terorisme.
Nabi  tidak melakukan hukuman mati kepada sebagian orang yang berhak untuk dibunuh demi menjaga nama baik Islam. Hal tersebut ditunjukkan oleh beberapa hadits berikut ini:

- Dari Jabir bin Abdillah  ia berkata, ”Kami pernah bersama Nabi  dalam sebuah peperangan. Lalu Abdullah bin Ubay berkata, ”Demi Allah! Jika kami kembali pulang ke Madinah sungguh orang-orang yang kuat akan mengusir orang-orang yang lemah. Umar berkata, “Izinkan saya untuk menebas leher orang munafik ini”. Nabi bersabda:

« دَعْهُ لاَ يَتَحَدَّثُ النَّاسُ أَنَّ مُحَمَّدًا يَقْتُلُ أَصْحَابَهُ » متفق عليه.

“Biarkan dia! Jangan sampai orang mengatakan bahwa Muhammad membunuh sahabat-sahabatnya.” (Muttafaqun ‘alaihi)

- Dari Jabir bin Abdillah  ia berkata, ”Seseorang datang menemui Rasulullah  di Ji’ronah- tempat bertolaknya beliau dari Hunain. Dalam pakaian Bilal ada perak yang Nabi  bagikan kepada manusia. Lalu orang tadi berkata, “Wahai Muhammad! Berlaku adilah!” Beliau bersabda, “Celakalah engkau, siapa yang akan berlaku adil jika aku tidak adil. Sungguh kecewa dan rugilah engkau jika aku tidak bertindak adil”. Umar bin Khoththob  berkata, “Izinkan saya wahai Rasulullah untuk membunuh orang munafik ini.” Beliau bersabda, “Aku berlindung kepada Allah dari ucapan manusia bahwa aku membunuh sahabatku. Sesungguhnya orang ini dan pengikutnya, mereka membaca Al-Quran tetapi tidak sampai melewati kerongkongan mereka. Mereka keluar darinya seperti anak panah keluar dari busurnya.” (HR. Muslim)

Menyerupai Perbuatan Orang-Orang Khawarij.

Sikap dan tindakan yang mereka lakukan sangat serupa dengan berbuatan orang Khawarij yang dikecam oleh Nabi . Hal tersebut ditunjukkan oleh hadits-hadits berikut:

- Ali  mendengar Rasulullah  bersabda:

« سَيَخْرُجُ فِى آخِرِ الزَّمَانِ قَوْمٌ أَحْدَاثُ الأَسْنَانِ سُفَهَاءُ الأَحْلاَمِ يَقُولُونَ مِنْ خَيْرِ قَوْلِ الْبَرِيَّةِ يَقْرَءُونَ الْقُرْآنَ لاَ يُجَاوِزُ حَنَاجِرَهُمْ يَمْرُقُونَ مِنَ الدِّينِ كَمَا يَمْرُقُ السَّهْمُ مِنَ الرَّمِيَّةِ فَإِذَا لَقِيتُمُوهُمْ فَاقْتُلُوهُمْ فَإِنَّ فِى قَتْلِهِمْ أَجْرًا لِمَنْ قَتَلَهُمْ عِنْدَ اللَّهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ». متفق عليه.

“Akan keluar di akhir zaman sekelompok kaum yang berusia muda, yang berpikiran bodoh. Mereka mengatakan sebaik-baik perkataan, mereka membaca Al Qur’an namun tidak melewati kerongkongan mereka. Mereka keluar dari agama sebagaimana keluarnya anak panah dari busurnya. Bila kalian menjumpai mereka maka bunuhlah mereka. Sesungguhnya dalam membunuh mereka di sediakan pahala di hari kiamat bagi siapa melakukannya”. (HR. Bukhari-muslim)

Dari Abu Said Al Khudri  ia berkata: “Ali  mengirim emas dalam bungkusannya kepada Rasulullah . Lalu Rasulullah membagikannya kepada empat orang sahabat (kemudian beliau merinci nama sahabat-sahabat tersebut). Kemudian datang seorang yang berjenggot lebat, bermuka lebar, bermata kecil, berkening celak, berkepala botak, berkata kepada Rasulullah: Takutlah kepada Allah wahai Muhammad! Maka Rasulullah menjawab:

« فَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ إِنْ عَصَيْتُهُ أَيَأْمَنُنِى عَلَى أَهْلِ الأَرْضِ وَلاَ تَأْمَنُونِى »

“Siapa yang mau taat kepada Allah jika aku membangkang kepada-Nya. Allah mempercayakan penduduk bumi kepadaku, dan engkau tidak mempercayai aku.” Lalu orang tersebut pergi, lalu salah seorang dari pada sahabat minta izin untuk membunuhnya. Ia adalah Khalid bin Walid. Maka Rasulullah bersabda:

« إِنَّ مِنْ ضِئْضِئِ هَذَا قَوْمًا يَقْرَءُونَ الْقُرْآنَ لاَ يُجَاوِزُ حَنَاجِرَهُمْ يَقْتُلُونَ أَهْلَ الإِسْلاَمِ وَيَدَعُونَ أَهْلَ الأَوْثَانِ يَمْرُقُونَ مِنَ الإِسْلاَمِ كَمَا يَمْرُقُ السَّهْمُ مِنَ الرَّمِيَّةِ لَئِنْ أَدْرَكْتُهُمْ لأَقْتُلَنَّهُمْ قَتْلَ عَادٍ ». متفق عليه.

“Akan keluar dari tulang punggung orang tersebut sekolompok kaum yang mahir membaca Al Qur’an akan tetapi tidak melewati kerongkongan mereka. Mereka membunuh orang-orang Islam dan membiarkan para penyembah berhala. Mereka keluar dari agama sebagaimana keluarnya anak panah dari busurnya. Jika seandainya aku mendapati mereka niscaya aku akan membunuh merka sebagaimana lenyapnya kaum ‘Ad.” (HR. Bukhari-muslim)

Solusi Pencegahan dan Penanggulangan Terorisme:

1. Menghentikan penjajahan terhadap negara-negara muslim, serta mengembalikan hak-hak umat Islam terutama di Palestina, Afganistan dan Irak.
2. Menghentikan penindasan dan pengekangan terhadap umat Islam dari menjalankan ajaran agama mereka, terutama di negara-negara yang mayoritas non muslim.
3. Menegakkan nilai-nilai keadilan di tengah-tengah masyarakat, serta menumpas segala bentuk maksiat dan kemungkaran terutama penodaan terhadap agama.
4. Menanamkan aqidah yang benar kepada umat, terutama generasi muda.
5. Mempelajari ilmu agama dari ulama yang terpercaya dalam ilmunya. Bukan orang yang berpura-pura seperti ulama.
6. Mengembalikan persoalan-persoalan besar dan penting kepada penguasa.
7. Adanya kerjasama antara ulama dan umara’ dalam pencerahan pemahaman agama kepada generasi muda.
8. Perhatian orang tua terhadap pendidikan agama anak-anak mereka serta mengawasi kegiatan anak-anak mereka di luar rumah.
9. Kepedulian masyarakat terhadap sesama, meninggalkan sikap acuh dan individualisme.
10. Meningkatkan pengawasan ulama dan pihak terkait terhadap perkembangan pemahaman agama yang berkembang di masyarakat.

Penutup.
Sebagai penutup kami mohon maaf atas segala kekurangan dan kekeliruan dalam penyampaian materi ini. Semua itu tidak lain karena keterbatasan ilmu yang kami miliki. Semoga apa yang kami sampaikan ini bermanfaat bagi kami sendiri dan bagi kaum muslimin semua. Semoga Allah memperlihatkan kepada kita yang benar itu adalah benar. Kemudian menuntun kita untuk mengikuti kebenaran tersebut. Dan memperlihatkan kepada kita yang salah itu adalah salah. Dan menjauhkan kita dari mengikuti yang salah tersebut .

وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه أجمعين
سبحانك اللهم وبحمدك أشهد أن لا إله إلا أنت وأستغفرك وأتوب إليك.

Rujukan Pembahasan.
Bagi para pembaca yang ingin menambah wawasan tentang pembahasan ini silahkan merujuk buku-buku (kitab-kitab) berikut ini:

1 منهج الإمام محمد بن عبد الوهاب في مسألة التكفير تأليف أحمد بن جزاع الرضيمان.
2. بأي عقل ودين يكون التفجير والتدمير جهاداً؟! ويحكم … أفيقوا ياشباب!! تأليف محدث المدينة عبد المحسن بن حمد العباد البدر.
3. بذل النصح والتذكير لبقايا المفتونين بالتكفير والتفجير تأليف محدث المدينة عبد المحسن بن حمد العباد البدر.
4. اقرأ مصيرك قبل أن تفجر!! تأليف د. خالد بن علي العنبري.
5. حصاد الإرهاب تأليف د. ناصر بن مسفر الزهراني.
6. ظاهرة الغلو في الدين (الأسباب والمظاهر والعلاج) تأليف عبود بن علي بن درع.
7. فتاوى الأئمة في النوازل المدلهمة وتبرئة دعوة وأتباع محمد بن عبد الوهاب من تهمة التطرف والإرهاب جمع وترتيب محمد بن حسين القحطاني.
8. فتاوى العلماء الأكابر فيما أهدر من دماء في الجزائر جمع وتعليق عبد الملك رمضاني.
9. وجادلهم بالتي هي أحسن (مناقشة علمية هادئة متعلقة بحكام المسلمين) جمع بندر بن نايف العتيبي.
10. حقوق غير المسلمين في بلاد الإسلام تأليف أ.د صالح بن حسين العايد.
11. السعوديون والإرهاب رؤى عالمية / غيناء للنشر.
12. معاملة الحكام في ضوء الكتاب والسنة تأليف د/ عبد السلام بن برجس.
13. وجوب طاعة السلطان في غير معصية الرحمن بدليل السنة والقرآن تأليف محمد بن ناصر العريني.
14. عقيدة أهل السنة والجماعة في البيعة والإمامة تأليف فواز بن يحي الغسلان.
15. التكفير وضوابطه تأليف د/ إبراهيم بن عامر الرحيلي.
16. التحذير من التسرع في التكفير تأليف محمد بن ناصر العريني.
17. أصول وضوابط في التكفير تأليف عبد اللطيف بن عبد الرحمن آل الشيخ.
18. التحرير لمسألة التكفير -في قضية الحكم بغير ما أنزل الله- تأليف الشيخ محمد بن صالح العثيمين.
19. القطوف الجياد من حكم وأحكام الجهاد أليف أ. د/ عبد الرزاق بن عبد المحسن البدر.
20. رسالة الإرشاد إلى بيان الحق في حكم الجهاد تأليف الشيخ أحمد بن يحي النجمي.

[ Penulis : DR. Ali Musri Semjan Putra, M.A. ]

artikel http://artikel.imam-syafii.or.id/?p=121

Post a Comment for "Mengapa Terorisme Dikecam (II)"