Sujud Sahwi & Sujud Tilawah





A. Sujud sahwi

Sujud Sahwi adalah dua kali sujud yang dilakukan orang shalat untuk menambal kekurangsempurnaan shalatnya lantaran terkena lupa. Sebab kelupaan ada tiga ; kelebihan, kekurangan dan keraguan.

Kondisi-kondisi sujud sahwi:


KONDISI PERTAMA: Adanya tambahan dalam sholat

Maksudnya, baik tambahan berupa perbuatan, atau berupa perkataan (bacaan).
Pertama: Tambahan berupa perbuatan.
Jika tambahan itu berupa jenis gerakan sholat, seperti berdiri pada waktu yang seharusnya duduk, atau sebaliknya, atau menambah satu rukuk atau sujud. Jika seseorang melakukan hal itu karena lupa, maka dia wajib melakukan sujud sahwi.


Berdasarkan sabda Nabi - shollallohu ‘alaih wa sallam – dalam haditsnya Ibnu Mas’ud – rodhiyallohu ‘anhu,
فإذا زاد الرجل أو نقص في صلاته ؛ فليسجد سجدتين

“Jika seseorang menambah atau mengurangi dalam sholatnya, maka hendaknya dia bersujud dua kali sujud.” Riwayat Muslim.

Permasalahan:
Jika seseorang menambah satu roka’at karena lupa, dan dia tidak mengetahuinya kecuali setelah selesai darinya, maka dia melakukan sujud sahwi. Namun jika dia mengetahuinya di pertengahan roka’at yang lebih, maka dia duduk seketika itu dan bertasyahud jika belum bertasyahud, kemudian sujud sahwi dan salam.
Jika dia seorang imam, maka makmum yang mengetahui adanya tambahan atau pengurangan wajib memberikan peringatan dengan bertasbih bagi laki-laki dan tepuk tangan bagi perempuan. Dan ketika itu, si imam wajib mengikuti peringatan makmum jika dia tidak yakin akan kebenaran dirinya, karena hal itu berarti kembali kepada kebenaran.

Kedua: Tambahan berupa perkataan.
Seperti bacaan dalam rukuk dan sujud, bacaan surat pada dua roka’at terakhir sholat yang empat roka’at atau pada roka’at ketiga sholat maghrib. Jika melakukan hal itu karena lupa, disukai baginya untuk sujud sahwi.

Adapun jika perbuatan atau perkataan tambahan itu bukan jenis (perbuatan atau bacaan) sholat, seperti makan, minum, gerakan yang banyak, dan berbicara, maka tidak disyariatkan sujud sahwi untuknya. Namun jika karena kesengajaan, maka hal itu membatalkan sholat. Jika karena lupa, maka tidak membatalkannya.

KONDISI KEDUA: Adanya pengurangan dalam sholat

Jika mengurangi sesuatu dalam sholat, dengan meninggalkan sesuatu dari sholat, maka tidak lepas dari beberapa kondisi berikut:

1- Pengurangan rukun sholat
Jika yang ditinggalkan adalah rukun sholat, sedangkan rukun yang dimaksud adalah takbirotul ihrom, maka sholatnya tidak berlaku dan tidak bermanfaat untuknya sujud sahwi.

Jika rukun yang ditinggalkan selain takbirotul ihrom, seperti rukuk, sujud dan selainnya, dan dia mengingatnya sebelum sampai pada tempatnya pada roka’at berikutnya, dia wajib kembali untuk melaksanakannya dan yang setelahnya.
Jika dia mengingatnya setelah sampai pada tempatnya pada roka’at berikutnya, maka batal roka’at yang ditinggalkan satu rukun itu, dan rokaat setelahnya menempati kedudukannya.

Jika dia tidak mengetahui rukun yang tertinggal itu kecuali setelah salam, maka dia menganggapnya sebagaimana telah meninggalkan satu roka’at penuh. Maka jika belum lama berselang (dari sholatnya), dan dia masih dalam keadaan suci (belum batal wudhunya -pen); maka dia melaksanakan satu roka’at penuh dan melakukan sujud sahwi. Dia sujud setelah salam. Jika telah lama berselang, atau telah batal wudhunya, dia memulai (mengulangi) sholatnya sekali lagi.
Kecuali jika rukun yang tertinggal ada pada roka’at terakhir, maka dia melakukan rukun itu dan yang setelahnya, lalu salam dan melakukan sujud sahwi, selama waktunya belum lama berselang atau belum wudhunya batal, sebagaimana yang lalu.

2- Pengurangan perkara yang wajib dalam sholat
Jika yang tertinggal adalah perkara yang wajib dalam sholat, seperti tasbih dalam rukuk atau sujud, dan semisalnya:
a- Jika mengingatnya sebelum masuk pada rukun setelahnya, maka dia kembali dan melaksanakannya. Kemudian sujud sahwi setelah salam, karena dia menambah dalam sholat.
b- Jika mengingatnya setelah masuk pada rukun setelahnya, maka gugurlah (kewajibannya), dan dia wajib melakukan sujud sahwi sebelum salam, karena dia mengurangi.

3- Pengurangan yang sunnah dalam sholat
Jika yang tertinggal adalah perkara yang sunnah dilakukan dalam sholat, maka jika kebiasaannya melakukannya, disukai baginya untuk sujud sebelum salam. Jika tidak demikian maka tidak disukai.

KONDISI KETIGA: Adanya keraguan dalam sholat

Kondisi ini tidak lepas dari keadaan berikut:
1- Adanya persangkaan yang kuat terhadap sesuatu hal. Jika persangkaannya terhadap sesuatu ini dominan, maka dia mengamalkan persangkaannya ini. Dan dia melakukan sujud sahwi setelah salam, berdasarkan hadits Ibnu Mas’ud – rodhiyallohu ‘anhu – yang di sana ada sabda Nabi – shollallohu ‘alaih wa sallam -
فليتحر الصواب فليتم عليه

“Hendaknya dia berusaha mencari yang benar, dan menyempurnakan berdasarkan atasnya.” (Muttafaq ‘alaih)

2- Tidak ada satupun yang lebih kuat baginya. Maka hendaknya dia membangun di atas sesuatu yang yakin (yang jelas dan pasti -pen), dan melaksanakan yang kurang.
Contohnya, seseorang ragu-ragu tentang bilangan roka’at (yang telah dia lakukan), apakah telah sholat dua roka’at atau tiga roka’at. Jika dia memiliki persangkaan kuat terhadap salah satunya, maka dia mengamalkan persangkaan ini dan membangun di atasnya. Jika tidak ada persangkaan kuat, maka dia membangun di atas bilangan yang lebih kecil, karena itulah yang teryakini (yang telah pasti), kemudian sujud sahwi sebelum salam, berdasarkan haditnya Abu Sa’id – rodhiiyallohu ‘anhu-
إِذَا شَكَّ أَحَدُكُمْ فِي صَلَاتِهِ فَلَمْ يَدْرِ كَمْ صَلَّى ثَلَاثًا أَمْ أَرْبَعًا فَلْيَطْرَحْ الشَّكَّ وَلْيَبْنِ عَلَى مَا اسْتَيْقَنَ ثُمَّ يَسْجُدُ سَجْدَتَيْنِ قَبْلَ أَنْ يُسَلِّمَ

“Jika salah seorang di antara kalian ragu-ragu dalam sholatnya, dia tidak tahu apakah telah sholat tiga roka’at atau empat, hendaknya dia membuang keragu-raguannya dan membangun di atas perkara yang yakin, kemudian dia sujud dua kali sebelum salam.” (Riwayat Muslim)
Sujud sahwi terkadang dilakukan sebelum salam dalam dua tempat :

[1] Jika seseorang kekurangan dalam shalatnya, berdasarkan hadits Abdullah bin Buhainah Radhiyallahu 'anhu bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam sujud sahwi sebelum salam ketika lupa tasyahud awal.

[2] Ketika yang shalat ragu-ragu atas dua hal dan tak mampu mengambil yang lebih diyakininya, seperti yang dijelaskan oleh hadits Abi Sa'id al-Khudri Radhiyallahu 'anhu tentang orang yang ragu-ragu dalam shalatnya, apakah tiga atau empat raka'at. Ketika itu, orang tersebut disuruh Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam agar sujud dua kali sebelum salam. Hadits-hadits yang barusan telah dikemukakan lafaznya dalam bahasan sebelumnya.

Sedangkan sujud sahwi sesudah salam, dilakukan dalam dua hal :

[1] Ketika kelebihan sesuatu dalam shalat sebagaimana yang terdapat dalam hadits Abdullah bin Mas'ud tentang shalat Zuhur lima raka'at yang dialami Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam. Beliau sujud sahwi dua kali ketika sudah diberitahu oleh para sahabat. Ketika itu beliau tidak menjelaskan bahwa sujud sahwinya dilakukan setelah salam (selesai) karena beliau tidak tahu kelebihan. Maka hal ini menunjukkan bahwa sujud sahwi karena kelebihan dalam shalat dilaksanakan setelah salam shalat, baik kelebihannya itu diketahui sebelum atau sesudah salam. Contoh lain, jika orang lupa membaca salam padahal shalatnya belum sempurna, lalu ia sadar dan menyempurnakannya, berarti ia telah menambahkan salam di tengah-tengah shalatnya. Karena itu, ia wajib sujud sahwi setelah salam berdasarkan hadits Abu Hurairah yang menerangkan bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah shalat Zuhur atau Ashar sebanyak dua raka'at. Maka setelah diberitahukan, beliau menyempurnakan shalatnya dan salam. Dan setelah itu sujud sahwi dan salam.

[2] Jika ragu-ragu atas dua hal namun salah satunya diyakini. Hal ini telah dicontohkan dalam hadits Ibnu Mas'ud sebelumnya.

Jika terjadi dua kelupaan, yang satu terjadi sebelum salam dan yang kedua sesudah salam, maka menurut ulama yang terjadi sebelum salamlah yang diperhatikan lalu sujud sahwi sebelum salam.

Contohnya, umpamanya seseorang shalat Zuhur lalu berdiri menuju raka'at ketiga tanpa tasyahud awal. Kemudian pada raka'at ketiga itu ia duduk tasyahud karena dikiranya raka'at kedua dan ketika itu ia baru ingat bahwa ia berada pada raka'at ketiga, maka hendaklah ia bediri menambah satu rakaat lagi, lalu sujud sahwi serta salam.

Yakni dari contoh di atas diketahui bahwa lelaki tersebut telah tertinggal tasyahud awal dan sujud sebelum salam. Ia-pun kelebihan duduk pada raka'at ketiga dan hendaknya sujud (sahwi) sesudah salam. Oleh sebab itu, apa yang terjadi sebelum salam diunggulkan.

Apa yang dibaca ketika sujud sahwi...???

Tidak ada doa khusus dalam sujud sahwi. Mungkin karena itu Imam Ibnu Qudamah menyatakan bahwa yang dibaca dalam sujud sahwi adalah sama dengan apa yang dibaca pada sujud di dalam sholat. Lihat: Al-Mughni: 2/432-433.Wallahu 'alam

B. Sujud tilawah

Sujud tilawah kadang di dalam shalat dan kadang di luar shalat. Jika di dalam shalat maka Imam Ahmad berpendapat bahwa dia membaca doa sujud dalam shalat yang sudah masyhur. Lihat: Al-Mughni: 2/362. Sedangkan jika sujud tilawahnya di luar shalat maka hendaknya dia diam saja dan tidak membaca apa-apa karena tidak ada doa yang warid dalam hal ini,

Sujud tilawah adalah sunnat mu'akkad, tak pantas ditinggalkan. Jika seseorang membaca ayat sajdah, baik dalam mushaf atau dalam hati, di dalam shalat atau di luar shalat, hendaklah ia sujud.

Sujud tilawah tidaklah wajib dan tidak pula berdosa bila tertinggal, sebab terdapat keterangan bahwa ketika Umar bin Khattab berada di atas mimbar, ia membaca ayat sajdah dalam surat al-Nahl, lalu ia turun dan sujud. Tetapi pada Jum'at yang lainnya ia tidak sujud walau membaca ayat sajdah. Lantas ia berkata : "Sesungguhnya Allah tidak mewajibkan kita agar bersujud kecuali jika mau". Hal ini disampaikan di hadapan para sahabat.

Juga diterangkan bahwa Zaid bin Tsabit membacakan ayat sajdah dalam surat al-Najm di hadapan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam namun ia tidak sujud, tentu Zaid akan disuruh sujud oleh Nabi jika hal itu wajib. Dengan demikian, sujud tilawah adalah sunnat mu'akkad, yakni jangan sampai ditinggalkan walau terjadi pada waktu yang dilarang, setelah Fajar umpamanya, atau ba'da Ashar, sebab sujud tilawah, termasuk sujud yang punya sebab, sama halnya dengan shalat tahiyyatul mesjid atau lainnya.


Diambil dari:
*buku Fatawa Syekh Muhammad Al-Shaleh Al-'Utsaimin, edisi Indonesia 257 Tanya Jawab, Fatwa-Fatwa Al-'Ustaimin, oelh Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, terbitan Gema Risalah Pres, hal. 136-137,146-148 dan 158-159 alih bahasa Prof.Drs.KH Masdar Helmy
*http://albamalanjy.wordpress.com
________
Footnote

Ayat-ayat Sajdah di dalam Al Quran, antara lain (tambahan, red)

Surat Al-A’Raaf Ayat 206
Surat Ar-Ra’d Ayat 15
Surat An-Nahl Ayat 50
Surat Al-Israa Ayat 109
Surat Maryam Ayat 58
Surat Al-Hajj Ayat 18
Surat Al-Hajj Ayat 77
Surat Al-Furqaan Ayat 60
Surat An-Naml Ayat 26
Surat As-Sajdah Ayat 15
Surat As-Saad Ayat 24
Surat Fussilat Ayat 38
Surat An-Najm Ayat 62
Surat Al-Insyiqaq Ayat 21
Surat Al-Alaq Ayat 19

Post a Comment for "Sujud Sahwi & Sujud Tilawah"